Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Tiga Serangkai di Pundak Banteng

Kongres Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan kelima di Bali mengukuhkan kembali Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum. Meredam isu persaingan kedua anaknya.

14 Agustus 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Megawati Soekarnoputri didampingi Puan Maharani dan Prananda Prabowo dalam Kongres V PDIP di Sanur, Denpasar, 10 Agustus 2019. TEMPO/Johannes P

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH menutup Kongres Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Hotel Grand Inna Bali Beach, Sanur, pada Sabtu, 10 Agustus 2019, Megawati Soekarnoputri bergegas menuju X.O Suki & Cuisine di Denpasar. Di restoran Jepang itu, para pengurus pusat partai banteng sudah menunggu sang Ketua Umum. Di antara mereka, hadir pula dua anak Megawati, Muhammad Prananda Prabowo dan Puan Maharani. Kemenakan Megawati, Puti Guntur Soekarno, juga ikut -meriung.

Santap siang selama lebih dari sejam itu dipenuhi gelak tawa. Sebelum rombongan berpisah, Puti mengajak bibi dan adik sepupunya berswafoto. Dalam potret itu, Puti tampak menggenggam telepon seluler, Megawati berdiri di belakangnya, lalu Prananda merangkul pundak Puan di barisan paling belakang. Gubernur Bali yang juga Ketua Panitia Kongres, I Wayan Koster, terlihat sumringah menyaksikan tingkah trah Sukarno tersebut.

Keakraban mereka, terutama Prananda dan Puan, seperti menyanggah kabar bahwa keturunan Sukarno tak harmo-nis. Sepekan sebelum kongres di Bali, tersiar kabar Prananda dan Puan bersaing ke pucuk partai. Menjelang kongres, muncul wacana bahwa akan ada jabatan baru di bawah ketua umum, bisa wakil ketua umum atau ketua harian, yang diplot untuk Prananda atau Puan.

Kalangan internal PDIP terbelah. Sejumlah pengurus yang pro menyebut gagasan itu untuk kaderisasi pemimpin partai. Kader- yang kontra terhadap ide itu mengungkapkan, tradisi organisasi tak mengenal kursi nomor dua dalam struktur PDIP. Di kongres, Megawati memadamkan spekulasi tersebut. “Tak ada rencana membentuk wakil ketua umum atau menyerahkan tugas-tugas ke ketua harian,” kata Megawati di Bali, Kamis, 8 Agustus lalu. “Saya diberi hak prerogatif membentuk struktur pengurus pusat partai.”

Menurut seorang petinggi PDIP, Megawati sebenarnya sudah mantap tak membuat jabatan baru sebelum terbang ke Bali mengikuti kong-res. Menurut politikus ini, Megawati tahu bahwa dorongan membentuk jabatan wakil ketua umum atau ketua harian selalu muncul setiap lima tahun, tatkala kong-res diselenggarakan. Pada kongres 2010 di Bali, misalnya, Taufiq Kiemas, suami Megawati, menjadi salah satu pengurus yang vokal mengusulkan pembentukan posisi wakil.

Terpilihnya kembali Megawati dan tak adanya posisi pelapis ketua umum sesuai dengan harapan sejumlah pengurus PDIP daerah. Sebelum kongres, pengurus daerah mengadakan konferensi partai. Di Sumatera Barat, misalnya, pengurus kecamatan sampai provinsi secara bulat mengusulkan Megawati sebagai ketua umum, tanpa wakil atau ketua harian. “Kami so-lid mendukung Bu Mega untuk lima tahun mendatang,” ujar Ketua PDIP Sumatera Barat Alex Indra Lukman.

Andreas Hugo Pareira, politikus PDIP yang memimpin konferensi di Maluku dan Nusa Tenggara Timur, tak mendengar ada usul dari pengurus di dua wilayah itu untuk membentuk jabatan baru di kepengurusan pusat. Menurut dia, kader banteng di dua provinsi itu hanya meminta kesediaan Megawati menjabat ketua umum lagi. “Tak ada satu pun kader yang menyuarakan posisi ketua harian atau wakil ketua,” kata Andreas.

PADA penutupan kongres, Megawati mengumumkan pengurus baru PDIP. Puan Maharani kembali menjabat Ketua Bidang Politik, Pemerintahan, dan Keamanan PDIP. Prananda juga kembali menjadi Ketua Bidang Ekonomi Digital, yang sekarang namanya menjadi Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta Ekonomi Digital.

Sebelum kongres, Prananda disebut yang paling kuat akan mendampingi Megawati. Seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PDIP yang mengetahui dinamika internal menjelaskan, jabatan itu dimunculkan untuk memberi panggung bagi Prananda di kancah politik nasional. Sebab, Puan disebut hampir pasti menjadi Ketua DPR 2019-2024 mewakili PDIP sebagai partai pemenang pemilihan umum.

Lagi pula, Prananda selama ini banyak membantu Megawati mengurus partai. Seorang politikus PDIP mengatakan peran Prananda cukup sentral. Ia memegang “situation room” atau “ruang kendali operasi” partai, menulis pidato Megawati, turut menentukan posisi di DPR dan menyusun daftar calon legislator, serta memindai segala surat untuk PDIP.

Puan mengatakan partainya tak memberikan keistimewaan kepada siapa pun untuk duduk di kepengurusan PDIP. Menurut Puan, Megawati selalu memantau performa dan rekam jejak kader yang akan menjabat pengurus pusat, termasuk dia dan Prananda. “Tak ada tempat khusus bagi seseorang,” ujar Puan. Ia mengatakan tak ada faksi di dalam partai yang berkukuh meng-usung salah seorang cucu Sukarno sebagai calon pengganti Megawati.

Adapun Prananda irit berkomentar soal posisinya. “Kami sebagai partai pelopor akan solid bergerak untuk mewujudkan Indonesia Raya,” katanya.

Megawati tak mengistimewakan salah satu anaknya. Anggota DPR yang tadi disebut mengatakan Megawati melibatkan Prananda dan Puan dalam penyusunan pengurus PDIP. Sumber yang berbeda menyebutkan Megawati, Prananda, dan Puan berkumpul di suatu lokasi menjelang hari terakhir kongres. Diskusi ketiganya berakhir pada Sabtu pagi, sekitar tiga jam sebelum rapat penutupan kongres dimulai. “Diskusinya smooth,” ujar politikus ini. Karena itu, sejumlah kader mengibaratkan Megawati, Prananda, dan Puan sebagai “tiga serangkai”.

Situasi ini berbeda dengan kongres 2010 dan 2015. Dalam dua kali kongres tersebut, rapat paripurna penutupan sampai -molor beberapa jam. Waktu itu, ada desakan membentuk jabatan nomor dua di partai.

Kali ini, mereka tak atos bersepakat. Misalnya dalam penunjukan Ketua PDIP Jawa Tengah Bambang Wuryanto sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu menggantikan Bambang Dwi Hartono. Juga Arif Wibowo sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Pemerintahan. Sebelumnya, Arif menjabat Kepala Badan Saksi Pemilu Nasional PDIP. Keduanya dianggap berjasa dalam Pemilu 2019.

Puan Maharani dan Prananda Prabowo saat penutupan Kongres V PDIP di Sanur, Denpasar, 10 Agustus 2019. TEMPO/Johannes P. Christo

Ketua Bidang Pemuda dan Olahraga Eri-ko Sotarduga menjelaskan bahwa Megawati mengapresiasi kerja Bambang Wuryanto dan Arif Wibowo. Bambang dianggap berhasil memenangkan Joko Widodo-Ma’ruf Amin di Jawa Tengah hingga meraih suara 77,29 persen. Adapun Arif dinilai sukses mengomando ratusan ribu saksi dan mengawal hasil penghitungan suara. “Ketua Umum memberikan reward kepada mereka atas jerih payah selama pemilu,” tutur Eriko.

Ketiganya juga disebut sepakat mempertahankan sebagian pengurus periode 2015-2019. Dari total 26 jabatan di bawah ketua umum, Megawati hanya mengganti lima orang. Keputusan itu termasuk mempertahankan Hasto Kristiyanto sebagai sekretaris jenderal. Untuk pertama kalinya posisi itu dijabat orang yang sama selama dua periode berturut-turut.

Sebenarnya Megawati sempat akan me-rombak pengurus sekretariat. Tapi sejumlah orang dekatnya menyarankan mempertahankan Hasto. Megawati awalnya ragu terhadap saran itu karena tak ada tradisi di PDIP bahwa sekretaris jenderal menjabat dua periode. Ia kemudian diyakinkan bahwa tak ada pasal dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai yang melarang jabatan sekretaris jenderal diisi orang yang sama. “Saya senyum-senyum saja mendengar masukan itu,” ujar Megawati.

Walau begitu, kepengurusan yang baru sebenarnya mengakomodasi “orang Puan” dan “orang Prananda”. Di kalangan internal PDIP sudah bukan rahasia bahwa, misalnya, Bambang Wuryanto adalah gerbong Puan. Adapun Hasto Kristiyanto dan Arif Wibowo cenderung dekat ke Prananda. Namun Eriko Sotarduga memastikan penunjukan pengurus tak didasari faktor kedekatan mereka dengan Megawati, Prananda, atau Puan.

Dua politikus PDIP yang ditemui secara terpisah mengatakan Megawati punya rencana jangka panjang dengan mempertahankan formasi pengurus pusat. “Ketua Umum merasa nyaman dengan mesin partai lama untuk menyongsong pilkada 2020 dan Pemilu 2024,” ujar salah seorang narasumber. Megawati, menurut mereka, memprediksi pemilihan umum mendatang akan makin keras dengan politik identitas. Maka ia memerlukan tim yang sudah berpengalaman menghadapi isu itu dalam pemilu lalu.

RAYMUNDUS RIKANG, STEFANUS PRAMONO, DEWI NURITA (BALI)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Raymundus Rikang

Raymundus Rikang

Menjadi jurnalis Tempo sejak April 2014 dan kini sebagai redaktur di Desk Nasional majalah Tempo. Bagian dari tim penulis artikel “Hanya Api Semata Api” yang meraih penghargaan Adinegoro 2020. Alumni Universitas Atma Jaya Yogyakarta bidang kajian media dan jurnalisme. Mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) "Edward R. Murrow Program for Journalists" dari US Department of State pada 2018 di Amerika Serikat untuk belajar soal demokrasi dan kebebasan informasi.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus