GOLPUT, jang menurut Majdjen Murtopo seperti kentut, pada
dasarnja memang satu pelepasan. Dimulai setjara tidak serius
oleh sedjumlah pemuda, ia berasal dari isi perut jang sudah lama
diketahui: ketidak inginan memilih tanda gambar apapun dihari
pemungutan suara nanti. Arief Budiman, jang entah mengapa
disebut djurubitjara Golongan Putih ini, mengingatkan
pertemuannja dengan Presiden Suharto waktu ada aksi-aksi anti
korupsi tahun 1970. "Saja tanjakan pada Presiden apakah
dibenarkan kalau ada golongan jang tak mau ikut memilih dalam
Pemilu, dan Pak Harto mengatakan "boleh sadja, asal saudara
bertindak melalui saluran hukum". Disamping itu proklamasi untuk
djadi "penonton jang baik" dalam Pemilu sebenarnja dimulai
sedjak achir Maret dan awal April jang lalu, oleh Ketua
Presidium PMKRI Max Wajong (TEMPO, 10 April 1971).
Kemudian, setelah diskusi dua tiga kali dengan tokoh2 parpol dan
Golkar, muncullah seperti biasa tulisan disana-sini. Jang
terpenting ialah tulisan Imam Walujo Sumali, bekas Ketua Ikatan
Mahasiswa Kebajoran jang kini bersama anak-anak muda lain
mendjadi agen koran dan madjalah. Dimuat di Harian KAMI, 12 Mei
1971 tulisan itu berdjudul "Partai Kesebelas Untuk Generasi
Muda" Nadanja separuh serius separuh bergurau. Apa isi tulisan
itu? Gagasan mengadakan "partai ke-ll", disamping kesepuluh
tanda-gambar jang resmi. "Partai kesebelas adalah satu partai
politik jang ditudjukan untuk menampung suara dari generasi muda
serta orang-2 siapa sadja jang tidak mau memilih Parpol2 dan
Golkar jang ada sekarang. Partai kesebelas ini bernama partai
PUTIH dengan tanda gambar putih tanpa apa2. Kepada jang hendak
memilih partai PUTIH dalam pelaksanaan pemilihan umum nanti
diharapkan menusuk bagian putih (jang kosong) jang ada disela2
atau diantara kesepuluh tanda gambar jang ada".
Oposisi. Tapi perkembangan selandjutnja agak berubah sedikit,
dan agak lebih serius. Dua minggu jang lalu Arief Budiman, Imam
Walujo, Husin Umar, Marsilam Simandjuntak, Asmara Nabahan dan
Julius Usman (jang bersama rombongannja selalu menamakan diri
"Kelompok Oposisi" dan merupakan grup jang sebelum Golput sudah
aktif membikin sematjam proklamasi. Artinja, konperensi pers.
Sementara itu ide Partai Putih jang tanpa tanda gambar berubah
djadi Golongan Putih jang bertanda gambar segilima hitam diatas
dasar putih jang dipasang dibeberapa tempat di Jakarta semalam
sebelumnja -- termasuk didepan kantor Lembaga Panitia Pemilihan
Umum. Statemen2 dengan sendirinja keluar. Meskipun rata2 isinja
tidak baru, nampaknja jang mendjadi aksentuasi ialah
ditjanang-kannja hak untuk tidak memilih bagi mereka jang memang
tak kepingin memilih. Lalu datanglah reaksi-reaksi. Menteri
Budiardjo menjebutnja sebagai gerakan orang2 moralis dan
seniman-seniman, satu pendapat jang agak tjotjok dengan
kenjataan, walaupun jang "seniman" itu sebenarnja tjuma Arief
Budiman. "Lihat sadja tandagambarnja "kan abstrak", kata Menteri
perwira tinggi AURI itu -- meskipun tandagambar Golput mirip
benar dengan tanda AURI dipesawat-tempur. Walaupun komentar
Menteri Penerangan itu relatif lunak, komentator RRI minggu lalu
nampaknja sudah berpendapat agak terlalu djauh: ia
menghubung-hubungkan Golput setjara samar-samar dengan PKI. Tapi
sang komentator RRI mungkin sampai berani begitu mengingat
komentar Majdjen Ali Murtopo dan Menteri Amir Machmud jang sudah
bisa diduga tak begitu senang dengan tingkah anak-anak muda itu.
Meskipun demikian jang menarik adalah pendapat Cosmas Batubara,
tokoh Golkar jang berasal-usul sama dengan orang-orang Golput,
jakni para demonstran tahun 1966. "Golput bukan anggota Golkar,
tapi program kami sama". Maksudnja mungkin dalam hasrat
perombakan struktur politik dan pembangunan serta modernisasi.
Meskipun begitu, Arief Budiman mendjelaskan: "Kami memang
mendukung program pembangunan ekonomi. Tapi kami menghendaki
pembinaan kehidupan demokrasi -- jang sekarang ini tidak
ditundjukkan oleh Golkar".
Srikandi. Berbeda atau sama, tjukup unik djuga tjerita koran
Srikandi -- sebuah penerbitan jang mengaku beroplaag 170.000 dan
merupakan pembawa suara kaum Sukarnois jang tiap terbit
menghan-tam Golkar dengan keras dan berani. Mengutip "tokoh
politik kawakan", koran itu nampaknja ingin menundjukkan bahwa
tudjuan Golput adalah buat kepentingan Golkar. "Djika aksi2
Golput mampu membawa massa Parpol untuk tidak memilih atau
menusuk kertas putih, maka jang rugi besar adalah Parpol2
sendiri. Dan jang mendapat keuntungan langsung adalah Golkar".
Menurut tjerita Srikandi, "Golput bermaksud memperoleh simpati
rakjat sekaligus menikam peranan Parpol". Dan koran jang nampak
masih jakin benar pada tachajul kekuatan PSI itupun menambahkan:
"Disini kita bisa melihat bagaimana permainan tinggi PSI
berlangsung".
Walaupun orang bisa-bisa sadja menghubung-hubungkan Golput
dengan PKI, PSI, Masjumi etcetera, nampaknja penguasa tidak
ingin bertindak gegabah. Pernjataan bahwa kegiatan sematjam
Golput termasuk jang dilarang dalam wilajah Djakarta seperti
disiarkan pers dari sumber resmi, sampai beberapa hari
sesudahnja tidak mendjelaskan adakah Golongan Putih jang bukan
organisasi itu dilarang atau tidak. Jang djelas dilarang ialah
usaha Golput untuk mengadakan diskusi tentang Semangat Orde Baru
di Balai Budaja. Larangan dikeluarkan oleh Komdak Metro Djaya,
dan Rabu minggu lalu gedung jang dikundjungi k.l. 150 pemuda itu
didjaga sepasukan polisi. Maka orang-orang dalam Golputpun
mengirim surat ke Mahkamah Agung -- tentu sadja seraja menjebut
pasal2 dalam UUD '45 jang mendjamin kebebasan menjatakan
pendapat, berserikat dan berkumpul. Mengingat bahwa
berpuluhpuluh diskusi sudah diadakan sedjak 1966 tanpa surat
izin dan tanpa dilarang, maka Golongan Putih-pun bertanja:
sampai berapa djauh djaminan konstitusionil tentang kebebasan
itu diberikan kepada warganegara Indonesia?
Asikin. Selain sikap Mahkamah Agung jang nampaknja selalu
mendjauh dari perkara2 keadilan jang aktuil, pertanjaan Golput
itu djelas tak akan didjawab karena salah alamat. "Advis hana
bisa dimintakan organ pemerintah. Kalau tidak lama-lama Mahkamah
Agung bisa djadi biro konsultasi biasa", kata Hakim Agung Asikin
Kusumahatmadja. Meskipun begitu, Asikin bukannja tak punja
pendapat sendiri dalam kedudukannja sebagai Hakim Agung. "Saja
sendiri memang heran, sebab biasanja seperti disebutkan Golongan
Putih itu diskusi-diskusi jang selama ini diadakan tidak perlu
minta izin". Dan bagaimana dengan Pasal 28 WD jang antara lain
mendjamin kebebasan mengeluarkan pendapat? "Mengingat sekarang
belum ada undang-undang pelaksanaannja, bisa sadja penguasa
melarang", kata Asikin, "tapi penguasa hendaknja mengeluarkan
undang2 pula mana jang boleh, mana jang tidak".
Walhasil dalam perkara matjam itu baik penguasa maupun Golput
harus agak terapung-apung dalam ketidak-pastian hukum. Tapi
larangan diskusi dari polisi achirnja toch dipatuhi. Dan
bagai-mana nasib Golongan Putih sendiri? Seperti gerakan
Mahasiswa Menggugat dan Komite Anti Korupsi, jang orang-orangnja
seperti dikatakan Menteri Budiardjo adalah "itu-itu djuga" tanpa
dilarangpun dia akan habis dengan sendirinja Arief Budiman sadar
hal itu. "Golput bukan organisasi, tanpa pengurus, hanja
pertemuan solidaritas. Seperti sedjak dulu, saja tak setudju
mendjadikannja gerakan matjamini satu lembaga tetap. Jang perlu
ialah bahwa seseorang, atau sedjumlah orang, tetap menjalakan
lilin -- menundjukkan bahwa tidak seluruh ruangan masjarakat
gelap oleh tindakan-tindakan jang tak adil dan tak benar". Djika
demikian, nampaknja pemerintah seperti jang terdjadi dihampir
semua negara ketjuali mungkin RRT harus hidup dengan kemungkinan
muntjul terusnja orang-orang matjam Arief.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini