Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HELSINKI bak freezer raksasa. Suhu di luaran siap membikin beku, terasa seperti celekitan menusuk pori: minus 27 derajat Celsius. Angin kencang menerbangkan serpihan salju ringan seputih kapas. Puluhan sedan, sepeda, dan bus yang diparkir cuma bisa terpekur. Kapal-kapal pesiar dan kapal besar pemecah es yang bersandar di tepian Laut Baltik di ibu kota Finlandia itu dibekap selimut es putih setebal 40 sentimeter. Dingin, beku, sepi.
Namun, ada keriuhan di Wisma Duta. Di rumah dinas Duta Besar RI untuk Finlandia itu, yang cuma beratus langkah dari guest house pemerintah tempat Kalla dan keluarga menginap di pusat kota negeri Nordic ini, sebuah kehangatan dicoba ditebar. Di sini dirancang sebuah pertemuan informal, jamuan santap malam, antara Wakil Presiden Jusuf Kalla dan para petinggi Gerakan Aceh Merdeka atau GAM, Jumat dua pekan lalu. Semua diplomat negara tetangga, pengusaha, dan puluhan wartawan diundang untuk menyaksikan momen penting ini.
Kalla dan rombongan datang lebih awal. Tepat pada jam yang ditentukan, tiga tamu yang dinanti itu tiba. Dialah Malik Mahmud, Perdana Menteri GAM, Menteri Luar Negeri Zaini Abdullah, keduanya ditemani seorang asisten. Mereka bersalaman, menepuk bahu, berbasa-basi menanyakan kabar, lalu berbincang sejenak. Senyum Kalla terus mengembang, namun mimik Malik dan Zaini sedikit tegang. ”Nanti sajalah, masih banyak yang harus diselesaikan,” kata Malik ketika hendak diwawancarai Tempo.
Dentingan sendok di bibir gelas koktail memecahkan suasana. Duta Besar Iris Indira Murti membuka acara. Kalla, yang diminta memulai, menyilakan Malik bicara duluan. ”Kini tak ada lagi orang asing di antara kami. Ini soal orang Aceh untuk Aceh,” kata Malik, suaranya terdengar parau. Mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari, yang berperan besar menengahi lima putaran perundingan RI-GAM di Helsinki, ikut gembira. ”Sebagai proses awal, boleh dibilang semuanya berjalan sukses,” kata Martti. PM Finlandia Matti Vanhanen ikut hadir. Mereka lalu bersulang demi damai di Aceh. Acara diakhiri dengan mencicipi jajan pasar, sate, dan soto ayam, dengan minuman ringan dan anggur berkelas yang khusus disediakan di sudut ruangan.
Hasan Tiro? Tokoh pendiri GAM berusia 84 tahun yang bermukim di Stockholm, Swedia, itu tak bisa menemui Kalla. ”Beliau sakit, kena stroke dua kali, apalagi cuaca buruk di Helsinki sehingga tak bisa datang. Tapi beliau menangis terharu,” kata Farid Husein, utusan khusus Kalla yang mengirimkan surat undangan. ”Dia (Hasan Tiro) mengerti kalau diajak bicara, tapi susah payah melisankannya. Namun, dia senang dengan kesepakatan damai ini,” kata Juha Christensen kepada Tempo. Juha, dulunya pebisnis kapal dan alat kesehatan, dan Farid, ahli bedah, adalah dua penghubung yang menjembatani kontak Jakarta-Helsinki-Stockholm. ”Kami ini cuma penghubung, semuanya di-remote Pak Kalla,” kata keduanya.
Pertemuan dilanjutkan esok paginya. Kali ini Martti Ahtisaari menjadi tuan rumah dan moderator, bertempat di vila Konigstedt Manor, sekitar 30 kilometer di pinggiran Kota Helsinki, yang dihiasi dengan mebel dan lukisan antik, di sekitar Danau Vantaa dan perbukitan pinus bersalju. ”Tak ada yang perlu dinegosiasikan lagi. Kami cuma mengevaluasi setelah lima bulan nota damai diteken,” kata Martti. Ada sedikit bahasan soal amnesti dan partai lokal. Sedangkan ihwal pelucutan senjata, demobilisasi, dana paket reintegrasi, juga disinggung dalam pertemuan yang diset dengan meja berbentuk huruf U ini. ”Mereka sekaligus melakukan napak tilas perundingan bersejarah itu,” kata Juha Christensen, yang kini bekerja di Aceh Monitoring Mission (AMM).
Pertemuan ini jelas penting. Inilah pertama kalinya orang terpenting kedua dari pihak yang bertikai dan baku bunuh selama 30 tahun, yang mengakibatkan ribuan nyawa melayang di negeri Nanggroe Aceh Darussalam, akhirnya bertatap muka. Kalla sejauh ini cuma memonitor dari jauh—dari balik ponsel Nokia Communicator-nya—perundingan damai yang diteken 15 Agustus tahun lalu. ”Saya lega, selama ini cuma kontak telepon dan kontak batin,” kata Kalla. Ia mengaku sering tidur hingga dini hari, membaca draf perundingan via faksimile, sambil membaca surat Yasin berpuluh kali atas saran seorang mursyid tarekat dari Amerika Serikat.
Perundingan itu bukannya tanpa aral. Suara Jakarta terbelah. Sejumlah pensiunan jenderal TNI dan Polri pernah menggalang pertemuan untuk menolak hasil kesepakatan Helsinki. Mantan Wakil Kasad, Kiki Syahnakri, memimpin pertemuan di Hotel Hilton, Jakarta, pertengahan September tahun lalu. Ada pula mantan Kepala BAIS Ian Santoso Perdanakusumah, mantan Wakil Pangab Letjen Fachrul Rozi, bekas Panglima Kostrad Letjen Bibit Waluyo, bekas Menteri Dalam Negeri Surjadi Soedirdja. Dari DPR, Fraksi PDI Perjuangan dan PKB juga getol mengkritik. Nota damai itu dianggap merugikan Republik dan justru melahirkan Aceh merdeka akhir 2006.
Namun, pemerintah jalan terus. Nota kesepahaman tetap dilaksanakan. Pasukan tempur TNI yang non-organik pelan-pelan ditarik mundur sesuai dengan kesepakatan. Ribuan senjata GAM, baik yang standar maupun rakitan, sudah dipatahkan di bawah pengawasan Aceh Monitoring Mission, yang tugasnya diperpanjang hingga pertengahan Juni mendatang. Muzakkir Manaf, Panglima Tertinggi GAM, juga sudah membubarkan tentaranya pada 27 Desember lalu. Presiden Yudhoyono juga bertandang ke Banda Aceh, akhir Desember lalu, bersilaturahmi dengan ulama, tokoh masyarakat, sebagai pertanda ”situasi aman dan terkendali”.
Maka, Kalla pun memulai babak baru. Ia lalu berkunjung ke Brussels, Belgia, bersama sekitar 80 anggota rombongan, untuk berterima kasih kepada para pemimpin Uni Eropa yang berperan menengahi—diselingi acara melayat Emir Kuwait, Syaik Jaber al-Ahmad al-Jaber al-Sabah, yang mangkat pertengahan Januari lalu. Di Brussels, Kalla bertemu Sekjen Dewan Uni Eropa, Javier Solana. Di sini dicapai kesepakatan bahwa tugas AMM diperpanjang tiga bulan terhitung medio Maret ini, namun dengan jumlah personel yang dipangkas. Dari sini, rombongan bertolak ke Helsinki.
Masih ada soal yang menggantung: amnesti dan partai lokal. Seusai pertemuan di Konigstedt Manor, Malik Mahmud, Zaini Abdullah, Tgk. Muhammad, dan Irwandi Yusuf—dua yang terakhir ikut rombongan Wakil Presiden dari Jakarta—menggelar konferensi pers di Kementerian Luar Negeri di Helsinki. Mereka berharap agar semua bekas personel GAM diberi amnesti tanpa syarat. Namun, RI bersikap lain. ”Amnesti cuma untuk tahanan politik. Tapi kalau kriminal, kasus ganja misalnya, tetap diproses secara hukum,” kata Kalla.
Partai lokal masih tertunda. Cuma, untuk pemilihan bupati dan gubernur yang akan datang, eks GAM boleh ikut mencalonkan dari kandidat independen. Cuma masalahnya bergantung pada RUU Pemerintahan Aceh yang tengah digodok di DPR. Diharapkan, perundangan itu kelar Maret tahun ini. ”Lalu, Juni atau selambatnya Juli, pilkada bisa dilaksanakan,” kata Kalla. Kandidat perorangan ini diusulkan cuma sekali ini saja. Namun, ”Saya akan memperjuangkan agar calon independen ini bisa seterusnya. Kalau mau berdemokrasi, mesti basah sekalian,” kata Irwandi Yusuf kepada Tempo.
Martti Ahtisaari mengakhiri jumpa pers dengan rasa gembira. Malik, Zaini, Tengku Muhammad, dan Irwandi langsung cabut ke Stockholm. Kalla dan rombongan terbang ke Tokyo untuk pelbagai kunjungan dengan PM Koizumi, para tokoh Partai Demokrat Liberal (LDP), dan bernegosiasi dengan sejumlah sogo-sosha. Di pesawat terbang komersial, Kalla tak henti bicara kisah di balik perdamaian. Ia melepas dasi merahnya (yang sering dipakai sebagai pertanda gembira), melepas satu kancing baju, lalu melinting kemeja putih lengan panjangnya.
Ia lalu menjadi pusat kerumunan di kelas bisnis. Ia serius menyimak foto-foto di laptop Juha Christensen ketika utusan khusus ini menelusup ke hutan, bertemu tokoh GAM, hingga duduk berdekatan dengan Hasan Tiro. Di tengah senda-gurau dan adu joke, saat layar pesawat memutar adegan percintaan di film Good Woman, Kalla berbisik. ”Ssttt stop dulu, coba liat tuh filmnya bagus,” katanya. Semua terbahak.
Begitu transit di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Kamis petang pekan lalu, ia mengisyaratkan kerja keras berikutnya: menginspeksi imigrasi.
Wahyu Muryadi (Helsinki)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo