Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ketika Rapor Merah Jokowi Berlanjut ke Prabowo

Masyarakat sipil mencatat sederet dosa pemerintahan Jokowi. Mereka pesimistis pemerintahan Prabowo dapat menuntaskannya.

20 Oktober 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Joko Widodo dan Presiden Terpilih 2024–2029 Prabowo Subianto (kanan) mengikuti upacara penganugerahan medali kehormatan keamanan dan keselamatan publik Loka Praja Samrakshana di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, 14 Oktober 2024. ANTARA/Muhammad Adimaja

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BARISAN Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) batal mengarak Joko Widodo dari Jakarta ke Solo, Jawa Tengah, setelah pelantikan Prabowo Subianto sebagai presiden 2024-2029. Padahal anggota Bara JP sudah bersiap mengarak kepulangan Jokowi. Tapi mantan Wali Kota Solo itu menolaknya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Bara JP, Utje Gustaaf Patty, mengatakan semula Jokowi akan pulang ke Solo lewat jalan darat diiringi tim pendukungnya. Tapi Jokowi menolak karena khawatir akan mengganggu agenda pelantikan Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Beliau sampaikan tak mau menjadi sorotan. Makanya memilih naik pesawat komersial,” kata Utje, Sabtu, 19 Oktober 2024. 

Jokowi akan pulang ke Solo menggunakan maskapai penerbangan Citilink dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Sebelum memilih Citilink, Jokowi ditawari menggunakan pesawat TNI Angkatan Udara. “Namun Beliau enggan,” kata Utje. 

Utje mengatakan Jokowi akan beristirahat beberapa pekan di sana setelah tak lagi menjadi presiden. Lalu mantan Gubernur Jakarta itu akan bersafari ke berbagai daerah. 

Di Solo, pemerintah kota setempat berbenah menyambut kedatangan Jokowi. Pemerintah Solo memerintahkan Camat Banjarsari dan Laweyan serta beberapa lurah memasang spanduk, baliho, dan videotron di sepanjang jalan, dari Bandara Adi Soemarmo hingga kediaman Jokowi di Kelurahan Sumber. Pemerintah Kota juga meminta mereka mengerahkan masyarakat dan aparatur sipil negara untuk berjajar di sepanjang jalan yang akan dilintasi Jokowi.

Kepala Bagian Protokol, Komunikasi, dan Administrasi Sekretariat Daerah Kota Solo, Sulistyarini, mengatakan konteks penyambutan itu sesungguhnya sederhana. “Istilahnya, kami sebagai orang Solo ingin menjaga tradisi, di antaranya nanti ada prosesi pasrah-tinampi atau lepas-sambut," ujarnya.

Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, mengatakan Istana memang menyiapkan pelbagai skenario kepulangan Jokowi. Tapi Jokowi memilih pulang lewat jalur udara. Ari belum memastikan Jokowi akan pulang ke Solo menggunakan pesawat komersial atau pesawat TNI Angkatan Udara. 

“Nanti kami lihat, ya, bagaimana Beliau akan kembali ke Solo,” ujarnya, Jumat, 18 Oktober 2024.

Pengunjung melihat karya foto dalam pameran foto dan buku yang menggambarkan perjalanan Joko Widodo sejak menjabat Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga masa akhir periode kedua sebagai presiden, di Galeri Foto Jurnalistik Antara, Antara Heritage Center, Jakarta, 11 Oktober 2024. ANTARA/Fauzan

Satu hari sebelum pergantian presiden, Jokowi menggelar makan siang bersama anggota kabinetnya. Ia lantas berpamitan dan meminta maaf kepada para menterinya tersebut. “Saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas dukungan, atas kerja keras untuk negara ini," kata Jokowi. 

Jokowi sudah berulang kali mengucapkan permintaan maaf setelah Prabowo dan Gibran ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden 2024-2029. Ia mengucapkannya dalam setiap kegiatan atau kunjungan kerjanya di berbagai daerah. Misalnya saat bersafari ke Nusa Tenggara Timur pada 2 Oktober 2024.

Koalisi masyarakat sipil menilai wajar Jokowi berulang kali meminta maaf menjelang lengser. Mereka menganggap permintaan maaf tersebut sebagai bentuk pengakuan atas berbagai kekeliruannya selama sepuluh tahun menjadi presiden.

Masyarakat sipil memiliki catatan rapor merah atas sepuluh tahun pemerintahan Jokowi. Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Dimas Bagus Arya, mengatakan lembaganya telah merangkum rapor merah pemerintahan Jokowi dalam tiga buku.

“Trilogi dosa itu dalam konteks dosa demokrasi, dosa impunitas, dan dosa diplomasi luar negeri,” kata Dimas, Sabtu, 19 Oktober 2024. 

Dimas menjelaskan, dalam konteks demokrasi, pemerintahan Jokowi telah menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia dengan mempersempit kebebasan sipil. Padahal kebebasan sipil merupakan faktor penting dalam demokrasi. 

Ia menyebutkan pemerintahan Jokowi mengabaikan pentingnya kebebasan sipil. Contohnya, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang banyak terdapat pasal karet, tetap digunakan untuk membungkam kebebasan berpendapat ataupun menjerat para pengkritik kebijakan pemerintah. 

Berbagai pembuatan dan revisi undang-undang secara ugal-ugalan juga menjadi pintu masuk terjadinya kekerasan terhadap masyarakat sipil. Dimas mencontohkan saat masyarakat sipil, mahasiswa, dan buruh memprotes pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja, UU Ibu Kota Negara, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, serta revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi dan UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

“Di situ masih kental nuansa represif dan diskriminatif. Terutama ada beberapa pasal (dalam UU ITE) yang memberikan warning atas kritik terhadap institusi negara,” kata Dimas.

Ia melanjutkan, pemerintahan Jokowi juga kerap mengabaikan suara publik saat pembahasan berbagai rancangan undang-undang. Misalnya, saat pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja dan UU Ibu Kota Nusantara. Pemerintahan Jokowi juga mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyebutkan UU Cipta Kerja inkonstitusional karena tidak melibatkan partisipasi publik yang bermakna dan metode omnibus dalam pembuatan UU Cipta Kerja menyimpang dari Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Jokowi justru menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja. 

Aktivis Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan kembali menggelar aksi Kamisan ke-836 Surat Terakhir Aksi Kamisan untuk Presiden RI, di seberang Istana Merdeka, Jakarta, 17 September 2024. TEMPO/Subekti

Menurut Dimas, periode kedua pemerintahan Jokowi menjadi titik balik kemunduran demokrasi secara signifikan. Indikasinya, munculnya fenomena legalisme otokratik. Pemerintahan Jokowi menggunakan instrumen hukum untuk menjalankan agendanya. Misalnya, merevisi Undang-Undang KPK sehingga lembaga antikorupsi ini melemah.

Jokowi juga melanggengkan politik dinasti. Ia disebut-sebut ikut cawe-cawe sehingga Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu. MK, yang saat itu diketuai Anwar Usman, ipar Jokowi, mengubah ketentuan batas minimal syarat usia pencalonan sehingga Gibran memenuhi syarat sebagai calon wakil presiden. Buntut putusan MK itu, Majelis Kehormatan MK mencopot Anwar dari jabatan Ketua MK.

Dimas menuturkan demokrasi di pemerintahan Jokowi makin memburuk, yang ditandai kian maraknya tekanan terhadap kebebasan berpendapat. Kepolisian kerap menggunakan pasal karet dalam UU ITE untuk mengkriminalisasi kebebasan berpendapat. Contohnya ketika kepolisian menetapkan pegiat HAM, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, sebagai tersangka pencemaran nama atas laporan Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi.

Dimas menambahkan, pemerintahan Jokowi juga kerap menyalahgunakan fungsi aparat kepolisian dan TNI untuk mendorong pelaksanaan proyek strategis nasional (PSN). Jokowi bahkan pernah menginstruksikan kepala kepolisian daerah agar menjaga investasi di wilayahnya pada Desember 2021. Jokowi juga pernah meminta Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memecat atau memutasi kapolda yang tidak bisa mengamankan investasi di wilayahnya. 

Penyalahgunaan fungsi prajurit TNI juga tergambar jelas saat pemerintahan Jokowi melibatkan militer dalam proyek food estate atau lumbung pangan nasional. Pelibatan itu menyimpang dari fungsi TNI sebagai alat pertahanan negara. “Pembentukan komponen cadangan juga memperlihatkan pemerintahan Jokowi gagal mereformasi sektor keamanan dan pertahanan,” kata Dimas. “Pemerintahan Jokowi justru berusaha mengembalikan budaya militerisme di tengah kehidupan sipil.”

Dimas juga menyoalkan pengingkaran Jokowi terhadap penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia berat masa lalu. Jokowi justru mendorong penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu secara non-yudisial lewat Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat. 

Di samping itu, kata Dimas, pemerintahan Jokowi menambah jumlah kasus pelanggaran HAM baru. “Ada tragedi Paniai tiga bulan setelah Jokowi dilantik pada 2014. Lalu tragedi Kanjuruhan, Jawa Timur; dan peristiwa KM 50.”

Pengingkaran Jokowi terhadap penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu juga tergambar ketika dia melantik Prabowo sebagai Menteri Pertahanan dan Wiranto sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Presiden 2019-2024. Padahal kedua nama tersebut merupakan terduga pelaku penghilangan paksa aktivis 1997-1998.

Hubungan luar negeri juga tidak luput menjadi catatan merah Jokowi. Dimas mengatakan upaya diplomasi Indonesia dalam 10 tahun terakhir justru kontraproduktif dan pragmatis. Misalnya, kata dia, dalam konflik di Myanmar, Indonesia, yang saat itu menjabat Ketua ASEAN, gagal meredam krisis. Alih-alih mengecam junta militer Myanmar, Indonesia justru membiarkan badan usaha milik negara berbisnis senjata dengan junta militer. 

Konsorsium Defend ID yang terdiri atas PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara justru diduga menjual senjata ke junta militer Myanmar lewat broker True North Ltd. Kesepakatan ini terbongkar setelah adanya laporan advokat HAM Marzuki Darusman, Feri Amsari, dan Myanmar Accountability Project. 

Dalam konflik Rusia dan Ukraina, pemerintahan Jokowi juga tidak melakukan upaya progresif untuk menghentikan krisis global tersebut. Ia menganggap Jokowi hanya mempertontonkan gimik ketika bertemu dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zalensky ataupun Presiden Rusia Vladimir Putin. 

Dimas juga menganggap solidaritas pemerintahan Jokowi terhadap kemerdekaan Palestina sangat kontradiktif. “Meski Indonesia gencar menyuarakan solidaritas kepada Palestina, perdagangan Indonesia dengan Israel justru meningkat dalam lima tahun terakhir,” katanya. 

Ratusan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia dan Partai Buruh melakukan aksi demo soal lanjutan sidang uji materi Undang-Undang Cipta Kerja, di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, 17 Juli 2024. TEMPO/Subekti

Indonesia Corruption Watch (ICW) ikut mengkritik 10 tahun pemerintahan Jokowi. Staf Divisi Korupsi Politik ICW, Yassar Aulia, mencatat kerugian negara akibat kasus korupsi selama satu dekade pemerintahan Jokowi mencapai Rp 290 triliun. 

“Jokowi telah membiarkan negara ini dirampok setidaknya Rp 290 triliun oleh koruptor,” katanya, Kamis, 17 Oktober 2024. 

Yassar mengatakan kedudukan KPK melemah pada masa pemerintahan Jokowi. Ia juga mengkritik Jokowi yang membiarkan puluhan pegawai KPK yang progresif justru diberhentikan lewat tes wawasan kebangsaan. Lalu Jokowi mengabaikan rekomendasi Ombudsman RI dan Komnas HAM agar mengembalikan pegawai KPK yang dipecat tersebut. “Di era Jokowi, KPK diporak-porandakan." 

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Yuris Rezha Kurniawan, menilai merosotnya pemberantasan korupsi di era Jokowi terlihat dari melemahnya indeks persepsi korupsi. Ia mengatakan peringkat Indonesia turun dari 109 pada 2014 ke 115 pada tahun ini. “Ini menunjukkan, selama pemerintahan Jokowi, pemberantasan korupsi berjalan stagnan, bahkan relatif mundur,” ujarnya. 

Yuris menyebutkan sejumlah faktor yang menyebabkan indeks persepsi korupsi menurun. Antara lain, rusaknya independensi KPK dengan jalan merevisi Undang-Undang KPK serta pengisian pimpinan KPK dengan orang-orang bermasalah. “Praktis ini menjadikan KPK tidak memiliki taring dalam pemberantasan korupsi,” katanya. 

Indeks demokrasi di Indonesia juga menurun dalam 10 tahun pemerintahan Jokowi. Data indeks demokrasi yang dirilis The Economist Intelligence Unit (EIU) menunjukkan bahwa skor demokrasi Indonesia pada 2023 sebesar 6,53. Padahal skor demokrasi Indonesia ketika Jokowi pertama kali menjabat presiden pada 2014 sebesar 6,95. Demokrasi Indonesia selama pemerintahan Jokowi juga tidak pernah beranjak dari status demokrasi cacat atau flawed democracy.

Kondisi serupa terlihat pada indeks demokrasi kepemiluan (electoral democracy index), salah satu indeks yang mengukur demokrasi oleh V-Dem Institute. Lembaga tersebut mencatat skor indeks demokrasi kepemiluan Indonesia pada 2014 sebesar 0,669. Lalu nilainya menurun menjadi 0,541 pada 2023. 

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, belum menanggapi permintaan konfirmasi Tempo mengenai penilaian masyarakat sipil atas pemerintahan Jokowi tersebut. Sebelumnya, Ari Dwipayana mengatakan, dalam demokrasi yang sehat, lumrah terjadi perbedaan pandangan, persepsi, serta penilaian terhadap kinerja pemerintah. 

“Yang penting kita saling menghormati perbedaan pandangan yang ada,” katanya pada 25 Juni 2024. Ari mengatakan pemerintah terbuka menerima kritik ataupun dukungan terhadap jalannya pemerintahan. 

Presiden Joko Widodo bersama presiden terpilih Prabowo Subianto saat peringatan Hari Kesaktian Pancasila di Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 2024. TEMPO/Subekti

Ragu akan Kinerja Pemerintahan Prabowo

Prabowo akan mewarisi catatan buruk pemerintahan Jokowi tersebut. Prabowo dilantik sebagai presiden 2024-2029 hari ini. Namun berbagai kalangan pesimistis Prabowo dapat menyelesaikan berbagai rapor merah pemerintahan Jokowi. 

Pengajar hukum tata negara Herdiansyah Hamzah ragu Prabowo dapat mengembalikan ruang kebebasan berpendapat yang dikerdilkan oleh pemerintahan Jokowi. “Karena kita tahu masa lalu Prabowo seperti apa,” katanya, Sabtu, 19 Oktober 2024. 

Meski begitu, Herdiansyah menantang pemerintahan Prabowo agar memiliki kehendak politik untuk mengembalikan Undang-Undang KPK seperti sebelum revisi pada 2019. Tapi Herdiansyah juga pesimistis Prabowo akan melakukannya. 

Herdiansyah memprediksi pemerintahan Prabowo lebih represif karena akan berupaya menjaga stabilitas demi merealisasi program kerjanya. “Perkara-perkara yang diadvokasi akan jauh lebih sulit pada masa pemerintahan Prabowo." 

Dimas Arya juga ragu Prabowo akan mengembalikan iklim demokrasi yang dirusak oleh pemerintahan Jokowi. Sebab, dalam berbagai kesempatan, Prabowo kerap mendengungkan akan melanjutkan program Jokowi. Prabowo juga mengatakan bahwa demokrasi sangat melelahkan saat menghadiri Mandiri Investment Forum di Jakarta pada 5 Maret 2024. 

“Dari situ kita bisa menangkap secara tersirat bahwa ada vitalitas pemimpin yang tidak siap dengan iklim demokrasi modern,” kata Dimas. “Kami juga ragu akan ada perbaikan situasi. Paling banter atau paling bagus adalah stagnasi. Tapi yang paling parah adalah penurunan drastis iklim demokrasi.”

Dalam berbagai kesempatan, Prabowo menegaskan akan langsung menunaikan janji kampanyenya setelah dilantik sebagai presiden. Sesuai dengan visi-misinya, program kerja Prabowo itu di antaranya swasembada pangan, energi, dan air; penyempurnaan sistem penerimaan negara; reformasi politik, hukum, dan birokrasi; pencegahan dan pemberantasan korupsi; pemberantasan kemiskinan; pemberantasan narkoba; penguatan pendidikan; penjaminan pelestarian lingkungan hidup; serta keberlanjutan pembangunan IKN.

Politikus Partai Gerindra, Supratman Andi Agtas, mengatakan Prabowo berpesan kepada calon anggota kebinetnya dalam acara pembekalan agar menggunakan APBN untuk kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat. "Beliau minta untuk tidak mencoba-coba memanfaatkan APBN untuk kepentingan diri sendiri," kata Menteri Hukum dan HAM dalam kabinet Jokowi ini.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Andi Adam Faturahman, Sukma Kanthi Nurani, Daniel Ahmad Fajri, Ervana Trikarinaputri, dan Faisal Javier berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus