HARI-HARI menjelang Bulan Puasa atau sesudah Lebaran, 5 propinsi
akan mendapat gubernur baru. Kelimanya adalah Sumatera Selatan,
Kalimantan Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Sulawesi
Tengah. Kesibukan masing-masing DPRD menggodok calon-calon
mereka mulai terlihat sejak awal bulan ini.
Para calon itu adalah untuk menggantikan H. Asnawi Mangku Alam
di Sumatera Selatan, ir. R. Sylvanus di Kalimantan Tengah,
Sukarmen di Bali, Wasitakusuma di NTB dan A.M. Tambunan di
Sulawesi Tengah. Di antara kelima gubernur yang segera akan
diganti itu, Tambunan adalah satu-satunya yang hanya melewati
satu kali masa jabatan. Empat lainnya masing-masing telah
melampaui 2 kali masa jabatan.
Selain Sumatera Selatan, 4 propinsi lainnya masing-masing
mengajukan 4 orang calon, untuk disahkan Menteri Dalam Negeri.
Sumatera Selatan sendiri mengusulkan 5 orang calon hasil godokan
DPRD-nya setelah menyingkirkan 7 orang calon lainnya yang
dianggap tak memenuhi syarat. Tapi berbeda dengan ke-4 propinsi
lainnya, calon-calon yang dimajukan DPRD Sumatera Selatan,
ternyata kemudian menimbulkan masalah begitu disampaikan kepada
Menteri Dalam Negeri pekan pertama bulan ini.
Kodam IV/Sriwijaya
Sumber-sumber TEMPO di Departemen Dalam Negeri menyebutkan bahwa
dari 5 orang calon gubernur Sumatera Selatan itu, 3 orang di
antaranya telah ditolak oleh Mendagri. Ketiga-tiganya
purnawirawan ABRI. Alasan penolakan Mendagri, karena ketiganya
tak mendapat izin (restu) dari pihak Hankam. Sebab, kata sumber
tadi, meskipun mereka tak aktif lagi sebagai anggota ABRI, tapi
mereka tetap disamakan statusnya sebagai ABRI aktif. Yaitu
membawa misien ABRI.
Sedangkan "sesuai ketentuan calon gubernur yang berasal dari
ABRl hanya satu orang bagi setiap daerah" -- begitu dikatakan
Mendagri Amirmachmud kepada pers 2 pekan lalu. Oleh karena itu
dari ke-5 calon tadi, Mendagri hanya menyetujui 2 orang calon:
seorang dari unsur ABRI (purnawirawan) dan seorang sipil.
Tapi karena ketentuan Undang-Undang, calon yang dimajukan
hendaklah sekurang-kurangnya 3 orang, maka para pimpinan DPRD
Sumatera Selatan yang boyong ke Jakarta waktu pengajuan
calon-calon itu, sibuk juga untuk mencari tambahan seorang
calon. Sumber TEMPO di Palembang menyebutkan, bahwa setelah para
pimpinan DPRD itu berapat di sebuah hotel di Jakarta dan
menelepon Palembang berkali-kali, didapatlah seorang calon
tambahan. "Si calon tambahan itu kelihatannya sudah lama
mempersiapkan diri," tutur sumber TEMPO di Palembang, "sehingga
begitu terdengar diperlukan calon pendamping, ia buru-buru
menyodorkan diri lengkap dengan segala persyaratan."
Menurut Pembantu TEMPO di Palembang, tentu saja ketiga calon
yang ditolak Mendagri tadi merasa kecewa terhadap pihak DPRD
Sumatera Selatan. Seorang dari calon yang ditolak itu "merasa
dijebak DPRD, karena jika seorang purnawirawan ABRI masih
memerlukan izin dari Hankam, mengapa syarat itu tak diminta
sebelumnya oleh DPRD?" Tapi dari salah seorang pimpinan DPRD
didapat penjelasan, bahwa soal itu jauh sebelumnya memang sudah
ditanyakan kepada pihak Kodam IV/Sriwijaya secara resmi. "Tapi
jawaban resmi dari Kodam menyebutkan bahwa untuk pencalonan itu
seorang purnawirawan ABRI tak perlu mendapat izin dari Hankam,"
tutur pimpinan DPRD itu.
Ternyata jawaban Kodam IV/Sriwijaya itu berbeda dengan ketentuan
yang ada di Jakarta. Apakah karena pihak Kodam tak mengetahui
adanya ketentuan itu? Tak jelas. Tapi kejadian itu cukup
mengherankan juga.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini