Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kwik dan Oposisi Loyal
Majalah TEMPO edisi 10-16 Mei 2004 memuat wawancara dengan Kwik Kian Gie. Seperti biasa, Kwik membuat pernyataan ?heroik?. Pernyataan ?heroik? tersebut dikatakannya sebagai sikap yang ?jujur?.
Mungkin tidak sedikit orang yang kagum pada pernyataan-pernyataan ?heroik? cermin ?kejujuran? dari Kwik. Termasuk tentunya pernyataannya secara terbuka yang dikutip luas oleh media massa mengenai berbagai kelemahan kabinet dan partainya sendiri, PDI Perjuangan.
Kejujuran memang merupakan salah satu nilai keutamaan yang memang harus menjadi pegangan hidup kita semua. Namun, membuat pernyataan publik mengenai apa yang terjadi di kabinet dan partainya bukanlah nilai keutamaan. Sebab, bukan hanya kejujuran yang dipertontonkan, tapi juga apa motif Kwik membuat pernyataan publik yang sebaiknya menjadi konsumsi privat tersebut. Tidak cukupkah ia berdiam diri bila ditanya ?apakah ibunya seorang pelacur??.
Dalam hidup berorganisasi, dikenal prinsip oposisi loyal yang berarti silakan beradu argumentasi??adu jotos? kalau perlu?namun, setelah keputusan dibuat, seseorang harus loyal untuk mendukung keputusan yang tidak disetujuinya tersebut. Atau, kalau masih tidak setuju, seyogianya keluar seperti yang diperlihatkan Sophan Sophiaan dengan keluar dari DPR/MPR. Sophan tidak membuat pernyataan publik yang mendiskreditkan Megawati, rekan-rekannya di DPR/MPR, maupun partainya.
Saya yakin lebih banyak orang yang menghargai sikap oposisi loyal yang diperlihatkan Sophan Sophiaan, tokoh PDIP yang menurut saya tidak kalah jujurnya dari Kwik. Bukti penghargaan kepada Sophan, ia sempat dipertimbangkan untuk menjadi calon wakil presiden salah satu partai besar.
Hadi Satyagraha
Jalan Petamburan RT/RW 001/004
Jakarta Pusat
Limbah Kilang Balongan
BERITA tentang menumpuknya limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) di Kilang Minyak Balongan, Jawa Barat, terus terang membuat saya terheran-heran. Ini menunjukkan bahwa Kilang Balongan tidak memiliki sistem penanganan limbah. Padahal perusahaan ini sudah mengantongi ISO 14000.
Tentang limbah minyak, mungkin Kilang Balongan perlu mencontoh Caltex, Duri, Riau. Perusahaan ini telah melakukan pembuangan limbah dalam perut bumi melalui sumur-sumur minyak tua. Limbah minyak dimasukkan ke dalam tanah melalui sumur-sumur minyak tua dengan cara disuntikkan. Menurut dia, dengan dibuang di bawah tanah pada kedalaman yang dalam (jauh di bawah zona air tanah), limbah minyak tidak akan mencemari lingkungan di atas maupun di bawah tanah.
Kalau Caltex sudah melakukan pembuangan limbah yang aman seperti itu, mengapa Pertamina, yang merupakan perusahaan milik negara, justru menumpuk limbahnya dan membahayakan lingkungan?
Saya, sebagai anggota masyarakat yang peduli terhadap lingkungan, mengimbau kepada perusahaan-perusahaan untuk lebih memperhatikan dan peduli terhadap pengelolaan dan pembuangan limbahnya. Dengan lingkungan yang bersih, tentu hidup akan lebih sehat dan bahagia.
Sudrajat
Kelurahan Bantarjati
Bogor, Jawa Barat
Wajah Wakil Kita
Komisi Pemilihan Umum sudah selesai membagi perolehan kursi untuk tiap-tiap partai politik, baik untuk DPR, DPRD I, maupun DPRD II. Data KPU menunjukkan 70 persen anggota DPR yang terpilih merupakan muka-muka baru. Luar Biasa!
Akan ada perubahan dengan hadirnya sebagian besar ?kumpulan orang hebat? itu? Tunggu dulu! Untuk menjawabnya, kita harus melihat track-record, motivasi, misi dan visi tiap anggota yang baru terpilih. Apakah mungkin seorang wakil rakyat dapat memperjuangkan rakyat bila untuk meraih kursi saja mereka harus menjual tanah dan mengeluarkan dana yang tidak sedikit? Nah, setelah menjadi anggota legislatif, tentu yang dipikirkan adalah bagaimana mengembalikan modalnya.
Politik seharusnya dijadikan sebagai gerbang untuk melakukan perubahan dan memperjuangkan idealisme. Tapi, ironisnya, yang terjadi justru sebaliknya. Politik sudah dijadikan sebagai ajang bisnis dan demi mendapatkan status atau pekerjaan. Sehingga, jamak kita lihat seorang pengusaha yang bangkrut beralih profesi muncul jadi calon anggota legislatif. Seorang karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja kemudian mencari jalan menjadi calon anggota legislatif. Bahkan seorang profesional yang merasa pendapatannya pas-pasan pun dengan penuh percaya diri mendaftarkan diri sebagai calon legislatif dari parpol gurem. Maka, tidaklah mengherankan apabila dunia politik kita diwarnai oleh politisi-politisi oportunis!
Nur Rohim
Kelurahan Sumber Bening, Kecamatan Selupu Ranjang, Rejang Lebong
Pemakaian Sabuk Pengaman
SAYA mengusulkan agar pemerintah meninjau kembali berlakunya Undang-Undang Lalu-Lintas yang mewajibkan setiap pengemudi menggunakan sabuk pengaman. Alasannya, aturan tersebut sangat digeneralisasi dan hanya mengadopsi mentah-mentah aturan lalu-lintas di luar negeri.
Selama ini polisi menyatakan bahwa penggunaan sabuk pengaman adalah demi menekan angka kecelakaan lalu-lintas. Pertanyaannya, adakah kecelakaan di dalam kota (kecepatan maksimum 40 km per jam) yang diakibatkan pengemudi dan penumpang yang duduk di depan tidak menggunakan sabuk pengaman? Bagaimana dengan mobil canggih yang sudah dilengkapi fasilitas ?air bag?, apakah prasyarat sabuk pengaman masih diperlukan?
Kondisi mobil dan ruas jalan di negara kita sangat berbeda jauh dengan di luar negeri. Di luar negeri, ruas jalan sangat lebar dan aspalnya halus sehingga pengendara dapat memacu mobil dengan kecepatan di atas 80 km per jam.
Yang lebih penting lagi, aturan tersebut sangat rentan dengan ?penyuapan terhadap polisi?. Pengendara dan penumpang akan sangat mudah diketahui petugas bila tidak menggunakan sabuk pengaman. Lain halnya bila pengemudi tidak membawa SIM atau STNK, ia akan sulit dikenali petugas.
Saya tetap setuju penggunaan sabuk pengaman, tapi hanya untuk kondisi jalan yang memungkinkan mobil berjalan dengan kecepatan minimum 60 km per jam dan untuk perjalanan luar kota saja. Sedangkan untuk lalu-lintas dalam kota, tidak perlu. Alasannya sederhana, karena aturan tersebut dapat menjadi sumber korupsi polisi!
Subagiyo
Nglarang, RT/RW 04/28
Kelurahan Triharjo, Kecamatan Pandak
Bantul, Yogyakarta
Calon Presiden dan Aspirasi Rakyat
ENAM pasang calon presiden dan wakil presiden yang akan berlaga pada 5 Juli 2004 telah muncul. Kini mencuat sebuah pertanyaan: sesuaikah mereka dengan aspirasi rakyat Indonesia? Jawabannya bisa beragam. Namun ada satu hal yang terpenting: pemilihan presiden dan wakil presiden yang dilakukan secara langsung merupakan yang pertama kali dalam sejarah republik ini sejak berdiri pada 1945.
Para calon, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, disodorkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Partai politik yang bisa mencalonkan pun harus memenuhi persyaratan, yakni sekurang-kurangnya memiliki tiga persen dari jumlah kursi DPR atau lima persen dari perolehan suara sah secara nasional hasil Pemilu 2004.
Proses pencalonannya dilakukan oleh internal partai politik dengan beragam cara. Ada yang lewat konvensi, melalui rapat pimpinan nasional, atau lewat rapat kerja nasional. Pengurus partai bisa berdalih bahwa figur yang dicalonkan telah berdasarkan aspirasi yang berkembang di rakyat. Tapi, sebagai sebuah proses politik, hal itu tidak bisa terlepas dari politisasi. Politisi sering berujar mengatasnamakan rakyat.
Karena itu, untuk masa mendatang, perlu dibuatkan aturan main yang menggariskan calon presiden dan calon wakil presiden mesti figur yang benar-benar lahir dari aspirasi rakyat, bukan dari kalangan elite. Masih ada waktu bagi pasangan Megawati-Hasyim Muzadi, Hamzah Haz-Agum Gumelar, Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, Wiranto-Salahuddin Wahid, Amien Rais-Siswono Yudho Husodo, dan Abdurrahman Wahid-Marwah Daud untuk berbuat yang terbaik bagi rakyat. Mampukah mereka?
Aryo Setyaki
Jalan Kemuning Raya 66-A
Pasar Minggu, Jakarta Selatan
Calon Presiden Wiranto (1)
BANYAK tuduhan dilimpahkan kepada Jenderal Purnawirawan Wiranto, calon presiden hasil konvensi Golkar. Dia dituding melakukan pelanggaran berat hak asasi manusia, tidak hanya di Timor Timur, tapi juga dalam kerusuhan Mei 1998. Tuduhan semacam itu akan mengganggu pencalonannya untuk maju dalam pemilihan presiden 5 Juli mendatang.
Melihat hal itu, Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tandjung meminta Wiranto mengklarifikasi berbagai tuduhan itu. Langkah ini perlu agar citra Wiranto dan Partai Golkar yang memayunginya tidak merosot di mata publik. Kalau tidak ada klarifikasi, bisa saja opini tidak berpihak pada Wiranto. Sebab, dalam politik, opini atau citra itu menentukan.
Saya setuju dengan apa yang diusulkan Akbar Tandjung terhadap calon presiden Wiranto untuk mengklarifikasi berbagai kasus, baik kerusuhan Mei 1998 maupun kekerasan di Timor Timur. Selain itu, hendaknya Wiranto mempertimbangkan lebih dulu keinginannya maju dalam pemilihan presiden sebelum apa yang dituduhkan banyak kalangan terhadapnya sebagai pelanggar berat hak asasi manusia menjadi jelas. Bila ini tidak dilakukan, ketika ia menjadi presiden, hal itu akan menghambat kinerjanya.
Angga Pangestu
Jalan Ahmad Yani
Purwokerto
Calon Presiden Wiranto (2)
BERBAGAI seminar dan diskusi telah diselenggarakan sehubungan dengan peluang pasangan calon presiden dan wakil presiden yang akan bersaing pada 5 Juli mendatang. Wiranto dan tim suksesnya diprediksi tidak akan mampu menghalau serangan kasus pelanggaran hak asasi manusia. Tapi ada kemungkinan Wiranto maju ke putaran kedua pemilihan presiden.
Hermawan Sulistyo (pengamat politik LIPI) mengatakan, secara politik, posisi Wiranto saat ini sangat kritis karena diserang bertubi-tubi terkait dengan kasus pelanggaran hak asasi manusia, dari kasus Timor Timur, Trisakti, hingga Semanggi I dan II.
Kemudian diembuskan pula isu militerisme. Dalam berbagai demonstrasi, mahasiswa telah meniupkan isu tersebut. Bagaimanapun, eksistensi militer masih menyisakan trauma yang dalam bagi masyarakat Indonesia.
Zhasa Yulianto
Koordinator Forum LSM Cirebon
Jalan Ahmad Yani 49
Cirebon, Jawa Barat
Sikap Purnawirawan ABRI
SIKAP politik Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan Polri (Pepabri) yang mendukung calon presiden dari purnawirawan TNI sungguh diskriminatif dan tidak proporsional. Walaupun dalam kenyataannya Pepabri menyerahkan pilihan kepada nurani anggotanya masing-masing, pernyataan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Pepabri I G.M. Putera Astaman tersebut, jika dicermati, sungguh pilih kasih. Secara tersirat, ia memandang sebelah mata kader pemimpin nasional yang berlatar belakang sipil.
Acara bertajuk ?Silaturahmi Keluarga Besar Pepabri? beberapa waktu lalu sungguh menarik. Hadir dalam acara tersebut hanya dua calon presiden, Jenderal TNI Purn. Susilo Bambang Yudhoyono dan Jenderal TNI Purn. Wiranto. Keduanya dalam acara tersebut menyampaikan visi dan misinya. Dalam kesempatan tersebut, tidak dibahas dukungan untuk calon wakil presiden Agum Gumelar, yang maju berpasangan dengan Hamzah Haz dari Partai Persatuan Pembangunan.
Pepabri seharusnya bersikap netral terhadap semua calon presiden dan calon wakil presiden dengan tidak hanya memberikan dukungan kepada kader pensiunan militer. Di kalangan sipil pun banyak kader yang berkualitas. Sebagai ormas nonpolitik yang menjadi wadah orang-orang sepuh, sudah saatnya para pengurus Pepabri lebih mengutamakan upaya memperjuangkan kesejahteraan anggotanya yang sudah purnawirawan. Para pengurus Pepabri sebaiknya tidak menyeret organisasinya masuk ke wilayah politik praktis.
Letkol Purn. Poerwo
Sapoetro Wigoeno
Jalan H. Machfud 33
Cirebon
Masalah Jalan Dago-Lembang
Saya seorang warga Lembang, kabupaten Bandung. Mobilitas saya hampir tiap hari pulang pergi ke Bandung dengan melintasi jalan utama Setiabudi maupun jalur-jalur alternatif Bandung-Lembang, antara lain: Cihideng-Sersan Bajuri, Cihideung-Geger Kalong, Dago Bengkok-Cikidang dan Dago Bengkok-Pagerwangi.
Di waktu luang seringkali saya berolahraga dengan menyusuri hutan Juanda dari Maribaya ke Dago melalui berbagai lintasan, baik jalur Tahura-Goa Jepang, jalur desa Sekejolang maupun jalur desa Mekarwangi. Dengan pengetahuan medan yang saya kuasai, ingin rasanya saya memberitahukan kepada Gubernur Danny Setiawan dan wakilnya Nu?man Abdul Hakim yang entah apa alasannya ngotot hendak membangun jalan alternatif Dago-Lembang dengan melalui Hutan Raya Juanda. Pendapat saya sebagai berikut.
Pertama, Hutan Raya Juanda adalah termasuk kawasan lindung sesuai dengan Undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi alam. Dengan menyimak pasal 33 ayat 3 maka siapa saja yang melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi hutan raya bisa dijerat dengan pidana penjara maksimal lima tahun dan denda Rp. 100 Juta. Nah, rencana Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat membuat jalan raya menembus kawasan lindung hutan raya, jelas tidak sesuai dengan fungsi pemanfaatan kawasan konservasi, maka kegiatan itu melanggar undang-undang.
Kedua, salah besar jika alasan pembangunan jalan alternatif Dago-Lembang dianggap sebagai solusi masalah kemacetan di jalan Setiabudi (dikarenakan jalur ini sudah tidak mampu menampung beban kendaraan). Karena jalur Setiabudi tidak selalu macet kecuali pada hari libur. Pada hari biasa memang kemacetan kadang terjadi. Itu pun dikarenakan tersumbatnya jalan oleh lalu lalang angkot di terminal Ledeng dan terminal bayangan di Geger Kalong Girang. Pada hari libur sumbatan di terminal tentunya mengakibatkan kemacetan yang panjang karena volume kendaraan meningkat berkat ?sumbangan? mobil-mobil dari Jakarta yang hendak pesiar ke kota Bandung.
Intinya, bukan badan jalan yang tak cukup menampung kendaraan, terbukti setelah terminal Ledeng, jalur Setiabudi-Lembang tetap lancar. Sebagai perbandingan, di Jakarta tepatnya di kawasan Cawang, jalan yang sedemikan lebar kerap macet karena dipakai sebagai terminal bayangan oleh angkot dan bis-bis kota.
Ketiga, jika alasan pembukaan jalur alternatif akan memudahkan akses bagi warga Jakarta yang akan menuju Bandung melalui jalur Subang-Lembang, maka argumen ini salah besar juga. Mengapa? Karena dengan selesainya jalan tol Cikampek-Padalarang tahun depan, dipastikan sebagian besar warga Jakarta yang hendak ke Bandung akan memilih jalur bebas hambatan ini. Siapa orang yang mau repot-repot melalui jalur Lembang yang meliuk-liuk itu kecuali yang memang bertujuan datang ke Lembang. Dan itupun tidak akan sebanyak wisatawan yang menikmati liburannya di kota Bandung.
Keempat, jika alasan pembangunan jalan Dago-Lembang untuk kepentingan rakyat banyak. Rakyat yang mana? Rakyat Sekejolang kah? Rakyat Maribaya? Rakyat spekulan tanah? Atau rakyat pengembang yang siap membuka lahan untuk perumahan? Warga Lembang tidak akan menjadi miskin karena tak dibangunkan jalur alternatif. Tapi semua masyarakat akan sengsara jika hutannya dibabat. Ancaman longsor, banjir dan kekeringan bukan isapan jempol. Contohnya beberapa minggu lalu di ruas Jalan Dago Atas terjadi longsor yang menutup badan jalan. Hal ini membuktikan bahwa kondisi tanah di kawasan perbukitan Dago sangat labil. Untungnya bencana ini gaungnya kecil karena tidak menelan korban jiwa. Tetapi jika saja datang bencana yang lebih serius seperti di Cililin tempo hari, kira-kira sanggupkah pak Danny dan pak Nu?man bertanggung jawab?
Kelima, jika pak Danny dan Pak Nu?man ingin melakukan sebuah pembangunan biasakanlah berpikir menyeluruh. Argumen bahwa jalan tembus itu tidak akan diikuti dengan kemunculan bangunan dan perumahan disekelilingnya asal Pemda Kabupaten Bandung konsisten terhadap peraturan, adalah lucu. Karena tidak pernah ada track record pemerintah daerah baik di tingkat kabupaten maupun provinsi yang taat melaksanakan peraturan. Mau bukti? Ratusan hektare lahan dan kawasan perbukitan di Bandung Utara yang notabenenya adalah daerah resapan yang dilindungi oleh Perda RT/RW, kini telah beralih menjadi perumahan villa-villa mewah. Siapa yang memberi izin kalau bukan pemerintah daerah sendiri. Dan kalau para pejabat pemerintah daerah sudah kehabisan alasan untuk menjelaskan ketidakkonsistenannya maka terjadilah saling tunjuk hidung, lempar kesalahan, seperti yang terjadi sekarang.
Keenam, rencana pembuatan kawasan lindung di sebelah kanan-kiri jalan (green belt) memang secara langsung akan menutup pembangunan di pinggir jalur utama. Tetapi pembukaan akses jalan tetap akan diikuti dengan pertumbuhan lingkungan di sekitarnya. Terbukti dengan apa yang terjadi sekarang di kawasan Cibodas, Maribaya. Daerah ini memang tidak terletak di tepi jalur Dago-Lembang, tapi kini telah mulai diserbu para spekulan dan tuan tanah. Jika jalan tembus itu benar-benar terjadi, niscaya perkebunan sayur tersubur itu akan bernasib seperti Cihideung, perkebunan bunga yang telah berubah menjadi perumahan elit.
Lonjakan harga terjadi juga di daerah lainnya seperti Cikidang atau Langensari yang kelak akan menjadi wilayah lintasan bagi jalur alternatif ini. Pembangunan pemukiman dipastikan semakin menjadi-jadi di kawasan pertanian ini.
Ketujuh, jalur Dago-Lembang akan melewati terminal Dago dan Pasar Simpang yang telah menjadi titik terparah kemacetan di ruas jalan ini. Hal ini memberikan beban tersendiri bagi Pemda Kota Madya Bandung yang hingga kini tak mampu membenahi Pasar Simpang. Jika saja titik macet ini ditambah dengan masuknya arus mobil dari Lembang, niscaya akan terjadi kepadatan luar biasa melebihi dahsyatnya kemacetan di jalur Jalan Setiabudi.
Kesimpulannya, batalkan rencana pembangunan jalan itu. Apapun alasannya, pembangunan dengan membabat hutan tetaplah merusak. Kalaupun proyek ini sudah dilengkapi pengkajian dari LPPM ITB tidak berarti proyek ini otomatis sahih. Kredibilitas ITB memang tidak diragukan. Tapi dalam proyek ini ITB bisa saja bias. Karena kandidat jalur yang paling kuat sebelum jalur Tahura-Maribaya adalah jalur Bengkok-Cikidang yang jika diperlebar jalan itu bisa membabat pemukiman dosen ITB.
Kalau ingin membangun jalan untuk rakyat sebaiknya pikirkan daerah yang benar-benar memerlukannya. Seperti jalur selatan Jawa Barat yang masih terisolasi hingga kini. Dana APBD Rp 16 milyar jauh lebih bermanfaat untuk saudara-saudara kita di sana.
Zarkasih wirasutisna
Lembang, Kabupaten Bandung
RALAT
Dalam berita Majalah TEMPO Edisi 19-25 April 2004 berjudul Mengharap Garuda Terbang Tinggi, terdapat kesalahan yang mengganggu. Dalam indeks tertulis ?Mark-up di Garuda.? Yang benar adalah ?Garuda Indonesia.? Kami minta maaf atas kekeliruan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo