Kemeriahan itu sudah dimulai. Pesta lima tahunan partai politik yang jadi ajang karnaval berbagai ekspresi kaum akar rumput yang mendadak jadi perhatian kaum elite politik. Inilah saatnya ketika para politisi tiba-tiba memperhatikan rakyat dan menebar janji.
Memasuki minggu pertama musim kampanye, Maret 1982, semua kontestan—PPP, Golkar, dan PDI— tampil habis-habisan.
Ketika itu, di Lapangan Banteng, Jakarta, Golkar yang giliran kampanye sudah menyiapkan panggung besar lengkap dengan para artis dan juru kampanye. Entah bagaimana mulainya, massa mendadak merangsek mendekati panggung.
Tak bisa dicegah, panggung roboh, kepanikan merebak. Mendadak sekelompok massa masuk ke lapangan sambil meneriakkan nama sebuah partai. Mereka—sebagian anak-anak berseragam sekolah— mencabuti bendera dan aneka atribut kuning Golkar, lalu membakarnya di tengah lapangan.
Belum puas, massa yang makin beringas membakar mobil di sekitar Lapangan Banteng, lalu menjarah, melempari, dan membakar bangunan yang mereka lewati. Jakarta dilanda kepanikan. Kampanye ternodai.
Kini karnaval panjang partai peserta pemilu sudah dimulai. Masyarakat tetap cemas membayangkan datangnya musim kampanye. Harap maklum, keruwetan dan risiko rusuh tiap kampanye selalu terbayang. Juga publik harus bersiap menghadapi kemacetan lalu lintas. Kemudian kata-kata itu kembali diteriakkan: "Kapankah Pemilu Berlangsung Tertib?"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini