Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

3 Alasan Orang Tua Menyekolahkan Anak ke Pesantren

Salah satunya orang tua menyekolahkan anak ke pesantren karena tak punya cukup waktu untuk mendidik anak.

26 Juli 2022 | 19.46 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Anak-anak mengikuti kegiatan Pesantren Kilat Ramadhan di Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta, Rabu 13 April 2022. Kegiatan tersebut digelar gratis, dengan dana dari kas masjid dan sumbangan dari jamaah masjid. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pesantren menjadi salah satu lembaga yang menjadi pilihan orang tua untuk menyekolahkan anaknya. Berbagai alasan melatarbelakangi mereka menitipkan anak-anaknya ke pesantren, salah satunya karena tak memiliki cukup waktu dalam mendidik anak. "Pertama orang tua tidak punya waktu yang cukup untuk mendidik anaknya secara langsung," kata Nida Istiqomah, pengajar di Pondok Pesantren Al-Shighor, Cirebon, Jawa Barat dikutip dari laman nu.or.id pada Selasa, 26 Juli 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain itu, kata Nida, alasan lain orang tua menitipkan anaknya yang masih kecil adalah karena melihat lingkungan mereka yang kurang baik untuk perkembangan putra putrinya. "Kedua, orang tua khawatir dengan lingkungan sosialnya untuk kebaikan tumbuh kembang si anak," ujarnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Alasan terakhir adalah pendidikan di pesantren diyakini sebagai hal yang baik untuk perkembangan anak, baik secara karakter maupun pemikirannya. "Ketiga, karena meyakini proses belajar di usia SD ada di fase terbaik karenanya harus berada di tempat ideal untuk belajar. Yang ketiga ini menjadi alasan mayoritas orang tua," kata Kepala sekolah Madrasah Ibtidaiyah berbasis Pesantren Manbaul Hikmah, Pesantren Gedongan.

Nida menyampaikan bahwa pesantren merupakan rumah bagi para santri kecil, sedangkan pengasuhnya merupakan orang tuanya, dan santri-santri lain dalam pesantren adalah saudaranya. "Sebagaimana idealnya rumah, yang pertama perlu dihadirkan adalah kenyamanan melalui fasilitas. Kemudian keceriaan hadir dari interaksi mereka dengan teman santri," ujarnya.

Jumlah pengasuh dari santri, kata Nida, juga memiliki rasio lebih tinggi di pesantren untuk usia sekolah dasar. Hal ini dimaksudkan agar pengawasan dan pemberian perhatian bisa lebih optimal. Sebab, jumlah pesantren yang menerima santri usia sekolah dasar tidak banyak jumlahnya.

Nida mengatakan hal ini karena di usia SD santri butuh perhatian khusus dan optimal. Sistem yang paling membedakan adalah konsep pemberian perhatian dan pendampingan belajar. "Di usia SD santri harus terus ditemani pada setiap proses belajar dan aktifitas keseharian. Kemandirian yang menjadi karakter utama pesantren," katanya.

Selain itu, Nida mengataka sejak lama pesantren sebenarnya sudah menerapkan pendidikan inklusif, setiap perbedaan karakter diterima secara utuh oleh pesantren. Dalam menyikapi perbedaan karakter, pesantren menerapkan pola komunikasi yang intensif dengan orang tua dan anaknya. Hal ini menjadi langkah pertama guna mendidik anak lebih baik.

"Langkah pertama adalah komunikasi dengan orang tua yang intensif untuk mengenal lebih dalam karakter santri dan mengetahui perkembangannya," katanya. Nida juga menyebut bahwa proses yang juga dilakukan adalah pengkondisian agar para santri juga menerima setiap perbedaan karakter tersebut. "Sehingga dalam proses di pesantren karakter-karakter spesial tadi tidak merasa teralienasi dari kelompok," katanya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus