Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Apollo Berkabut Rumor

Pendaratan Apollo di bulan cuma tipuan, katanya. Tapi kenapa NASA membatalkan peluncuran buku versinya sendiri?

10 November 2002 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GAMBAR itu terkenal di mana-mana, baik dalam bentuk film maupun foto. Astronaut Neil Amstrong tampak sedang berjalan, mungkin lebih tepat berlari-lari kecil. Badannya melenting-lenting. Tangannya melambai-lambai. Di belakangnya terlihat sebuah wahana angkasa Apollo dan bendera Amerika "Stars and Strips" berkibar.

Itulah adegan pendaratan Apollo 11 dan manusia pertama di bulan, Juli 1969. Nyaris semua anak sekolah, terutama di Amerika Serikat, pernah melihat gambar itu.

Sukses Apollo adalah salah satu tonggak terbesar dalam sejarah peradaban umat manusia. Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika (NASA) bahkan masih lima kali lagi mendaratkan Apollo di bulan setelah misi bersejarah Amstrong itu. Misi terakhir dilakukan Apollo 17, yang mendarat di satelit bumi itu pada 19 Desember 1972.

Namun, lebih dari 30 tahun kemudian, catatan yang tertoreh dengan tinta emas itu rupanya disangsikan. Banyak yang curiga, Amstrong tak pernah mendarat di bulan. Sukses pendaratan kala itu, menurut mereka, adalah fiksi karangan NASA dan pemerintah Amerika, yang waktu itu tengah terlibat perlombaan teknologi antariksa melawan Uni Soviet. Amerika tak mau kalah dari Negeri Beruang Merah itu, yang terlebih dulu mengirimkan Soyus, pesawat berawak pertama, ke langit.

Para penganut teori konspirasi ini menganggap Amerika belum punya teknologi yang cukup canggih untuk mendaratkan manusia di bulan kala itu. Selain itu, ada bukti berupa foto yang menunjukkan pendaratan itu tak lebih dari sekadar tipuan. Misalnya gambar bendera Amerika yang berkerut. Seperti diketahui, bulan adalah kawasan yang hampa udara. Tapi mengapa bendera yang terekam di foto terlihat berkerut-kerut?

Beberapa foto juga menunjukkan keanehan lain, misalnya bayangan benda-benda yang tak sejajar dan membentuk garis diagonal. Padahal bukankah satu-satunya cahaya (astronaut tak memakai lampu kilat untuk memotret) berasal dari matahari, yang selalu menimbulkan bayangan sejajar?

Ada kecurigaan lain. Dari sekian banyak foto yang diambil, mengapa tak ada satu pun yang memperlihatkan gambar bintang-bintang berkilauan di atas langit? Mestinya, menurut argumen ilmiah para pengkritik itu, bintang-bintang justru terlihat terang karena udara bulan tak tercemar polusi seperti di bumi.

Dari bukti-bukti itulah disimpulkan bahwa semua dokumentasi tentang pendaratan Apollo di bulan sebetulnya cuma rekayasa. Adegan itu diduga dikerjakan oleh artis-artis NASA dalam hanggar di sebuah markas militer rahasia yang telah disulap menjadi sebuah studio raksasa.

Selama bertahun-tahun gosip tentang pendaratan tipuan itu tak enyah juga. September lalu, Buzz Aldrin, astronaut kedua setelah Neil Amstrong yang berhasil menginjakkan kaki di bulan, bahkan sempat naik darah dan memukul muka sutradara Bart Sibrel di Hotel Beverly Hills, Los Angeles. Gara-garanya, Aldrin merasa dipojokkan. Sibrel--pembuat film yang mempertanyakan misi Apollo ke bulan—mendesak Aldrin (kini berusia 72 tahun) supaya bersumpah di atas Injil bahwa dia memang benar-benar berjalan di bulan.

Lelah diterpa kabar miring, NASA pun bereaksi. Mereka menyewa James "Jim" Oberg, penulis masalah antariksa, untuk membuat semacam "buku putih" NASA tentang pendaratan di bulan. Oberg konon dibayar sekitar Rp 150 juta untuk mengerjakan proyek buku yang diharapkan dapat membungkam suara-suara sinis itu.

Buku putih itu berisi sejumlah argumentasi ilmiah versi NASA untuk mendukung fakta bahwa Apollo memang mendarat di bulan, dan bahwa semua dokumentasi film serta foto tentang peristiwa tersebut benar-benar asli, bukan sebuah rekayasa seperti yang banyak diragukan orang. Buku tersebut rencananya keluar dua pekan lalu.

Digagas oleh mantan Kepala Bagian Kesejarahan NASA, Roger Launius, buku itu tidak ditujukan pada para penganut teori konspirasi dan mereka yang sinis. "Mereka sudah punya prasangka sendiri, tak akan sudi mendengarkan argumen yang berseberangan, yang mungkin saja masuk akal," kata Launius. Sebaliknya, NASA cuma ingin memberi penjelasan ilmiah kepada kalangan awam, terutama guru ilmu pengetahuan di sekolah-sekolah, supaya mereka mampu memberi penjelasan kepada para murid-murid yang bertanya.

Salah satu yang akan dijelaskan di dalam buku itu antara lain tentang bendera yang berkerut. Menurut Launius, kerutan itu terjadi karena para astronaut telah melipat-lipat bendera sebelum ditancapkan. Bintang-bintang juga tak tampak berkilauan di foto karena dua hal: permukaan bulan cukup terang dan pantulan cahaya dari bumi telah mengalahkannya.

Akankah buku putih NASA itu mampu menjawab keraguan orang atau justru menambah kredibilitas teori konspirasi itu?

Belum lagi pertanyaan itu terjawab, rupanya NASA berubah pikiran. Mereka buru-buru membatalkan penerbitan buku penting itu dua pekan silam. Tepatnya sehari setelah mereka mengumumkan jadwal terbitnya. NASA menolak menjelaskan alasan pembatalan buku itu.

Akibatnya, lagi-lagi orang curiga, lembaga angkasa paling bergengsi itu tampaknya enggan menuai publikasi buruk akibat pembatalan. Ada kemungkinan, NASA tak punya bukti cukup kuat untuk membantah semua tudingan miring.

Walhasil, tampaknya orang mesti sabar menanti satelit canggih milik perusahaan swasta, Transorbital, yang akan mengorbit ke dekat bulan beberapa tahun mendatang. Satelit yang punya kamera resolusi tinggi ini akan memotret sejumlah peralatan yang ditinggalkan misi Apollo. Hasilnya bisa dijadikan bukti bahwa pendaratan itu memang terjadi. Atau sebaliknya.

Wicaksono


Antara Tipuan dan Fakta

Keanehan Penjelasan
Bulan adalah kawasan hampa udara. Artinya, tidak ada angin bertiup di sana. Mengapa bendera "Stars and Strips" tampak berkerut dan berkibar-kibar? Para astronaut melipat bendera sebelum dikibarkan. Astronaut juga sengaja memasang kayu melintang supaya bendera dapat terben-tang dan menimbulkan kesan seolah-olah berkibar tertiup angin.
Beberapa foto memperlihatkan adanya huruf "C" di batu dan pasir bulan. Studio-studio film Hollywood juga biasa menandai propertinya dengan huruf "C". Mungkinkah batu-batu bulan itu sebenarnya properti studio? Mungkin ada potongan rambut yang menempel di film negatif dan ketika dicetak terlihat seperti huruf "C"
Bayangan yang muncul akibat sinar matahari selalu akan jatuh sejajar. Mengapa bayangan di bulan bisa bertabrakan? Mungkinkah ini karena adanya beberapa sumber sinar sekaligus, seperti yang biasa terdapat dalam sebuah studio? Mungkin akibat distorsi kamera foto yang mengakibatkan bayangan tak tampak sejajar.
Temperatur permukaan bulan sangat ekstrem, dari 100 derajat Celsius sampai minus 100 derajat Celsius. Mengapa film seluloid yang dipakai pada kamera Hasselblad seri 500 EL tak terbakar? Ada tiga bentuk perpindahan panas: lewat perantara (konduksi), konveksi, dan radiasi. Radiasilah satu-satunya perpindahan panas yang mungkin terjadi pada kondisi hampa udara. Itu sebabnya, untuk menjaga kopi tetap panas, kita menempatkannya pada botol atau tabung hampa seperti termos. Selama film terlindung dari radiasi, film tak akan terpengaruh oleh perubahan suhu.
Apollo mengangkut "mobil angkasa" yang disebut Lunar Roving Vehicle berukuran 3,1 meter x 1,3 meter. Padahal ukuran Apollo cuma 1,5 meter x 1,3 meter. Bagaimana mungkin? Lunar Roving Vehicle diangkut dalam kondisi terurai dan baru dirakit setelah Apollo mendarat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus