Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penelitian Balai Arkeologi Papua di Situs Yomokho, Kampung Dondai, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura, Papua berhasil menemukan gigi manusia prasejarah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gigi manusia prasejarah ini didapatkan dalam ekskavasi pada kedalaman 110 cm, Jumat, 19 Oktober 2019. "Gigi yang ditemukan merupakan bagian dari tubuh manusia, bukan karena lepas atau tanggal," kata peneliti Balai Arkeologi, Hari Suroto, kepada Tempo, Sabtu, 19 Oktober 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi menurut Hari, hasil penggalian sementara ini belum menemukan sisa kerangka manusia. Di situs tersebut, arkeolog antara lain menemukan gerabah, obsidian, gigi babi, tulang ikan, dan batu alat tokok sagu.
Berdasarkan analisis Marlin Tolla dari Max Planck Institute Jerman, gigi yang ditemukan berdasarkan bentuk mahkota dan akarnya merupakan gigi manusia prasejarah, kata Hari.
Dari susunan sedikit enamel hingga ke dentin, lebih ke molar bagian atas. Tapi dari sisa mahkotanya menunjukkan ukuran mahkota tidak terlalu tinggi serta ukuran bagian akar yang pendek, hal ini adalah molar ketiga bagian atas.
Untuk memastikan, gigi temuan itu akan dianalisis dengan metode C14 untuk lebih mengetahui umurnya.
Sebuah gigi ditemukan dalam ekskavasi di Situs Yomokho, Kampung Dondai, Distrik Waibu, Kabupaten Jayapura, Oktober 2019. (Dok. Balai Arkeologi Papua)
Menurut Hari Suroto, Yomokho merupakan situs hunian Neolitik di tepi Danau Sentani yang diperkirkan berumur 2.500 tahun. Dalam penelitian ini, selain ditemukan gigi manusia, juga ditemukan pecahan gerabah, tulang, gigi babi, tulang ikan, arang, kapak batu, dan alat batu tokok sagu.
Berdasarkan data arkeologi yang ditemukan menunjukkan bahwa pada masa lalu, manusia yang tinggal di Situs Yomokho mengolah dan mengkonsumsi sagu. Kapak batu untuk menebang pohon sagu, alat batu untuk menokok sagu, dan gerabah digunakan sebagai wadah untuk mengolah sagu menjadi papeda. Sebagai sumber protein, mereka hidup berburu babi di hutan dan menangkap ikan di Danau Sentani.
Kepala Balai Arkeologi Papua, Gusti Made Sudarmika, mengatakan, baru sebagian wilayah Danau Sentani yang sudah diteliti. "Pada tahun-tahun selanjutnya akan dilakukan penelitian yang lebih intensif dan menjangkau wilayah Danau Sentani yang lebih luas," katanya.