Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memeriksa uji pelaksanaan dan workshop pemanfaatan AI pada aktivitas belajar mengajar di sebuah sekolah di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dalam agenda tersebut, Gibran mengutarakan harapannya agar AI turut digunakan dan menjadi bagian dari kurikulum di sekolah agar generasi muda melek kemajuan teknologi, khususnya teknologi berbasis AI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Langkahnya tersebut menuai pro dan kontra. Selain soal efektivitas, ada pula yang mencemaskan bahaya penggunaan AI untuk siswa. Penggunaan teknologi AI seperti chatbot di lingkungan pendidikan, dikhawatirkan menimbulkan kebiasaan buruk pada siswa. Anak-anak lebih mudah mendapatkan jawaban dengan cepat tanpa perlu membaca buku.
Bahaya Penggunaan AI untuk Siswa
Ulasan bahaya penggunaan AI untuk siswa bisa ditemukan di sejumlah sumber. Di antaranya adalah makalah milik Devi Putri Febriyanti dan ketiga temannya dari Politeknik Indonusa Surakarta yang meneliti dan menulis kara ilmiah dengan judul Analisis Efektivitas Artificial Intelligence dalam Bidang Pendidikan. Sumber lainnya yang dikutip di sini adalah artikel dari Workshop Penulisan Karya Ilmiah yang diselenggarakan Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 21-22 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berikut ini penjelasannya.
1. Menumbuhkan Rasa Ketergantungan Siswa terhadap AI
Penggunaan Artificial Intelligence (AI) secara berlebihan berisiko menumbuhkan ketergantungan pada teknologi di kalangan peserta didik.
Kemudahan yang ditawarkan AI mendorong pelajar untuk terus memanfaatkannya, baik dalam mencari sumber pengetahuan maupun menyelesaikan tugas. Jika kebiasaan ini dibiarkan, rasa malas dan kurangnya inisiatif dalam belajar bisa muncul, karena segala kebutuhan dapat dipenuhi secara instan oleh AI.
Selain itu, penggunaan AI yang tidak terkelola dengan baik berpotensi menurunkan kemampuan membaca dan menulis siswa. Mereka cenderung mencari informasi secara instan tanpa perlu mendalami materi dari buku atau sumber lainnya, yang pada akhirnya mengurangi proses pembelajaran yang mendalam dan kritis.
2. Menurunkan Kualitas dan Semangat Para Pelajar untuk Belajar dan Bersikap Kritis
Ketergantungan berlebih pada AI berisiko menurunkan kualitas dan semangat belajar siswa. Kebiasaan mengandalkan AI untuk menyelesaikan tugas dengan mudah membuat mereka cenderung malas berpikir dan kurang berinisiatif. Akibatnya, kemampuan berpikir kritis yang seharusnya diasah dalam proses pembelajaran menjadi terabaikan.
Padahal, perkembangan teknologi seperti AI seharusnya dimanfaatkan untuk mendukung peningkatan kualitas sumber daya manusia, bukan sebaliknya. Oleh karena itu, penting bagi peserta didik untuk mengendalikan penggunaan AI secara bijak agar tidak terperangkap dalam kenyamanan instan yang justru dapat menghambat perkembangan berpikir kritis dan kemandirian mereka.
3. Menimbulkan Permasalahan Plagiarisme
Penggunaan AI dalam menyelesaikan tugas, seperti menulis esai atau makalah, berpotensi menimbulkan permasalahan plagiarisme. Salah satu contoh teknologi yang sering dimanfaatkan adalah ChatGPT dari OpenAI, yang mampu menghasilkan tulisan sesuai dengan instruksi yang diberikan.
Kemudahan ini dapat disalahgunakan oleh peserta didik untuk menyerahkan karya yang sepenuhnya dibuat oleh AI, bukan hasil pemikiran mereka sendiri. Akibatnya, proses belajar yang seharusnya melatih kemampuan berpikir kritis dan kreatif menjadi terabaikan, sementara risiko plagiarisme semakin meningkat.
4. Ancaman terhadap Data Pribadi
Aplikasi AI menawarkan banyak peluang untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan, tetapi juga harus waspada terhadap risiko yang mungkin muncul, terutama terkait dengan privasi dan keamanan data siswa. Penting menjaga keseimbangan antara pemanfaatan teknologi dan perlindungan data pribadi.