Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Sejarah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) menggelar seminar nasional Majapahit. Seminar tersebut dibuka oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy.
"Saya bukan ahli sejarah tapi suka baca buku sejarah sejak kecil. Kebetulan ayah kepala sekolah dan langganan majalah bahasa Jawa. Salah satunya tentang sejarah, tentang Soekarno, terus cerita bergambar," ujar Muhajir, di Museum Nasional, Jakarta Pusat, Kamis, 29 Agustus 2019. "Kita punya problem dalam diskusi sejarah adalah masalah objektivitas."
Seminar tersebut bertajuk 'Majapahit: Refleksi Kejayaan Negara Agraris, Maritim dan Demokrasi Deliberatif, Dahulu, Kini, dan Masa yang Akan Datang' dan menghadirkan beberapa pembicara. Seminar Nasional ini akan digelar dalam tiga sesi, yakni sesi agraris, sesi maritim, serta sesi hukum, demokrasi, dan tata negara.
Menurut Muhajir, masalah objektivitas membuat kita sebagai orang timur tidak memiliki keberanian untuk mengungkap sejarah karena beberapa hal. Padahal, kata dia, salah satu cara mengungkap sejarah adalah harus objektif, tapi ada hambatan untuk mengungkap masalah sejarah secara apa adanya.
"Kita tahu (sejarah) tapi tidak berani menuturkan, dan dihadapi juga dengan misalnya sejarah agama Islam. Itu dinarasikan dalam bentuk yang sangat tidak objektif karena ada wilayah yang dianggap tidak elok, masalah agama dan ada juga tidak bisa diceritakan agama tentang konfliknya," kata Muhajir.
Sehingga, Muhajir berujar, kita meneladani sejarah secara timpang, karena seperti tidak mau belajar dari sejarah konflik itu agar tidak berulang.
Ketua Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Mayjen TNI (Purn) Hendardji Soepandji menjelaskan bahwa Seminar Nasional Majapahit ini digelar dengan latar belakang sejarah.
"Bukan dimaksudkan untuk kembali pada masa lalu, bukan untuk nostalgia, tapi menjadikan sejarah untuk ke depannya menjadi lebih baik," tutur Hendardji. "Majapahit bukan sekadar kerajaan biasa, tapi kerjaan yang sudah mengenal sistem demokrasi, hukum serta otonomi daerah sebelum dunia mengenal trias politica pada abad 19."
“Nilai-nilai yang dimiliki Kerajaan Majapahit di masa lalu itu diharapkan dapat menjadi inspirasi yang dapat dimanfaatkan seluruh komponen bangsa menghadapi tantangan masa depan untuk Indonesia yang lebih baik,” ujar Hendardji yang juga mantan Kepala Pusat Polisi Militer AD.
Tiga seri seminar tersebut erat kaitannya dengan pola-pola pemerintahan dan sistem kebijakan yang diterapkan Pemerintahan Kerajaan Majapahit pada masa lalu. Bahkan, Hendardji melanjutkan, dasar negara Indonesia juga banyak mengambil dari Majapahit, khususnya yang tertulis dalam Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini