HAWA dingin air conditioner (AC) itu keluar dari knalpot. Embusannya mampu menyejukkan seisi mobil Toyota Kijang. Aneh memang. Sisa bahan bakar yang panas ternyata dapat diubah menjadi penyejuk yang dingin. Ini memang sebuah temuan baru dan sekaligus sebuah terobosan di bidang AC mobil. AC ini akan berjalan begitu mesin mobil dihidupkan. Dan cara kerjanya tidak menambah beban alur putaran mesin. Ia sekadar memanfaatkan sisa energi yang terbuang sayang. Adalah Darmadi, mahasiswa Jurusan Mesin IKIP Semarang, yang menemukannya. Hasil karya inovasi ini sempat dipajang pada pameran karya ilmiah di Universitas Indonesia, Depok, pertengahan bulan lalu. Karya mahasiswa yang nyambi menjadi tukang servis kulkas ini ternyata banyak menarik perhatian. Merdian Almatsir, Pembantu Rektor UI, misalnya, sempat menyatakan kekagumannya. Ia menyayangkan mengapa karya ini tidak termasuk yang dilombakan. Padahal, kalau ikut lomba, diperkirakan akan bisa jadi juara. Agaknya, Darmadi memang tak ingin berlomba. Malah rencananya ia akan memamerkannya lagi tahun depan. Mengapa? Karya ini belum selesai, katanya. "Saya masih harus menyusun desainnya," kata Darmadi kepada TEMPO di Semarang. Ia masih memikirkan, sebaiknya diletakkan di sebelah mana AC mobil itu. Kendatipun demikian, temuan ini sudah ditawar orang. Seorang pengusaha Semarang, katanya, telah menyatakan maksudnya untuk memproduksi AC mobil Darmadi ini secara besar-besaran. Tapi tukang servis "serabutan" ini masih berpikir-pikir. "Memang, saya ada rencana untuk mengomersialkan," ujarnya. Harganya dapat dipastikan di bawah harga AC mobil yang ada di pasaran. Tidak akan lebih dari Rp 800 ribu, katanya. Tapi itu nanti. Darmadi akan mendaftarkan temuannya ke Direktorat Paten dulu. Yang terang, AC mobil Darmadi ini memiliki banyak kelebihan. Mobil tidak akan boros, karena energi yang dipakai sekadar sisa bahan bakar. Tidak menambah beban kerja mesin. Lebih dari itu, daya tahan mesin juga akan lebih lama bila dibandingkan dengan mobil yang memakai AC biasa. AC Darmadi memang tidak membuat mesin berjalan berat. "Pokoknya, asal knalpot panas, AC ini jalan," katanya. Mahasiswa yang suka mengutak-atik sejak kecil ini mulai berpikir mencari AC mobil sejak 1985 lalu. Semula, mahasiswa semester terakhir dari Fakultas Teknik dan Kejuruan ini mengamati cara kerja mesin mobil Toyota Kijang keluaran tahun 1979. Di situ ia melihat energi yang dikeluarkan dari mesin itu banyak yang terbuang. Pada pengamatannya, kekuatan yang dibutuhkan untuk menggerakkan sebuah kendaraan itu ternyata cuma 30-40 persen dari energi yang ada. Berarti masih banyak sisa, menurut calon guru ini, yang terbuang begitu saja. Ia berpikir, mengapa sisa bahan bakar itu tak dimanfaatkan saja. Sebagai seorang yang pernah bekerja mengutak-atik kulkas di PT Tri Jaya Murti di Jakarta, Darmadi ingin melhanfaatkan sisa pembakaran itu untuk AC. Mulailah ia meneliti sumber tenaga dan sifat pendingin yang ada pada sisa bahan bakar. Di situ ia melihat adanya isian "freon" dan "amoniak". Setelah diamati lebih saksama, menurut dia, ternyata yang memenuhi persyaratan AC justru amoniak. "Amoniak itu mudah diabsorpsi air," katanya. Malah untuk membuat AC, tidak harus memakai sistem motorik Cukup hanya dengan mentransfer energi. Berangkat dari pemikiran itu, kemudian Darmadi mengutak-atik sifat pendingin dari amoniak lebih saksama. Persoalan yang muncul, amoniak termasuk zat yang gampang meledak. Sebab itu, iaputar otak. Pada perhitungannya, bila sesuatu itu disirkulasikan, tak akan mbledos. Untuk itu, perlu uji coba. Dengan memperhitungkan daerah yang aman, Darmadi membuktikan bahwa amoniak yang disirkulasikan tdak akan meledak. Selama sebulan ia melakukan percobaan untuk membuktikan pendapatnya. Dan benar. Langkah berikutnya adalah menyusun konstruksi dalam batas-batas tertentu. Akhirnya, Darmadi dapat menemukan AC dengan kekuatan sepersepuluh PK. Belakangan ia dapat menghasilkan AC berkekuatan 2 PK. Dalam tahap pengujian terhadap Toyota Kijang, Darmadi menggunakan kapasitas pendinginan 10.000 BTU, refrigerant amoniak 0,75 kg, panas generator 150-200 C, dan suhu evaporatornya 15-25 C Hasilnya adalah semburan-semburan AC yang cukup dingin. Memang, untuk memenuhi agar panas knalpot dapat diserap secara efektif, diperlukan susunan konstruksi tertentu, hingga panas knalpot tidak keluar, tapi ditarik masuk ke generator. Untuk itu, antara knalpot dan generator perlu diberi isolator panas semacam asbes. Di situlah kemudian amoniak akan menguap. Akibatnya, tekanan dan suhu pada kondensor akan meningkat. Dalam kondensor, amoniak dalam kondisi cair mengembang, kemudian masuk ke pipa evaporator. Dalam evaporator ini diameter pipa lebih besar, sehingga tekanan dan suhunya menurun, dan cairan amoniak tadi menguap lagi. Panas di ruangan evaporator diserap oleh amoniak, hingga ruangan evaporator jadi dingin. Dari evaporator ini amoniak lalu diabsorpsikan oleh air hingga mencair lagi. Siklus itu akan terus berputar. Amoniak pun tidak akan habis. Menurut Darmadi, AC yang ditemukannya juga dapat dipasang di rumah, dengan menggunakan alat pemanas dan listrlk tanpa memakai kompresor. Pada AC mobil biasa, fungsi knalpot itu digantikan oleh kompresor. Kompresor ini membutuhkan energi dari mesin, dan harus sering diberi minyak pelumas. Ini menambah beban kerja mesin. Artinya, di samping memaksa mesin bekerja berlebih, juga bensin menjadi tambah boros. Sebab itu, setelah membanding-bandingkan perbedaan di atas, menurut Ketua Laboratorium Mesin di IKIP Semarang, Winarno, yang juga menjadi pembimbing Darmadi, "Para pemilik mobil pasti akan memilih AC buatan Darmadi." Agus Basri (Jakarta) dan Nanik Ismaini (Semarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini