BOEING 747 United Airlines, dengan nomor penerbangan 811, baru 20 menit meninggalkan Bandar Udara Honolulu, Hawaii. Tujuan penerbangan, Auckland, Selandia Baru. Saat itu, burung besi tersebut telah berada di ketinggian 6.700 meter, 160 km barat daya Honolulu. Pramugari pesawat baru saja mengumumkan akan membagikan minuman, ketika penumpang di kelas bisnis dikejutkan oleh suara mirip ledakan balon pecah dari arah dinding pesawat. Suara itu kontan diikuti oleh tiupan angin yang keras. "Saya memejamkan mata dan menunduk," tutur Gary Garber, penduduk California, yang ada dalam kabin itu. Beberapa saat kemudian, Gary melongok sekeliling. Yang disaksikannya: lambung kanan pesawat sobek menganga. Dan, ya ampun, beberapa kursi bersama penghuninya, di dekat lubang itu, lenyap. Tiupan udara yang keras, menurut penuturan Ny. Beverley Nisbet, 50 tahun, penumpang asal Selandia Baru, membuat kabin itu porak-poranda. Serpihan kertas, sobekan kain, dan isi kopor beterbangan, berserakan. Seorang penumpang wanita menjerit-jerit histeris. Nyonya Nisbet sendiri hanya bisa meratap, "Ya, Tuhan, saya tak akan pernah sampai ke rumah." Rupanya, situasi genting, pada Jumat siang dua pekan lalu itu, berkembang makin buruk. Dua mesin jet yang menggantung di bawah sayap kanan tiba-tiba ngadat, hingga membuat tubuh pesawat melorot ke bawah. Untung, Kapten Pilot David Cronim, 58 tahun, dengan tenang mengontrol gerak pesawat, memutar haluan, kembali ke Honolulu. Dua puluh menit kemudian, pesawat nahas itu berhasil mencium landasan Bandara Honolulu, dengan dinding sebelah kanan, di belakang kabin pilot, koyak sebesar 3 X 6 meter. Dari lubang vertikal itu, lubang penumpang terseret keluar dan jatuh ke tengah Samudera Pasifik. Para korban yang tak ditemukan itu diduga tewas. Nasib apes Boeing rupanya masih berlanjut. Jumbo 727 milik maskapai Peru, Aeroperu, yang membawa 102 penumpang dan awak pesawat, Selasa pekan lalu, terpaksa mendarat darurat di Bandara Guayaquil, Ekuador. Salah satu dari dua mesin jet yang ada terbakar ketika jumbo jet itu hendak terbang ke Buenos Aires. Tak ada laporan tentang korban jiwa. Selama setahun terakhir, Boeing memang diterpa berbagai musibah. Pada 28 April tahun lalu, Boeing 737, milik Aloha Airlines, mendadak sobek lambungnya pada ketinggian 8.000 meter, dalam perjalanan dari Hilo ke Honolulu. Untunglah, pilot masih sanggup melakukan pendaratan darurat. Seorang awak pesawat tewas, terlempar dari tubuh pesawat, dan 61 orang lainnya cedera. Menjelang tutup tahun 1988, atap kabin jumbo jet milik maskapai Amerika, Eastern Airlines, bocor selebar 35 cm saat berada pada ketinggian lebih dari 10.000 meter. Tak ada korban jiwa dan pesawat bisa melakukan pendaratan darurat. Pada bulan Desember pula, Boeing 747 milik Pan Am meledak di udara, dan jatuh menimpa permukiman penduduk, di kota kecil Lockerbie, Skotlandia. Kali ini, akibat sabotase. Sebanyak 270 orang tewas dalam musibah itu, 15 orang di antaranya penduduk Lockerbie. Lalu, awal Januari lalu, Boeing 737 milik British Midland Airlines hancur berkeping-keping, sewaktu hendak melakukan pendaratan darurat di Midland, Inggris Tengah. Padahal, Boeing 737 dengan dua mesin itu terhitung masih gres, umurnya baru tiga bulan, dengan jam terbang kurang dari 500 jam. Pada hari nahas itu, mesin yang ada di bawah sayap kiri terbakar. Sang pilot segera mematikan mesin itu. Celakanya, sistem detektor api pada ruang mesin tak berfungsi normal. Lewat layar monitor, detektor justru menunjuk mesin kanan yang terbakar. Maka, pilot mematikan mesin CFM-56 di bawah sayap kanan. Akibatnya, tubuh pesawat menukik kencang, dan akhirnya jatuh mencium aspal, 44 orang tewas seketika. Belum reda orang bergunjing, kembali Boeing bikin berita dukacita. Pagi hari, 19 Februari lalu, Boeing 747 milik maskapai Flying Tiger, Amerika, jatuh di bukit Cemy, 13 km dari Bandar Udara Subang, Kuala Lumpur. Empat orang awak pesawat tewas seketika. Sebab-musabab kecelakaan, hingga akhir pekan lalu, masih gelap. Boeing Company, yang bermarkas di Seattle, Amerika, terpaksa prihatin. Berbagai instansi pengawas keselamatan penerbangan, seperti FAA (Federal Aviation Administration) di Amerika dan CAA (Civil Aviation Authority) di Inggris, seolah tengah memelototi. Lembaga itu, setidaknya, telah mencatat empat butir "cacat" pada Boeing: kerawanan mesin, kelemahan sistem deteksi kebakaran, kerewelan pintu kargo, dan keandalan rangka. Pada beberapa kasus, memang, api sering datang menyergap ruang mesin Boeing secara tiba-tiba. Kebakaran mesin ini, seperti telah dialami oleh jumbo British Midland dan Aeroperu, sulit diduga sebelumnya. Tim penyidik Inggris menemukan cacat pada bilah-bilah kipas kompresor yang ada pada mesin kiri Boeing 737 Midland itu: sebagian rompal dan sebagian lagi retak. Menurut dugaan tim ini, bilahan kipas yang retak itu rompal ketika mesin bekerja pada kecepatan tinggi. Serpihan-serpihan logam dari kipas itu ikut berputar sembari menggurat kanan-kiri. Timbullah percikan api, yang berlanjut pada kebakaran. Sistem deteksi kebakaran pada Boeing telah menunjukkan gejala ngawur, seperti terjadi pada musibah Boeing 737 Midland itu. Kekhawatiran akan hal ini mendorong FAA, CAA, dan Boeing Co. sendiri, mengeluarkan seruan agar perusahaan-perusahaan yang mengoperasikan pesawat Boeing, terutama buatan 1980-81, mengadakan pengecekan ulang. Ini berarti, sekitar 1.000 pesawat Boeing berbagai jenis harus diteliti. Pada kurang lebih 700 Boeing 727, 737, dan 747, 200 bagian pesawat harus diganti, dengan biaya rata-rata US$ 600.000 tiap pesawat. Penggantian itu harus dimulai April depan, dan diperkirakan akan selesai dalam dua tahun. Maskapai penerbangan Belanda, KLM, kontan mengikuti anjuran itu. Selama 25 hari berturut-turut, pemeriksaan intensif dilakukan. Hasilnya: semuanya rapi. Perusahaan Transavia Holland juga melakukan tindakan yang sama, dan menemukan dua jumbo, dari 13 Boeing yang dimilikinya, mengalami gangguan pada sistem detektornya. Sementara itu, pengusutan atas musibah jumbo 747 United Airlines di Hawaii itu menemukan, musibah itu terjadi karena kelemahan di pintu kargo. Cacat pada pintu kargo sebetulnya telah diketahui sejak Desember silam. Ketika itu, para mekanik mulai dibikin pusing oleh jumbo berumur 18 tahun itu. Sistem elektronik, untuk membuka tutup pintu bagasi, sering ngadat, sehingga buka-tutup sering dilakukan secara manual. Dua bulan silam, kerewelan muncul pada seal, karet penyekat antara daun pintu kargo dan tubuh pesawat. Sejak itu, pintu kargo tak bisa ditutup secara rapat. Para ahli dari Badan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB) Amerika percaya bahwa pada hari nahas itu sistem elektronik pada pintu bagasi kembali ngadat. Akibatnya, pen-pen pengunci tak semuanya terpasang sempurna, sehingga pintu kargo itu lebih mudah terkuak. Menurut dugaan, daun pintu itu jebol karena tak kuasa menahan tekanan udara dari dalam yang besarnya 7 psi atau sekitar 500 gram/cm2. Dorongan itu timbul karena tekanan udara di dalam pesawat lebih tinggi dibanding udara luar. Lantaran sisi atas pintu kargo menempel secara kuat pada tubuh pesawat, rompalnya daun pintu itu juga menarik dinding pesawat di atas engsel. Boleh jadi, musibah beruntun ini akan mengancam bisnis Boeing. Selama ini, untuk pesawat jet berbadan lebar, Boeing memang penguasa pasar. Tahun lalu, misalnya, Boeing menguasai 62% dari pangsa pasar. Pesaingnya, McDonnell Douglas, produsen DC, hanya sanggup mencaplok 18%, dan Airbus hanya kebagian 7%.Putut Tri Husodo (Jakarta) dan Sapta Adiguna(Paris)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini