Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penggunaan pengeras suara di masjid dan musala selama Ramadan menjadi perhatian Menteri Agama atau Menag Yaqut Cholil Qoumas dalam beberapa tahun terakhir. Terbaru, Kementerian Agama alias Kemenag mengeluarkan Surat Edaran (SE) Menag Nomor 1 Tahun 2024 tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam SE yang ditetapkan di Jakarta pada 26 Februari 2024 tersebut, Gus Yaqut, sapaan Yaqut Cholil Qoumas, menyampaikan penggunaan pengeras suara baik untuk pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah atau kajian Ramadan, dan tadarus Al-Qur’an disarankan untuk menggunakan pengeras suara dalam. Hal itu dimaksudkan untuk mengutamakan nilai toleransi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari kemenag.go.id, sebelumnya, pada 2022 lalu Menag Yaqut telah menerbitkan edaran yang mengatur penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala. Dalam aturan itu, volume pengeras suara di masjid atau musala diatur sesuai dengan kebutuhan, dan paling besar 100 dB (desibel).
Apa itu Desibel?
Dikutip dari Hearing Health Foundation, desibel atau dB merupakan satuan untuk mengukur tingkat kebisingan atau volume suara. Rentang desibel digunakan untuk mengukur intensitas suara, mulai dari suara yang hening hingga suara yang sangat keras.
Seperti skala Richter untuk mengukur gempa bumi, skala desibel adalah logaritmik. Artinya kenyaringan tak berbanding lurus dengan intensitas bunyi. Sebaliknya, intensitas suara bertambah sangat cepat. Suara pada 20 dB 10 kali lebih kuat dibandingkan suara pada 10 dB, dan akan dianggap dua kali lebih keras.
Tingkat Desibel yang Tak Memekakkan Telinga
Standar umum adalah bahwa suara dengan tingkat desibel di bawah 85 dB dianggap aman untuk pendengaran manusia dalam jangka panjang tanpa risiko kerusakan. Namun, ini adalah pedoman umum, dan sensitivitas pendengaran setiap individu dapat bervariasi.
Batasan aman bagi anak yang sistem pendengarannya masih berkembang, menurut pedoman Centers for Disease Control and Prevention adalah dengan rata-rata tidak lebih dari 70 dB.
Berikut adalah standar umum tingkat desibel volume suara:
- Berbicara normal: sekitar 60-70 dB
- Restoran sibuk: sekitar 70-80 dB
- Musik keras di konser: bisa mencapai 100 dB atau lebih
Pengeras suara di acara olahraga atau konser bisa mencapai 100-120 dB atau lebih. Ketika volume suara melebihi 85 dB, risiko kerusakan pada pendengaran mulai meningkat, terutama jika paparan terus berlanjut dalam jangka waktu yang lama. Paparan suara yang terlalu keras dapat menyebabkan kerusakan permanen pada sel-sel rambut di telinga dalam, yang bertanggung jawab atas pendengaran kita.
Selanjutnya, headphone dan earbud dapat mencapai tingkat suara 100 dB atau lebih, sehingga tingkat amannya adalah 50 hingga 60 persen dari volume maksimum. Ini membantu melindungi pendengaran Anda dan memungkinkan Anda mendengarkan musik favorit lebih lama. Saat menggunakan earbud berkemampuan Bluetooth, batasi volume menggunakan pengaturan ponsel.
Untuk tempat dan acara yang memperdengarkan musik dengan pengeras suara, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan rekomendasi untuk memantau tingkat suara, mengoptimalkan akustik untuk memastikan pendengaran yang aman, dan memberikan perlindungan telinga serta akses ke zona tenang sehingga peserta dapat mengistirahatkan telinga mereka.
KAKAK INDRA PURNAMA | HENDRIK KHOIRUL MUHID
Pilihan editor: Begini Fungsi dan Cara Kerja Piranti Pengeras Suara atau TOA Masjid