Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Terhitung hanya sekitar 80 dari total 200 peneliti atau periset di Kawasan Sains dan Edukasi (KSE) Ahmad Baiquni (Babarsari), Yogyakarta, yang hadir dalam pertemuan dengan Kepala BRIN Laksana Tri Handoko pada Jumat, 15 November 2024. Agenda pertemuan itu adalah membahas kebijakan terbaru di BRIN yang mewajibkan para periset di daerah-daerah pindah ke homebase unit kerja pusat dan organisasi riset masing-masing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Semua orang sudah tidak berekspektasi banyak, jadi pertemuan relatif sepi,” kata salah satu peneliti yang mengikuti agenda tersebut mengungkapkan kepada Tempo, Rabu 20 November 2024. Ditambahkannya, ketidakhadiran dianggap sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan homebase unit kerja tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam pertemuan yang berlangsung dua jam itu Handoko disebutnya menjelaskan tujuan diberlakukannya kebijakan yang akan berlaku mulai tahun depan itu,. "Katanya, untuk menciptakan ‘Center of Excellence’, sehingga mengharuskan peneliti harus berada dalam komunitasnya," kata peneliti itu lagi.
Ditambahkannya, peneliti diharuskan hadir di homebase selama dua hari setiap minggu, dengan tiga hari kerja sisanya bersifat fleksibel. “Pak LTH melupakan pertanyaan, siapa yang mau membayai perjalanan pulang pergi ini? Dia tidak memposisikan dirinya sebagai peneliti murni ini,” katanya.
Dalam pertemuan itu, muncul usulan alternatif seperti mengalokasikan satu pekan penuh setiap bulan di homebase untuk diskusi dan penelitian, sementara tiga minggu sisanya dihabiskan di wilayah masing-masing. Namun, usulan 'merapel' kewajiban hadir di homebase dengan alasan efisiensi ini ditolak.
“Padahal kami mikirnya itu akan jauh lebih efektif: Oke kami diskusi seminggu penuh, punya rancangan penelitian gini-gini, mengerjakan hasil yang bisa dilakukan di homebase unit, sesudah terencana kemudian kami kembali ke CWS masing-masing.”
Para peneliti BRIN Babarsari juga meminta agar waktu implementasi kebijakan yang direncanakan mulai 2 Januari 2025 dimundurkan hingga 2026 untuk memberikan ruang adaptasi. Ini juga tidak dikabulkan. Muncul penegasan dalam pertemuan itu kalau BRIN menutup mata atas problem pribadi yang mungkin muncul dari kewajiban pindah kerja tersebut.
Peneliti itu juga membantah pernyataan Wakil Kepala BRIN Amarulla Octavian bahwa gejolak muncul karena para peneliti di daerah-daerah belum memahami kebijakan homebase unit kerja. Kebijakan ini, kata Amrulla, bertujuan meningkatkan kapasitas para peneliti dengan dukungan fasilitas yang sama dan lebih terpusat.
“Justru kami sangat paham tentang apa yang kami hadapi, bahwa sistemnya ini tidak bagus, sarana-prasarana tidak dikasih dengan baik, tapi output maunya tinggi,” kata si peneliti.
Lebih jauh, dia menilai, kebijakan ini dinilai akan sangat berpengaruh terhadap kinerja penelitian yang telah dibangun selama ini. Peran para peneliti di daerah sangat penting untuk menjaga relevansi penelitian dengan konteks lokal. Mereka juga menyoroti kurangnya sarana-prasarana di homebase pusat untuk mendukung target penelitian yang tinggi.
Ditemui usai memimpin upacara pengukuhan profesor riset di Jakarta pada Selasa lalu, Amarulla menjelaskan, baik dirinya maupun Kepala BRIN berbagi tugas secara bergantian mengunjungi pusat-pusat riset di berbagai daerah. Dia menepis kehadiran Handoko di Yogyakarta pada Jumat lalu khusus untuk membahas kebijakan homebase unit kerja.
“Tapi, kalau misalnya sambil kunjungan terus ada tatap muka, ada diskusi, itu kesempatan untuk menjelaskan,” katanya.