Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Debat cawapres kembali menyajikan perdebatan hangat antara cawapres Gibran Rakabuming Raka dengan dua cawapres lainnya pada Minggu malam, 21 Januari 2024. Satu di antara topiknya adalah tentang lithium ferro-phosphate atau lithium iron phosphate, jenis baterai untuk kendaraan atau mobil listrik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gibran menggunakannya untuk menguji pengetahuan cawapres Muhaimin Iskandar. Kubu yang ini disebutnya telah selama ini mengagungkan baterai jenis itu ketimbang baterai mobil listrik dari nikel, yang sumbernya tengah dieksploitasi di Indonesia. Gibran antara lain menuding adanya pembohongan publik saat disampaikan baterai dari nikel kalah efektif dan Tesla telah meninggalkan baterai nikel.
Fakta Baterai yang Disampaikan Gibran
Kebanyakan mobil listrik saat ini memang menggunakan baterai ion-litium yang katoda-katodanya mencakup nikel, mangan, dan kobalt (N, M, dan C). Hal ini karena baterai NMC menyediakan kerapatan energi sekitar 270 Wh/kg, yang memungkinkan sebuah kendaraan listrik untuk melaju sampai 300 mil atau 480 kilometer dalam sekali isi daya (charge).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi, mereka juga membawa beban. Pertama, tambang nikel dan kobalt relatif langka di dunia dan selama ini produksinya banyak datang dari Rusia dan Kongo. Sanksi yang membekap Rusia saat ini dan praktik buruh yang buruk di Kongo menyebabkan industri mencari alternatif-alternatif.
Kedua, baterai NMC rentan terhadap lonjakan suhu, sehingga berpotensi menuntun ke kasus-kasus kebakaran. Ketiga, dengan umur pakai yang sekitar seribu siklus charge, baterai NMC akan perlu diganti setiap dekade, atau kira-kira setengah umur pakai yang diharapkan dari kendaraan listrik.
Tempo menelusuri ke pusat nikel Indonesia, yakni Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara. Di sini, puluhan perusahaan pertambangan nikel mengeruk emas baru Indonesia itu secara masif.
Baterai ion-litium yang menggunakan besi dan fosfat dalam kotada-katodanya, dikenal sebagai baterai LFP, adalah sebuah alternatif untuk baterai NMC. Meski begitu, bobot per unit energinya yang lebih tinggi (kerapatan energi lebih rendah) membuat kendaraan listrik memiliki kemampuan jarak tempuh yang lebih rendah.
Kelemahan itu membuat baterai LFP lebih pas untuk aplikasi-aplikasi yang stasioner yang mana bobot tak menjadi isu. Baterai LFP juga sebatas digunakan untuk entry-level EV di mana harga murah lebih dikedepankan ketimbang jarak yang bisa ditempuh kendaraan.
Dengan adanya perang di Ukraina yang menyebabkan pasar nikel lebih volatil membuat AS, misalnya, menekankan penggunaan sumber-sumber domestik untuk material baterai. Riset juga digenjot untuk perbaikan kerapatan energi baterai LFP.
Baca halaman berikutnya: Benarkah pernyataan Gibran bahwa Tesla pakai baterai dari nikel untuk mobil listriknya, bukan baterai LFP?
Baterai LFP vs NMC
Selain kerapatan energinya yang lebih rendah, baterai LFP juga dikenal lemah untuk performa charging pada suhu sangat rendah. Para insinyur kemudian telah mengatasinya dengan memanipulasi pengaturan suhu melalui sistem manajemen baterai.
Tapi, tetap, itu membuatnya butuh proses charge dalam waktu yang lebih lama di bawah suhu beku. Sebagai catatan, bungkus baterai menghangat seiring mobil dipakai berkendara, sehingga temperatur baterai umumnya menjadi lebih tinggi daripada suhu ambien.
Di sisi lain, baterai-baterai LFP memiliki banyak keuntungan lain dibandingkan NMC. termasuk kelimpahan materialnya, harganya lebih murah, titik ignisi lebih tinggi, dan masa pakai lebih panjang.
Pada 2020, Journal of the Electrochemical Society memuat sebuah laporan yang menunjukkan kalau baterai LFP mampu mengalahkan rivalnya, NMC, dalam beragam kondisi nyata. Para penelitinya membuktikan kalau baterai LFP memiliki hampir lima lebih banyak siklus charging dibandingkan NMC dan menyediakan efisiensi perjalanan yang lebih tinggi.
Baterai LFP juga lebih sedikit terdegradasi pada suhu lebih tinggi dan kecepatan charging-discharging yang lebih cepat. Ini artinya baterai LFP lebih cocok untuk performa berkendara yang lebih tinggi dan charging cepat.
Dan Blondal, CEO Nano One, sebuah perusahaan baterai, menilai ada sedikit kesalahpahaman jika disebutkan kalau kerapatan energi baterai LFP kalah jauh. Menurutnya, perbedaan kerapatan energi dengan baterai NMC lebih pada level sel baterai. Tapi, sejak baterai LFP lebih aman terhadap lonjakan suhu, baterai jenis ini bisa dikemas lebih ketat ke dalam bentuk prismatik, bukan rumahan yang silindris yang lebih familiar. Itu mengurangi bobot tempat baterai.
Banyak pabrikan juga kini mengarah ke teknologi cell-to-frame atau cell-to-pack di mana sel-sel baterai itu menjadi bagian dari struktur wadah baterai. Ini membuat bobot baterai keseluruhan berkurang. Memang , baterai-baterai LFP masih memiliki bobot lebih berat dibandingkan NMC untuk kerapatan energi yang sama namu, selisih kerapatan energi di level kemasan baterainya menjadi jauh berkurang.
Tesla Mulai Tinggalkan Nikel
Tesla adalah pabrik EV pertama yang beralih ke baterai LFP. Terima kasih kepada desain ringan dan bertenaga dengan efisiensi tinggi, Tesla membutuhkan konsumsi energi lebih sedikit untuk berkendara pada jarak tempuh yang sama dibanding EV lainnya di kelas yang sama.
Para karyawan bekerja di Gigafactory Tesla di Shanghai, Cina timur, pada 20 November 2020. Peletakan batu pertama Gigafactory Tesla di Shanghai dilakukan pada awal 2019, sementara gelombang pengiriman pertama sedan Model 3 made-in-Cina buatan pabrik itu dilakukan setahun kemudian. (Xinhua/Ding Ting)
Jajaran mobil listrik Tesla kini dilengkapi baterai LFP, meski sebagian masih menggunakan NMC. Seiring dengan pabrikan terus memangkas bobot kendaraannya dan memperbaiki efisiensi, kerapatan energi dalam baterai LFP yang standar dipastikan akan tersedia semakin luas di produk Tesla.
Toyota Motor dan Hyundai Motor pada tahun lalu juga telah mengumumkan rencananya untuk melengkapi mobil masa depan mereka dengan baterai LFP. Toyota bahkan mengungkap bahwa penambahan unsur mangan, seperti yang ada dalam baterai NMC, telah memampukan cel-cel baterai LFP memuat energi lebih banyak.
"Menyediakan kemampuan EV untuk melahap jarak tempuh yang lebih jauh--sampai 724 kilometer--dalam sekali charge."
ENGINEERING, REUTERS