Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Memangkas Siklus Nyamuk

Ditemukan bakteri yang bisa membasmi nyamuk secara besar-besaran. Tapi teknologi yang terhitung ramah lingkungan itu belum dimanfaatkan.

14 Mei 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI NEGARA maju ataupun negara berkembang, nyamuk menjadi ancaman serius bagi manusia. Ia bisa membunuh manusia lewat penyakit malaria dan demam berdarah. Menurut data International Development Research Center di Kanada, tahun lalu sebanyak 300 juta orang telah diserang dua jenis penyakit itu.

Selama ini dikenal dua cara klasik untuk membasmi nyamuk. Cara pertama adalah dengan menggunakan pestisida untuk memberantas nyamuk dewasa. Cara kedua, dengan mengobati penderita yang terkena dua penyakit di atas. Namun, kedua cara itu memiliki kelemahan. Pestisida tidak aman bagi lingkungan, sementara pemberian obat terhitung cara yang ditempuh setelah kejadian.

Karena itu, diperlukan cara yang efektif berupa pencegahan. Cara itulah yang baru-baru ini di antaranya ditawarkan lewat hasil penelitian Nyonya Saartje Jeanne Rondonuwu Lumanauw. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, itu berhasil memanfaatkan spora bakteri Bacillus thurigiensis (Bt) untuk mematikan jentik nyamuk. Teknologi pengembangan bakteri Bt melalui medium buah kelapa itu dimodifikasinya dari cara serupa yang pernah diterapkan di Brasil.

Penerapan teknologi itu di lapangan boleh disebut mudah, aman, dan murah. Spora bakteri cukup diteteskan pada buah kelapa yang sudah dilubangi. Lubang lalu ditutup dengan kapas selama tiga hari untuk pembiakan bakteri yang bisa mencapai bilangan 1,2 miliar. Spora hidup pada medium air kelapa jenis genjah yang berumur enam sampai sebelas bulan. Buah kelapa hanya bisa sekali dipakai.

Selanjutnya, butir-butir kelapa berisi bakteri Bt diletakkan di habitat jentik nyamuk. "Paling baik bila bakteri ini dilepas mengumpul agar jentik mudah memakannya," kata Saartje, 58 tahun. Spora Bt tidak akan berbahaya bagi organisme lain. Ia hanya akan mematikan jentik nyamuk.

Sekali jentik menyantap spora bakteri, calon nyamuk itu akan sekarat. Sebab, Bacillus mengandung racun yang terdapat pada kristal proteinnya. Di perut jentik, yang kadar keasamannya tinggi, racun itu akan merusak jaringan usus. Jentik muda akan mati dalam waktu tiga sampai empat jam setelah menyantap menu maut itu. Jentik dewasa tak akan mati, tapi keesokan harinya ia akan berubah jadi pupah, semacam kepompong. Wujud itu akan bertahan sampai ia tewas. Ia tak punya kesempatan untuk jadi nyamuk kecil.

Alhasil, populasi nyamuk akan merosot drastis. Menurut Saartje, yang meraih gelar doktornya di Jurusan Entomologi Universitas Adelaide, Australia, cara itu sangat tepat diterapkan di areal pertambakan yang terbengkalai. Tapi ada satu hambatan, bila di habitat jentik nyamuk banyak makanan lain, bakteri Bt bukanlah pilihan satu-satunya. Memang, lambat laun jentik nyamuk akan memakan bakteri Bt.

Menurut Saartje, penelitiannya itu dimulai sejak 1993. Saat itu, ibu dua anak itu mengaku prihatin melihat tingginya angka malaria di Sulawesi Utara. Penelitian berdana sekitar Rp 23 juta itu rampung dua tahun kemudian. Pemilihan bakteri Bt berpijak pada fakta bahwa organisme itu tak akan merusak bila dikembalikan ke alam.

Selama proses penelitian, Saartje mengaku bagian tersulit adalah tahap pengisolasian bakteri dari tanah. Dia sampai berkali-kali harus mengorek tanah mulai dari Manado, Minahasa, sampai Bolaang Mongondow. Sampel terbaik didapatkannya dari tanah yang belum banyak terjamah dan tercemar pestisida.

Dari penelitian itu diperoleh 12 jenis bakteri. Namun, yang benar-benar dianggap lulus pengujian karakteristik hanyalah si Bt. Kini, bakteri itu bisa bertahan hidup sampai tujuh tahun. Syaratnya, ia harus disimpan di kertas saring berbentuk cakram atau tanah yang berhumus dan belum diberi pupuk. "Bila ada yang berminat, saya akan memberi biakannya. Tapi saya tidak tahu harus menghargai berapa," tutur Saartje.

Sayangnya, hasil penelitian itu belum diterapkan secara luas. Padahal, bakteri semacam itu, yang dikembangkan lewat medium pisang dan nanas di Peru, telah digunakan untuk memangkas populasi nyamuk sejak 12 tahun lalu. Bahkan, menurut Dr. Kartika Adiwilaga dari Monsanto, perusahaan asal Amerika Serikat yang mengembangkan Bt untuk keperluan transgenik, bakteri itu bisa dipilah berdasarkan jenis proteinnya untuk membunuh serangga yang dituju saja.

Yusi A. Pareanom, I.G.G. Maha Adi, dan Verrianto Madjowa (Manado)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus