Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyoroti pentingnya konten baru dalam kurikulum perguruan tinggi yang bisa menjadi tolak ukur produktivitas. Menurut dia, dengan adanya konten baru produktivitas itu, lulusan perguruan tinggi akan bisa lebih link and match dengan dunia industri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kita butuh ukuran soal produktivitas dalam kurikulum ini untuk menghadapi pergeseran industri yang sekarang ke arah ekonomi digital, kecerdasan buatan, green economy, dan ekonomi sirkular," kata Yassierli saat menghadiri Rapat Koordinasi Nasional Akademisi dan Saintis Indonesia (Asasi) 2024 di Yogyakarta pada Sabtu sore, 14 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam forum yang diikuti ratusan peserta dari 40 perguruan tinggi negeri dan swasta se Indonesia itu, Yassierli menyatakan rencana peningkatan daya saing dan kompetensi tenaga kerja Indonesia tidak bisa dilepaskan dari perguruan tinggi. Dan, untuk itu, dia menambahkan, kurikulum perguruan tinggi harus terus disempurnakan agar bisa beradaptasi sesuai kebutuhan.
Yassierli berujar, ukuran tentang produktivitas itu yang sekarang dinilainya cukup krusial. Sebab, kata dia, dunia industri perlu melihat rekam jejak lulusan perguruan tinggi untuk memudahkan penyerapan tenaga kerja. "Konten kurikulum soal produktivitas ini sangat penting karena ada kontribusinya ke tenaga kerja, modal, dan teknologi pada industri," kata dia.
Dalam bayangannya, penerapan kurikulum itu mengikutsertakan mata kuliah yang membahas tentang produktivitas: bagaimana mengukur, dan bagaimana meningkatkan produktivitas. Dengan diajarkan secara khusus di kampus baik negeri maupun swasta, Yassierli berharap ada ukuran yang jelas antara kemampuan tenaga kerja dengan produktivitas yang dihasilkan di industri.
"Jadi, tidak ada lagi nanti orang mengaku sudah melakukan sesuatu pada industri, tapi itu tidak terukur dan tidak meningkatkan produktivitas," kata Yassierli yang mengusulkan kurikulum produktivitas itu diterapkan untuk program studi berkaitan dengan teknik atau engineering terlebih dulu.
Yassierli mengaku kalau dia sudah membahas konten kurikulum produktivitas ini dengan kementerian lain yang terkait. Hanya saja soal kapan target penyelesaian materi baru itu dan rencana penerapannya, Yassierli belum dapat jawabannya.
"Nanti yang merumuskan konsep konten kurikulumnya dari Kemenaker dulu, setelah terbentuk kami sampaikan untuk disempurnakan Kemdiktisaintek," ujarnya. "Kami berharap semua kampus di Indonesia belajar tentang produktivitas."
Dengan diakomodasi melalui kurikulum pendidikan tinggi, Yassierli meyakini produktivitas tenaga kerja di Indonesia yang saat ini masih rendah di angka 2,6 persen bisa segera merangkak naik. Dia membandingkan dengan Vietnam yang sudah mampu mencapai 6,8 persen.
Ketua Umum Perkumpulan Asasi, Elfahmi, mengatakan berhasilnya konsep link and match antara perguruan tinggi dengan dunia industri salah satunya disokong kurikulum yang mendukung. "Kurikulum menjadi satu kunci bagaimana lulusan perguruan tinggi bisa mendapatkan apa yang dibutuhkan dunia kerja di masa sekarang maupun akan datang, jadi perlu terus disempurnakan isinya," kata dia.