Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim riset Institut Teknologi Bandung (ITB) membuat panel antipeluru memakai bahan lokal karet dan serat rami. Panel itu lolos uji tembak dengan senapan penembak runduk alias sniper dari jarak lima meter.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kecepatan pelurunya tinggi hingga 856 meter per detik dan tidak tembus, maka itu kami happy atas hasilnya,” kata Ketua Tim Mardiyati kepada Tempo, Rabu 12 Januari 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain Mardiyati, tim juga beranggotakan Ahmad Nuruddin, Arief Hariyanto, Steven, Onny Aulia Rachman, dan Muhammad Hisyam Ramadhan yang seluruhnya berasal dari Laboratorium Polimeter Material. Adapun pengujian bekerja sama dengan PT Pindad.
Waktu pengujiannya pada 18 November 2021, oleh staf Pindad, dengan peluru dan senapan buatan pabrik senjata di Bandung itu. Jenis senjata yang dipakai yaitu SPR-3 kaliber 7,62 milimeter.
Saat pengujian, panel anti peluru berukuran 25,8 x 17 dan tebal 2,5 sentimeter itu ditembak di dua titik. Tim riset ITB membawa lima sampel panel. Masing-masing panel berbeda komposisi bahan lokalnya.
Biasanya, kata Mardiyati, bahan antipeluru seluruhnya menggunakan material impor. Misalnya kevlar yang memakai komposit epoksi, atau serat gelas dengan epoksi.
Dimulai sejak studi literatur pada pertengahan 2020, tim ITB menjajal untuk menggantinya dengan bahan lokal. Tujuannya untuk menghindari ketergantungan dari negara luar dan memenuhi aturan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) termasuk untuk militer.
“Karena ini bahannya komposit, kami melihat bahwa karet alam memungkinkan sekali untuk meredam peluru,” ujar Mardiyati. Karet menggantikan bahan epoksi, adapun serat rami menggeser dominasi serat gelas (fiberglass).
Ketua tim pembuat panel antipeluru dari ITB, Mardiyati. Dalam uji di Pindad, panel dari bahan lokal dan alami itu sukses menahan tembakan sniper dari jarak lima meter. (Dok.Pribadi)
Contoh panel yang dibuat ada yang berbahan 100 persen serat rami. Selain itu ada yang berkomposisi bahan serat rami 25, 50, dan 75 persen yang sisanya dicampur dengan serat gelas.
Dari hasil uji, panel berbahan karet dengan serat rami 100 persen terbukti gagal menghadang peluru. “Batasnya peluru bisa masuk setengahnya,” kata Mardiyati.
Adapun panel yang berserat rami 25, 50, dan 75 persen, sukses menahan peluru. Dari ketebalan panel 25 milimeter, peluru hanya menggores dengan kedalaman 2, 6, dan 10 milimeter. “Pelurunya nggak tembus tapi nyangkut di panel,” ujarnya.
Panel antipeluru buatan ITB dari bahan lokal yakni karet dan serat rami. Panel yang bisa menggantikan bahan kevlar impor ini sudah diuji oleh Pindad. (FOTO/ITB)
Hasil juga disandingkan dengan material antipeluru yang seluruhnya berbahan impor. Kelebihan lain dari panel yang lolos uji tembak itu adalah beratnya lebih ringan.
Pada panel berserat rami 75 persen, kata Mardiyati, beratnya 965 gram. “Tapi kalau 100 persen serat gelas itu hampir 1,5 kilogram atau 1500 gram,” ujarnya.
Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan ITB membiayai riset panel antipeluru dari bahan alami dan lokal ini dengan dana Rp 150 juta.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.