Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, New York - Sejak kapan mamalia punya ari-ari alias plasenta? Hasil temuan yang dipublikasikan dalam jurnal Science ini menunjukkan bahwa binatang yang menjadi induk dari seluruh mamalia placental ini muncul tak lama setelah bencana alam yang mengakhiri masa kekuasaan dinosaurus. Yakni, sekitar 65 juta tahun lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Binatang kecil berekor panjang dan berambut tebal ini yang lebih mirip tupai daripada gajah atau harimau. Inilah gambaran paling utuh dari nenek moyang semua mamalia berplasenta. Para ilmuwan menyatakan nenek moyang tikus, gajah, singa, beruang, paus, kelelawar, hingga manusia ada kemungkinan terlihat seperti binatang kecil ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Spesies seperti binatang pengerat dan primata tidak hidup bersama dengan dinosaurus non-unggas, melainkan berasal dari leluhur yang sama, yaitu binatang kecil, pemakan serangga yang dapat berlari cepat, dan muncul setelah punahnya dinosaurus," kata peneliti Maureen O'Leary dari Stony Brook University di New York, Amerika Serikat, seperti dilansir laman Live Science.
Riset yang dikerjakan oleh tim yang beranggotakan 23 peneliti dari berbagai negara itu sangat detail, sehingga bisa merekonstruksi binatang hipotetis ini secara terperinci. Mereka bisa berspekulasi seperti apa otak, tulang telinga dalam nenek moyang mamalia itu, bahkan hingga ovarium dan spermanya, yang memiliki kepala dan ekor seperti sel sperma saat ini.
Mamalia berplasenta adalah cabang terbesar dari pohon keluarga mamalia. Kelompok mamalia ini adalah binatang yang memelihara janin dalam rahimnya tetap hidup dengan plasenta atau ari-ari. Organ ini tidak dimiliki kelompok mamalia lain yang lebih kecil, yaitu marsupial seperti kanguru, yang merawat anaknya dalam kantong, atau monotreme seperti platypus dan echidna, yang bertelur.
"Ada lebih dari 5.100 spesies mamalia placental dan bentuknya amat beragam," kata peneliti dari American Museum of Natural History, Nancy Simmons, yang terlibat dalam studi itu, seperti dikutip dari laman UFL Sciences.
Masih banyak kontroversi tentang asal-usul mamalia berplasenta, seperti kapan mereka muncul dan bagaimana mereka mengalami diversifikasi. Bukti fosil menunjukkan bahwa mereka berevolusi setelah peristiwa kepunahan massal pada akhir Cretaceous sekitar 65 juta tahun lalu, yang mengakhiri masa dinosaurus. "Model ledakan" yang dilandasi data ini mengusulkan bahwa garis keturunan mamalia berplasenta muncul dan mengalami diversifikasi untuk mengisi relung kosong yang tertinggal setelah bencana tersebut.
Namun, penelitian genetika menunjukkan garis keturunan mamalia berplasenta sebenarnya jauh lebih tua. Hal itu mengindikasikan bahwa diversifikasi binatang tersebut berkaitan dengan pecahnya benua sebelum akhir periode Cretaceous.
"Dalam bidang penelitian mamalia, telah terjadi perpecahan besar antara orang yang bekerja dengan DNA dan mereka yang bekerja berlandaskan pada morfologi," kata peneliti John Wible di Carnegie Museum of Natural History di Pittsburgh.
Untuk mengungkap akar dari pohon keluarga mamalia berplasenta sekaligus memecahkan debat yang berlangsung selama beberapa dasawarsa itu, sebuah tim peneliti internasional bekerja sama dalam proyek riset enam tahun yang diberi nama Assembling the Tree of Life.
Proyek penyusunan pohon kehidupan mamalia berplasenta itu mengadopsi dua pendekatan berbeda untuk mempelajari evolusi binatang tersebut, yaitu data molekuler yang menguji DNA, dan data morfologis, yang mengamati ciri anatomi, seperti panjang tulang, tipe gigi, dan pola belang pada rambut binatang.
Tim molekuler mengumpulkan untaian DNA dari binatang hidup, sedangkan tim morfologi menganalisis anatomi mamalia, baik hidup maupun yang sudah punah. Tim molekuler membatasi risetnya pada mamalia hidup karena mereka tidak dapat mengekstraksi material genetik dari fosil yang berusia lebih dari 30 ribu tahun, sehingga data morfologi menjadi kunci untuk mengeksplorasi cabang pohon keluarga mamalia yang lebih tua lagi.
"Menemukan pohon kehidupan ini seperti merekonstruksi kembali tempat kejadian perkara (TKP), sebuah kisah pada masa lalu yang tak dapat kamu ulangi lagi," kata O'Leary. "Sama seperti sebuah TKP, perangkat uji DNA menambah informasi penting, begitu pula dengan petunjuk fisik lain seperti mayat atau dalam bidang ilmiah ini, fosil dan anatomi. Kombinasi seluruh bukti akan menghasilkan rekonstruksi sebuah peristiwa di masa lalu yang paling jelas."
Dalam mempelajari morfologi mamalia berplasenta, tim ilmuwan tak sekadar mempelajari 500 data karakteristik anatomi, melainkan 4.500 karakter sekaligus. Untuk mempelajari begitu banyak data, mereka menggunakan database MorphoBank yang berbasis cloud dan dapat diakses oleh umum.
"Kami tak akan dapat menyelesaikannya tanpa MorphoBank," kata Michelle Spaulding, peneliti di Carnegie Museum of Natural History. "Situs ini mengizinkan anggota tim, dari seluruh dunia, bekerja secara simultan."
Dengan menggabungkan data morfologi dan DNA, tim dapat mengumpulkan informasi 83 mamalia yang mereka pelajari. "Bukan berarti kami belum pernah mengombinasikan morfologi dengan DNA sebelumnya," kata Spaulding. "Kali ini, jumlah detail morfologinya luar biasa banyaknya, memberikan landasan anatomi yang lebih besar untuk dibandingkan dengan DNA daripada penelitian sebelumnya."
Bermodalkan data mamalia yang begitu banyak, baik yang telah punah maupun yang masih hidup, tim peneliti ini berani menggambarkan bagaimana wujud nenek moyang seluruh mamalia berplasenta tersebut. "Kami memiliki data semua mamalia berplasenta yang hidup saat ini, mulai gajah sampai shrew, dari yang terbang hingga yang berenang," kata Spaulding. "Kira-kira seperti apa nenek moyang dari berbagai binatang yang sangat berbeda bentuknya ini?"
Untuk mengetahuinya, tim peneliti bekerja sama dengan seniman untuk mengilustrasikan seperti apa nenek moyang mamalia berplasenta. Selain ekor berambut tebal, peneliti menduga binatang berkaki empat itu memangsa serangga dan memiliki bobot 6-245 gram, seperti berat badan binatang shrew. Binatang ini juga lebih beradaptasi dengan berlari kencang ketimbang bentuk gerakan yang lebih khusus semisal berayun di pohon. Otak binatang ini juga menunjukkan perkembangan dan aktivitas otak yang lebih besar.
"Itulah kekuatan 4.500 karakter," kata Wible. "Kami mencari semua aspek anatomi mamalia, dari tengkorak dan kerangka sampai gigi hingga organ internal dan otot, bahkan pola rambut. Dengan menggunakan pohon keluarga mamalia yang baru ditambah data anatomi ini, kami dapat merekonstruksi seperti apa wujud nenek moyang mamalia berplasenta."
Simak artikel menarik lainnya tentang mamalia hanya di kanal Tekno Tempo.co.
SCIENCE | LIVE SCIENCE | UFL SCIENCE