Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Si Piano Sampai Ke Tepi Tata Surya

Wahana Antariksa New Horizons Semakin Mendekati Pluto. Mengungkap Misteri Bekas Planet Dan Dunia Di Ujung Tata Surya.

9 Juli 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sudah satu jam dua puluh menit pusat kendali misi di Laboratorium Fisika Terapan Universitas Johns Hopkins, Maryland, Amerika Serikat, kehilangan kontak dengan New Horizons, Sabtu pekan lalu. Misi mendekati Pluto yang dimulai Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) satu dekade lalu itu pun terancam. Beruntung, masa kritis itu berakhir ketika para teknisi dapat mengatasi masalah pencatatan waktu sehingga sinyal dari wahana nirawak yang berada sekitar 4,8 miliar kilometer dari bumi itu berhasil muncul kembali.

Awak pusat kendali mendapati New Horizons berada dalam status safe mode karena komputernya mendeteksi gangguan. Setelah masalah diatasi, misi New Horizons kembali berjalan menurut jadwal. Semua perangkat keras dan lunaknya pun dalam keadaan baik. Wahana antariksa dengan bentuk dan ukuran seperti grand piano itu dijadwalkan terbang mencapai titik terdekat dari Pluto, sekitar 12.800 kilometer, pada 14 Juli nanti.

"Pluto sudah di depan mata, kami akan beroperasi normal lagi dan berupaya untuk berhasil," kata Jim Green, Direktur Ilmu Planet NASA, seperti ditulis situ NASA, 7 Juli 2015.

Mengendalikan New Horizons adalah tugas rumit. Apalagi New Horizons kini memegang rekor rute terjauh yang pernah dicapai wahana buatan manusia, dan masih bisa mengirimkan sinyal. Wahana itu bahkan sempat berhibernasi sebelum dibangunkan pada akhir tahun lalu. Rentang jarak yang ekstrem itu menjadi tantangan besar awak di pusat kendali, terutama jika mereka harus melakukan perbaikan komputer jarak jauh. Setidaknya butuh waktu sembilan jam untuk melakukan komunikasi dua arah dengan New Horizons.

Pluto adalah misteri besar di tata surya kita. Sejak ditemukan oleh astronom Amerika Serikat, Clyde Tombaugh, pada 1930, berbagai riset dilakukan untuk menguak cerita tentang benda langit yang jauhnya 80 kali jarak bumi-matahari itu. Para peneliti berusaha menemukan jawaban mengapa benda yang hanya berdiameter 2.300 kilometer itu-sekitar dua pertiga bulan-bisa teramati setelah penemuan planet-planet raksasa, seperti Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.

Misteri Pluto semakin kelam tatkala statusnya sebagai planet kesembilan di tata surya dicabut pada 2006, tahun yang sama dengan peluncuran New Horizons di Cape Canaveral, Florida. Sidang ahli Persatuan Astronomi Internasional memutuskan hal itu karena Pluto dinilai tak memenuhi kriteria sebuah planet. Dibanding delapan planet lain, orbit Pluto ternyata menyimpang dan tak sebidang. Bahkan pada satu masa Pluto bisa lebih dekat ke matahari dibanding planet terdekatnya, Neptunus. Massa Pluto juga terlalu kecil untuk menghasilkan gravitasi yang menjaga permukaannya tak tercerai-berai.

Pluto dianggap sebagai satu dari ribuan obyek antariksa yang menghuni Sabuk Kuiper. Ini adalah area setelah wilayah orbit Neptunus yang menjadi rumah serpihan batu luar angkasa, komet, dan planet kerdil beku. Daerah Sabuk Kuiper dinilai memiliki sisa-sisa jejak pembentukan tata surya sekitar 4,6 miliar tahun silam.

Pencabutan status Pluto sebagai planet membuat geger dunia astronomi. Sistem tata surya manusia ditetapkan hanya memiliki delapan planet. Dunia pendidikan pun harus merevisi buku-buku pelajaran yang selama puluhan tahun menyebut Pluto sebagai planet. Patricia Tombaugh, istri Clyde, bahkan sempat marah dan kecewa meski suaminya pernah mengatakan status Pluto bisa saja berubah karena kemajuan teknologi pengamatan luar angkasa.

New Horizons menjadi andalan untuk memecahkan misteri Pluto. Wahana seberat setengah ton itu meluncur semakin dekat dengan obyek berstatus "planet kerdil" tersebut. Juni lalu, kamera Long Range Reconnaissance Imager (LORRI) New Horizons berhasil mendapatkan 384 citra Pluto, cincin planet yang sebelumnya tak terdeteksi, hingga beberapa bulan Pluto. "Inilah hasil terbaik yang pernah kami lihat tentang satelit baru dan serpihan yang mungkin membahayakan wahana," kata Hal Weaver, ilmuwan di proyek New Horizons.

Gambar yang dikirim New Horizons jelas lebih baik ketimbang apa yang didapat dari teleskop luar angkasa Hubble. Dilihat dari lensa Hubble, yang melayang 559 kilometer di atas bumi, Pluto tak lebih dari bulatan putih kecil yang buram. Teleskop itu bahkan kesulitan memotret Styx, bulan terkecil milik Pluto, yang diamaternya diperkirakan 24 kilometer. "Bagi New Horizons dan LORRI, memotret Styx adalah hal yang mudah," ujar Weaver.

New Horizons juga berhasil mendeteksi wilayah terang dan gelap di Pluto. Gambar-gambar yang dikirim menunjukkan adanya kemungkinan beberapa wilayah yang diselimuti es, termasuk puncak di kutub Pluto. Diameter area terang dan gelap diperkirakan mencapai ratusan kilometer. Namun bagian kutubnya ternyata selalu tampak terang dan tak terpengaruh oleh rotasi Pluto. Hal tersebut mengindikasikan adanya puncak es reflektif di sana.

"Ini dugaan yang sangat kuat," kata Alan Stern, ilmuwan NASA yang pernah memimpin misi New Horizons.

Pluto, sama seperti Uranus, memiliki puncak di salah satu sisinya. New Horizons mengawasi salah satu wilayah kutub yang di gambar tampak lebih terang dibanding area lain. Para ahli menduga kutub Pluto tertutup lapisan reflektif nitrogen beku. Pluto juga diperkirakan punya lapisan karbon dioksida dan metan.

"Citra yang dikirim wahana sangat menjanjikan," kata Stern, 57 tahun, yang kini bergabung dengan lembaga riset nirlaba Southwest Research Institute di Colorado.

New Horizons adalah wahana tercepat yang pernah diluncurkan manusia. Saat ini wahana itu mendekati Pluto dengan kecepatan 5.100 kilometer per jam. Banyak yang berharap New Horizons bisa menggali data Pluto sebanyak mungkin. Namun New Horizons punya risiko tinggi karena bergerak dengan kecepatan tinggi. Dalam kondisi tersebut, tabrakan dengan debu luar angkasa sebesar beras pun sudah cukup untuk membuat New Horizons rusak parah.

Stern mengatakan perjalanan New Horizons adalah misi penting yang tak dapat diabaikan warga bumi. Menurut dia, para orang tua seharusnya sudah mulai menjelaskan ihwal situasi jagat raya dan kecanggihan teknologi yang dipakai untuk mendekati Pluto. "Pikirkan tentang mereka yang bekerja selama 25 tahun untuk mengembangkan pengetahuan ini," kata Stern seperti ditulis The Guardian, 4 Juli lalu. "Ini adalah perjalanan yang sangat jauh menuju tepi tata surya."

Gabriel Wahyu Titiyoga (Nasa, Livescience, Space)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus