Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEKILAS tubuh Abu El-Haul masih tampak kukuh. Lambang keperkasaan dan kearifan di gurun pasir itu masih sanggup berdiri dengan angkuh di antara piramid-piramid tua, di Lembah Gizah. Namun, bila ditatap dari dekat, segera akan terlihat bahwa tubuh tua itu sakit-sakitan dan lapuk. Malah Abu El-Haul, nama yang diberikan oleh orang-orang Arab bagi Sphinx, belum lama ini mengalami cedera. Pundak kanannya rompal, menyisakan lubang menganga. Sebongkah batu panjang 130 cm, lebar 87 cm, dan tebal 50 cm - ditemukan di dekat kaki patung singa raksasa berkepala manusia itu. Rupanya, pundak kirinya pun terancam: garis-garis retakan tampak merekah. Tiap hari makin paniang. Sepanjang hidupnya, itulah luka Sphmx yang paling serlus. Cuaca Lembah Gizah, selatan Kairo, pada satu-dua bulan terakhir ini memang kurang bersahabat dengan Sphinx. Angin berembus kencang, kadang-kadang mencapai 100 km per jam, disertai hujan deras. Para ahli purbakala Mesir memperkirakan, kerusakan itu bukan semata-mata karena cuaca. Dalam usianya yang sangat tua, patung setinggi 22 meter itu tentu makin uzur. Kemunduran itu, menurut dugaan, dipercepat oleh perkembangan lingkungan yang tidak terencana. Sphinx dibangun oleh Raja Khafre sekitar 4.600 tahun lalu. Bangunan sepanjang 70 meter, lebar 15 meter, ini melambangkan semangat zaman itu. Tubuh singa, dengan dua sayap yang kukuh, melambangkan keberanian dan kekuatan. Sedangkan kepala manusia menunjukkan kearifan dan kecerdikan. Konon, kepala Sphinx itu menggambarkan wajah Raja Khafre sediri. Dua hal itu dianggap sebagai modal untuk mempertahankan kebesaran Mesir waktu itu. Beberapa generasi setelah Khafre, Raja Tahtames naik takhta. Pada catatan sejarah, Tahtames merenovasi tubuh Sphinx. Panjang tubuhnya yang 72 meter dipangkas menjadi 70 meter. Pahatan bagian ekor diperbaiki. Raja ini juga membuat prasasti yang dipahatkan pada dada Sphinx. Huruf hieroglyph pada prasasti itu berbunyi: "Impian sebuah Perjalanan Perburuan". Konon, prasasti itu dibuat setelah Raja Tahtames mimpi bertemu dengan Sphinx secara pribadi. Pada pertemuan itu, dalam cerita Mesir Kuno, Sphinx meminta Tahtames menimbun tubuhnya dengan pasir. Wangsit itu cepat dilaksanakan. Seusai prasasti dibuat, tubuh patung singa itu diuruk, dan hanya bagian kepala yang muncul di atas permukaan tanah. Selama berabad-abad badan patung itu terkubur dan dilupakan orang. Generasi demi generasi hanya mengenalnya sebagai sebuah monumen berbentuk kepala dari sebuah peradaban tua. Untunglah, selama lebih dari 4.000 tahun, patung itu tak terusik oleh tangantangan jahat. Tubuh Sphinx baru digali seabad silam. Sejak itu, Sphinx menjadi sumber informasi penting untuk menggali sejarah dan peradaban tua di lembah Nil, di samping piramid-piramid yang banyak terserak di tempat itu. Semakin banyak misteri sejarah terkuak, Sphinx dan piramid-piramid itu kian menarik perhatian dunia. Berikutnya peninggalan purbakala ini tumbuh menjadi daya tarik pariwisata. Selama seabad "kebangkitan" Sphinx, renovasi telah dilakukan beberapa kali. Yang pertama dilakukan pada 1925 oleh para ahli purbakala Inggris dan Prancis. Dua belas tahun berikutnya, perbaikan kedua dikerjakan. Lalu pada 1954 kembali Sphinx direparasi. Sepuluh tahun lalu, Sphinx diperbaiki lagi. Konon, di zaman Romawi, sekitar dua ribu tahun lalu, Sphinx juga pernah direparasi, tak jelas pada bagian mana. Perbaikan-perbaikan selama ini hanya bersifat tambal sulam. Bagian-bagian yang rompal ditambal dengan semen. Sebelum digunakan untuk menyumbat luka itu, semen dicampur dengan batu merah, lalu dicetak dengan gips. Cetakan ini disumbatkan pada bagian rompal dengan semen. Retakan-retakan pada kulit Sphinx pun dirapatkan dengan semen. Tubuh patung ini juga dipertahankan agar tetap masif. Maka, rongga-rongga kapiler yang ada pada bangunan dari batuan diorite itu disuntik dengan bahan penguat, sejenis semen juga. Langkah perbaikan ini hanya bersifat sementara. Tambalan pada bagian dada Sphinx, yang dilakukan 34 tahun lalu, umpamanya, ternyata mengelupas. Batuan kapur lunak liorite yang berumur 50 juta tahun ternyata kurang akrab terhadap bahan-bahan perekat abad ini. "Sebaiknya, penambalan itu menggunakan bahan yang sejenis dengan batuan Sphinx sendiri," kata Dr. Lalle Gory, ahli batuan dari Universitas Louisfield, AS, yang kini sedang meneliti Sphinx dan piramid. Suasana di sekitar Lembah Gizah kini membuat para ahli purbakala Mesir prihatin. Lingkungan lembah tak mendukung upaya konservasi peninggalan peradaban Firaun itu. Perembesan air, dari permukiman kumuh dekat patung itu, dan pencemaran udara oleh industri, dituding bisa mempercepat keroposnya tubuh Sphinx. Limbah air penduduk, kabarnya, tak diamankan, sehingga merembes sampai dasar patung. Rembesan ke atas pun tak terhindarkan. Selain membuat patung lembap, juga menimbulkan pengikisan. Keadaan ini diperburuk oleh adanya gas buangan Industri, yang banyak mengandung amonia dan oksida belerang. Kedua macam gas buang, jika bergabung dengan permukaan lembap batuan Sphinx, bisa menimbulkan ancaman baru: pelapukan batuan oleh mikroorganisme, seperti lumut. Dari segi lain, hiruk-pikuknya lalu lintas menimbulkan getaran yang bisa menimbulkan sentakan-sentakan pada tubuh patung. Upaya penyelamatan Sphinx sebetulnya mulai dipersiapkan sejak 1982 lalu. Waktu itu, pemerintah Mesir membentuk sebuah komite, meliputi universitas-universitas di negeri itu ditambah ahli asing. Namun, proyek itu macet terhambat birokrasi. Dalam waktu dekat ini, departemen kebudayaan Mesir akan membentuk panitia pemugaran baru lagi Agaknya, Mesir sadar bahwa Sphmx kini tengah menangis dan mencucurkan serpihan-serpihan batuan. Setiap serpihan yang jatuh berarti ancaman terhadap anggaran belanja negara. Sphinx dan piramid telah telanJur menJadl andalan Mesir dalam pengumpulan devisa, lewat sektor pariwisatanya. Putut Tri Husodo (Jakarta) dan Djafar Bushiri (Kairo)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo