Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - British Council merilis hasil survei terbarunya di Indonesia mengenai anak muda yang bertajuk The Next Generation pada Oktober 2022. The Next Generation adalah seri penelitian global British Council yang berfokus pada kaum muda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penelitian ini bertujuan untuk memahami sikap dan aspirasi kaum muda dari berbagai latar belakangan mengenai berbagai isu seperti pendidikan, gaya hidup, opini, keresahan, serta harapan terhadap negara. Penelitian ini diharapkan bisa membantu pemerintah dalam menentukan kebijakan yang tepat dan inklusif kepada mereka yang kurang mampu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penelitian ini dilakukan bekerja sama dengan lembaga riset pemuda independen, 2CV dengan bantuan sejumlah jaringan lokal seperti Indonesia Youth Foundation. Penelitian dilakukan pada Oktober 2021 dengan melibatkan 3.093 responden berusia 16-35 tahun. Survei dilakukan dengan metode tatap muka dan online.
Dari ribuan responden itu, 49 persen di antaranya adalah perempuan dan 50 persen laki-laki. Adapun satu persen mendefinisikan sebagai diri sendiri. Domisili responden sebanyak 55 persen tinggal di pulau Jawa, 42 persen di pedesaan dan daerah terpencil dan 58 persen di perkotaan dan pinggiran kota.
Pendidikan Jadi Isu Nomor Satu yang Ingin Diperbaiki Anak Muda
Hasil dari riset ini menunjukan bahwa isu pendidikan menjadi masalah nomor satu yang ingin diperbaiki anak muda Indonesia. Pada saat riset tersebut dilakukan, Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi telah menggagas program Merdeka Belajar Kampus Merdeka untuk mengatasi masalah kualitas pendidikan. Namun, disebutkan dalam laporan tersebut, kaum muda dalam penelitian mengaku belum merasakan dampak dari aturan tersebut.
"Mereka optimistis tentang masa depan pendidikan dengan menyebut ini sebagai tiga masalah teratas yang akan meningkat dalam lima tahun ke depan," dikutip dalam ringkasan laporan tersebut.
Anak muda, dalam laporan tersebut, menempatkan nilai tinggi dalam menerima pendidikan formal yang dipandang sebagai komponen penting untuk memperkuat karakter, menanamkan moral yang kuat, dan mengembangkan identitas Indonesia yang unik.
Namun, kurang dari setengah sampel kaum muda yang setuju bahwa pendidikan mereka berharga pada tahapan praktik. Sebanyak 40 persen mengatakan pendidikan baik untuk membantu mereka mempersiapkan diri dalam berkehidupan, sedangkan 36 persen mengatakan pendidikan untuk bekerja dan 39 persen setuju pendidikan membantu peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan.
Hal ini menunjukkan terputusnya atau tidak sinkronnya antara nilai yang ditempatkan kaum muda pada pendidikan dengan institusi pendidikan akan manfaat nyata dari pendidikan.
Berbagai Permasalahan Pendidikan yang Dihadapi
Kurikulum, pengembangan skill, pengajaran, metode pengajaran dan fasilitas muncul sebagai prioritas yang perlu diperbaiki. Pemuda di seluruh Indonesia juga mengeluhkan adanya guru yang melakukan kekerasan, metode pengajaran yang pasif dan berdasarkan teori, ukuran kelas yang besar dan
kurangnya sumber daya serta fasilitas yang memadai.
Kaum muda juga mencatat kurangnya penyerapan teknologi di sekolah, baik dalam hal metode pengajaran dan alat yang tersedia bagi siswa. Hal ini secara signifikan dapat berdampak pada seberapa terlibatnya kaum muda dengan pendidikan mereka.
"Kurangnya kualitas dapat menyebabkan kaum muda mempertanyakan manfaat praktis dari pendidikan mereka dan dapat berkontribusi pada kasus putus sekolah," dikutip dari hasil riset tersebut.
Putus sekolah terjadi karena beberapa faktor. Sebanyak 34 persen mengatakan kendala keuangan menjadi penyumbang utama pelajar putus sekolah, terutama bagi perempuan sebanyak 43 persen dan kaum muda di pedesaan sebanyak 39 persen.
Pengaruh dan tekanan orang tua juga memainkan peran besar dalam remaja putus sekolah. Mengingat bahwa orang tua Indonesia menentukan kehidupan anak-anak mereka, anak-anak muda sering kali putus sekolah karena tekanan keluarga untuk mencari nafkah dan menghidupi keluarga.
"Dalam sesi kualitatif, kaum muda sering kali menyatakan penyesalan atas keputusan mereka dan menyambut baik kesempatan untuk bergabung kembali dengan sekolah formal," hasil dari penelitian tersebut.
Sejumlah perubahan diminta anak muda untuk memperbaiki sistem pendidikan meliputi pemerataan pendidikan di desa dan wilayah timur Indonesia; peningkatan pelatihan dan kualitas guru, terutama pada tingkat pendidikan yang lebih rendah; perluasan dan perbanyak peluang beasiswa; hingga keterampilan yang diajarkan di sekolah seperti teknologi, bisnis, dan Bahasa Inggris.
Adapun secara global sebanyak 48 ribu orang telah berpartisipasi dalam Next Generation yang mencakup 19 negara dengan menghasilkan 21 laporan.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.