PEMDA Jawa Timur masih dihadang tembok tebal. Upayanya untuk membersihkan Kali Surabaya kemhali mentok jalan buntu. Misalnya Sabtu pekan lalu, di Pengadilan Negeri Sidoarjo, Bambang Gunawan (d/h Oei Ling Gwat) divonis bebas murni. Ia adalah bos pabrik tahu PT Sidomakmur dan peternakan babi PT. Sidomulyo di Desa Sidomulyo, Kecamatan Krian, Sidoarjo. Kasus pencemaran lingkungan di Indonesia ini baru pertama kali disidangkan. Jaksa Syamsuddin Yusuf menuduh Bambang mencemarkan lingkungan Kali Surabaya, lalu menuntut pidana enam bulan dengan masa percobaan setahun, atau denda Rp 1 juta. Jaksa mengajukan kasasi atas putusan yang tergolong mengeiutkan itu. Sudah lama urusan limbah membuat Pemda Ja-Tim pusing. Bahkan pertengahan Agustus 1977, untuk sementara, terpaka gubernur menghentikan produksi bumbu masak PT Miwon Indonesia, perusahaan patunan Indonesia-Korea. Pada 1982, kali itu kembali dicemari oleh buangan pabrik kertas PT Surabaya Mekabox. Dan kondisi air Kali Surabaya terus memburuk. Maklum, dari 70 perusahaan industri yang berjajar sepanjang sungai di jantung Kota Surabaya hingga Mojokerto -- itu tiap hari dibuang tak kurang dari 100.000 meter kubik limbah, baik buangan logam maupun bahan organik. Dari debit sungai yang 430.000 meter kubik sehari, jumlah limbah itu mencapai 25%. Kadar oksigen dalam air pernah mencapai 0 mg per liter. Ini jauh dari standar 6 mg per liter sebagai bahan baku air minum PDAM. Tak ada jalan lain, Kali Surabaya harus dicuci. Pada 11 Oktober 1987, 7,5 juta meter kubik air Waduk Sutami, Karangkates, digelontorkan ke Kali Surabaya. Nilainya sampai Rp 1 milyar. Air memang jernih, walau cuma dua minggu. Setelah itu kembali keruh. Dan setelah musim hujan datang, mutu air kembali terkatrol. Toh hujan tak datang sepanjang tahun. Langkah menangkal limbah Kali Surabaya itu lalu disandarkan pada Surat Keputusan Gubernur Ja-Tim No. 43/1983. Dalam SK itu disebutkan: batas maksimal BOD (Biological Oxygen Demand) adalah 30 mg per liter dan COD (Chemical Oxygen Demand) 1 mg per liter. Dan sandaran hukum lain, yaitu UU No. 4/1982 Tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pemantauan di Kali Surabaya secara intensif dimulai pada Oktober 1987 oleh Tim KPPLH (Komisi Pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup) yang dibentuk di masing-masing pemda tingkat II. Lalu Tim KPPLH Sidoarjo menemukan pencemaran di berbagai pabrik, termasuk milik Bambang Gunawan. Untuk lebih meyakinkan, KPPLH Sidoarjo meminta bantuan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Surabaya untuk meneliti limbah milik Bambang. Pada 19 Juli 1988 BTKL Surabaya mengirim 3 ahlinya ke lokasi pabrik tahu dan peternakan babi itu. Didampingi 11 petugas Polres Sidoarjo, secara diam-diam, mereka mengambil contoh air di saluran pembuangan limbah. Di PT Sidomakmur, ditemukan kandungan BOD 3.095,4 mg per liter dan COD sebesar 12.293 mg per liter. Sedang di PT Sidomulyo, BOD sebesar 462,3 mg per liter dan COD sebesar 1.802,9 mg per liter. Jelas, angka-angka ini jauh di atas ambang batas yang ditentukan SK Gubernur Ja-Tim tadi. Atas dasar itulah Bambang Gunawan, 48 tahun, diseret ke meja hijau. Tapi saksi-saksi yang diajukan memberikan keterangan yang saling bertentangan. Drs. Hudoro, Kepala Dinas Perindustrian Sidoarjo, misalnya, mengutip data Balai Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Sidoarjo yang memeriksa air buangan PT Sidomakmur pada 4 Juni 1988. Hasilnya bertentangan dengan penelitisan BTKL. BPPI mencatat BOD sebesar 17,34 mg per liter dan COD 68,58 mg per liter. Ini masih di bawah ambang maksimal SK Gubernur itu. Hanya, dalam laporan BPPI Sidoarjo ada catatan: pengambilan sample air buangan dilakukan oleh karyawan perusahaan bersangkutan. Obyektivitas pengambilan sample itulah yang kemudian diragukan Drs. Maryadi Broto Suwandi. "Kalau yang mengambilnya karyawan perusahaan itu, apa bisa dijamin asli atau bukan? Kami siap diajak argumentasi soal data ini di persidangan," ujar Kepala Balai Tehnik Kesehatan Lingkungan itu. Selama sidang berjalan, pihak BTKL belum tahu bahwa sample tadi diambil oleh karyawan PT Sidomakmur. Karena itu, Ketua Majelis Hakim Ngakan Nyoman Rai SH (juga Ketua PN Sidoarjo) membebaskan Bambang Gunawan, walau memang terbukti membuang limbah industri tahu ke Kali Surabaya. Namun hakim menilai perbuatannya bukan tindak pidana, karena tidak menyebabkan tercemarnya lingkungan hidup. Dan Ngakan Nyoman Rai yakin pada kebenaran putusannya. "Saya nggak takut. Kalau Pemda memanggil saya, ya, saya akan datang," ujarnya. Bambang Gunawan mengatakan kepada TEMPO bahwa ia sudah mengeluarkan Rp 5 juta untuk membuat bak penampung limbah. Cuma, ia mengaku lalai mengontrolnya. Padahal air limbah di bak penampung itu sering luber dan terus masuk ke sungai. Kini ia punya 1000 ekor babi, dan memproduksi 20 ton tahu sehari. Wakil Gubernur JaTim Trimarjono SH yang dikenal sebagai pendekar ligkungan di Jawa Timur tak hendak mengomentari putusan tersebut. "Itu wewenang hakim," ujarnya kepada TEMPO. Namun sebenarnya ia lebih percaya pada data limbah BTKL yang diajukan dalam sidang. Sebab, BTKL itu ditunjuk secara resmi oleh pemerintah. Setelah upaya hukum itu mental, Pemda Ja-Tim akan memilih jalur administratif. "Jika sampai tiga kali sebuah perusahaan tetap membandel, izin usahanya bisa dicabut. Mendirikan perusahaan itu kan syaratnya macam-macam," kata Tri. Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup Emil Salim memberi dukungan kepada Pemda Ja-Tim. Bila perlu, kata Emil, seperti dikutip ompas, aparatnya akan turun ke daerah untuk membantu pembuktian kasus pencemaran lingkungan. Itu jika aparat daerah mengalami kesulitan.Toriq Hadad, Herry Mohammad, dan Zed Abidien (Biro Surabaya).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini