Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah terapi eksperimental dikerjakan terhadap sekelompok kecil orang yang memiliki penurunan kemampuan penglihatan karena usia. Eksperimen itu menggunakan sorot cahaya merah ke mata selama beberapa menit. Harapannya, organ sel yang disebut mitokondria, struktur mikroskopis yang menjadi pabrik energi dalam setiap sel, menggeliat kembali.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Eksperimen dilakukan terhadap 24 orang. Kepada mereka diberikan paparan singkat cahaya merah itu dalam intensitas energinya yang terendah. Selang beberapa hari, kemampuan penglihatan seluruh bola mata diuji lewat tes buta warna, apakah ada peningkatan performa atau tidak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam serangkaian penelitian atau eksperimen sebelumnya yang dilakukan berbasis sel ataupun pada hewan, gelombang cahaya merah tua dan sinar dekat-inframerah telah diketahui mampu meningkatkan fungsi mitokondria. Diduga, panjang gelombang dari dua jenis cahaya itu berfungsi memperbaiki performa struktur molekuler kunci dalam mitokondria yang disebut pompa sintase ATP.
Pompa-pompa ini membangun sebuah molekul energi yang disebut ATP, yang digunakan sel sebagai sumber energi, dengan berotasi dalam lingkungan cair mitokondria. Cahaya merah tua memiliki panjang gelombang yang pas, 670 nanometer, yang bisa diserap oleh molekul-molekul air, yang memberi mereka energi tambahan.
Dampaknya, cairan di sekeliling setiap pompa menjadi lebih encer atau viskositas rendah, memungkinkan struktur berotasi lebih cepat. “Ini seperti memanaskan selai untuk membuatnya lebih mudah diaduk,” kata Glen Jeffery dari Institut Optalmologi di University College London, Inggris. Dia dan timnya telah mempublikasi hasil eksperimennnya dalam Jurnal Nature pada 24 November 2021.
Menyadari perbaikan efisiensi energi pada sel bisa mempengaruhi sistem tubuh yang luas, Jeffery dkk mengujinya pada sel-sel di retina, sebuah jaringan yang sensitif cahaya dan berlokasi di belakang bola mata. Sel retina memiliki kandungan mitokondria lebih tinggi daripada sel lain dalam tubuh. Menurunnya fungsi mitokondria itu diduga berkontribusi kepada menurunnya penglihatan karena usia, dan telah berimplikasi dalam beberapa kasus kebutaan.
Dari eksperimen pada lalat, mitokondria diduga memproduksi sebagian besar ATP pada pagi. Dari sana, Jeffery dan timnya melaksanakan percobaan paparan cahaya merah pada pagi—dan pada sore sebagai kontrolnya. Peserta uji adalah orang-orang berusia 37 sampai 70 tahun.
Para partisipan eksperimen diberikan paparan sinar merah tua lemah ke arah matanya selama tiga menit. Tiga jam kemudian, kemampuan mata mereka diuji lewat tes deteksi huruf yang memiliki latar warna sama, seperti pada tes buta warna. Tim peneliti fokus soal kemampuan melihat warna karena sel-sel dalam retina yang bertanggung jawab untuk visi hitam dan putih cenderung mati seiring usia.
Ketika 24 peserta uji mendapatkan sekali terapi, antara pukul 8-9 pagi, kemampuan mata mereka dalam melihat kontras warna membaik sebesar 12-17 persen, dibandingkan sebelum terapi diberikan. Sebanyak sepuluh orang diuji lagi seminggu kemudian dan hasilnya masih 10 persen lebih baik. Tapi, tidak ada perubahan signifikan jika terapi diberikan pada sore.
“Beberapa peserta mengaku tidak merasakan ada yang berbeda dari matanya, meski tampak nyata dari hasil tes,” kata Jeffery lagi.
Louise Gow dari Royal National Institute of Blind People menilai temuan itu sangat menarik. Tapi, dia menambahkan, tetap perlu studi yang lebih besar untuk memastikan benefit yang didapat pada penglihatan seseorang. “Studi yang lebih besar akan memberikan bukti yang lebih pasti untuk terapi inovatif ini,” katanya.
Sejumlah hasil penelitian lain telah menemukan terapi cahaya merah bisa menguntungkan orang-orang dengan penyebab umum kebutaan yang disebut degenerasi makula atau gangguan pengelihatan pada lansia. Juga untuk kasus memburuknya penglihatan karena penyakit diabetes.
“Terapi bisa membantu di banyak kondisi karena mendorong mitokondria mengaktifkan seluruh sistem dalam sel yang membuat sel bekerja lebih baik,” kata Janis Eells dari University of Wisconsin-Milwaukee. Eells bekerja dengan LumiThera, perusahaan yang memasarkan alat terapi dengan cahaya merah untuk degenerasi makula di beberapa negara.
Beberapa penelitian yang lain lagi juga telah menggunakan terapi cahaya merah tua atau sinar dekat-inframerah pada hewan di laboratorium yang memodelkan kondisi dan luka pada otak, seperti stroke dan penyakit Parkinson, di laboratorium. Hasilnya, setelah kepalanya disinari, kondisi hewan-hewan itu membaik.
Tim Jeffery juga telah menemukan kalau iradiasi cahaya merah dapat melindungi lebah yang terpapar insektisida neonicotinoid, yang merusak mitokondria. Tim ini lalu merekomendasikan para peternak lebah menempatkan lampu-lampu dalam sarang.
NEW SCIENTIST, NATURE