Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sains

Terungkap, Ternyata Ini Cara Virus Zika Sebabkan Mikrosefali

Mutasi gen seringnya membuat virus menjadi patogen penyakit berbahaya, tak terkecuali virus zika yang menyebabkan mikrosefali.

31 Oktober 2017 | 20.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilmuwan Dan Galperin memegang botol yang ditandai "Zika" dalam pengembangan vaksin untuk virus Zika berdasarkan produksi variasi rekombinan dari protein E dari virus Zika di Protein Sciences Inc., Meriden, 20 Juni 2016. REUTERS/Mike Segar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Beijing - Mutasi gen seringnya membuat virus menjadi patogen penyakit berbahaya, tak terkecuali virus zika yang menyebabkan mikrosefali. Mutasi virus yang disebarkan nyamuk Aedes aegypti ini--yang juga menyebarkan penyakit demam berdarah--menyebabkan seorang bayi lahir dengan kondisi kepala kecil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelum wabah di Brasil pada 2015, zika diketahui tidak begitu berbahaya. Namun, saat wabah menyerang Negeri Samba itu dan banyak bayi yang lahir dalam waktu berdekatan, barulah terungkap masalah yang sebenarnya: virus ini "memakan" otak janin yang sedang berkembang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di Amerika Serikat, setidaknya ada 100 bayi yang terinfeksi zika lahir dengan kondisi kepala kecil. Sebelum melahirkan, ibu dari bayi diketahui bepergian ke daerah wabah zika. Bayi-bayi dengan cacat lahir itu belakangan juga diketahui sering mengalami kejang, kehilangan pendengaran, sulit melihat dan bergerak, serta sulit bergerak.

Arthur Conceicao, berusia 1 tahun yang lahir mengalami microcephaly saat terapi renang di pusat rehabilitasi AACD di Recife, Brasil, 28 September 2016. Para ilmuwan masih menyelidiki bagaimana virus Zika menyerang janin di dalam rahim, bayi yang lahir dengan kerusakan otak yang disebabkan oleh virus. AP/Felipe Dana

Sedangkan di Indonesia, zika pernah "mampir" ke Jambi pada 2015. Tim dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menemukan virus tersebut bersarang di tubuh seorang pasien pria berumur 27 tahun yang dirawat di Rumah Sakit Siloam.

Gejala awal yang dialaminya mirip dengan demam berdarah: demam tinggi, sakit kepala, nyeri sendi dan otot, serta pembengkakan anggota gerak. Namun tak tampak ruam kemerahan dan mata merah, seperti gejala paparan virus zika. Ilmuwan sudah menduga bahwa virus zika bermutasi. Namun mereka belum tahu bagian genom mana di virus tersebut yang mengalami kelainan, yang kemudian membuat jutaan orang tua di seluruh dunia khawatir.

Hal tersebut menjadi misteri hingga Cheng-Feng Qin, ahli virologi dari Beijing Institute of Microbiology and Epidemiology, dan tim berhasil mengungkapnya. Riset berjudul "A Single Mutation in the prM Protein of Zika Virus Contributes to Fetal Microcephaly" itu terbit dalam jurnal Science edisi 28 September lalu. Qin dan tim melakukan riset laboratorium terhadap 100 ekor tikus yang baru lahir dan sel punca otak manusia.

Tim membagi tikus ke dalam empat kelompok. Setiap kelompok disuntikkan empat strain virus zika yang berbeda. Satu strain terkait dengan wabah zika pada 2010. Tiga strain lainnya diisolasi saat wabah 2015-2016 yang disebut VEN/2016.

"Hasilnya, kelompok tikus yang diberi VEN/2016 tumbuh dengan volume otak yang lebih kecil dibanding kelompok tikus dengan strain 2010," demikian menurut tim dalam jurnal.

Setelah dilakukan pengamatan lebih lanjut, terjadi perubahan komposisi asam amino dalam permukaan virus zika strain VEB/2016. Asam amino serin--yang berguna untuk mengembangkan tubuh--di dalam protein prM tergantikan oleh asam amino asparagin. Bisa dibilang, virus ini memiliki struktur asam amino yang berubah. Mutasi juga ditemukan di virus yang disuntikkan ke sel punca otak manusia.

Daniele Santos mengajak bercanda anaknya Juan Pedro yang menderita microcephaly di Recife, Brasil, 26 Maret 2016. Santos melahirkan dengan anaknya keadaan microcephaly yang terkait dengan virus zika. REUTERS/Paulo Whitaker

Meski hasilnya akurat, banyak ilmuwan yang mempertanyakan metode penyuntikan langsung virus ke otak tikus. "Penularan virus ini tidak melalui infeksi janin," kata Jean Pierre Schatzmaan Peron, ilmuwan imunologi dari University of Sao Paolo, Brasil, yang tidak tergabung dalam tim Qin, seperti dilansir laman berita News Week. Dalam kasus wabah zika 2016 yang terkait dengan mikrosefali, virus masuk melalui plasenta.

Menurut Peron, bisa saja tubuh manusia mendeteksi protein yang bermutasi dan mencegah virus tersebut masuk lebih dalam. "Masih banyak pertanyaan yang belum terjawab," ujarnya. Salah satunya adalah menggunakan eksperimen serupa terhadap monyet atau simpanse, yang memiliki struktur genetika mirip dengan manusia, dan melihatnya sejak masih janin.

Virolog lain, Alysson Muotri, dari University of California, San Diego, yang juga tidak ikut dalam penelitian ini, menilai virus zika bisa saja lebih agresif dan menyebabkan mikrosefali lantaran masalah lain. "Mutasi memang mengubah struktur biologi virus, tapi belum sepenuhnya menjelaskan apa yang terjadi," kata dia. Moutri telah belasan tahun mempelajari zika pada hewan. Menurut dia, ada faktor lain yang berperan.

Tentu ini menjadi langkah besar dalam upaya menaklukkan virus zika, dan Qin serta timnya tak mau berhenti. Mereka terus bekerja keras untuk menguak misteri zika lebih dalam.

Zika Asia Mampir di Jambi

"Kami mulai masuk untuk mempelajari faktor-faktor yang berinteraksi dengan protein yang bermutasi. Kami harap hasilnya akan bisa segera didapat," demikian menurut tim. "Karena zika bisa kembali kapan saja."

Simak artikel lainnya tentang mutasi gen, virus zika dan mikrosefali hanya di kanal Tekno Tempo.co.

SCIENCE | NEWS WEEK

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus