Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia, melalui Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), diamanahkan memimpin proyek kolaborasi pemanfaatan nuklir untuk benda-benda warisan budaya, seperti pengawetannya dan mengecek usianya berbasis teknologi nuklir. Amanah ini diberikan oleh organisasi Internasional Atomic Energy Agency (IAEA), dengan alasan Indonesia termasuk negara paling dominan ditemukan keberadaan benda bersejarah atau arkeologi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Teknologi nuklir memang sudah mulai dimanfaatkan di Indonesia untuk keperluan riset dan pengawetan benda-benda warisan budaya. Beberapa yang sudah ada di Indonesia, seperti teknologi quantulus radio karbon, neutron beam dan gamma e-radiator.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Semua teknologi itu dikembangkan BRIN dan tercipta dari hasil riset proses pengkajian nuklir di berbagai keilmuan. Hal ini membuktikan bahwa nuklir tidak hanya dimanfaatkan sebagai bom atau konteks yang berbahaya, namun bisa dikembangkan menjadi teknologi inovasi nan berguna.
"Beberapa teknologi nuklir untuk keperluan riset kami sudah punya, dan di bagian organisasi riset arkeometri juga sudah memanfaatkannya. Ada yang digunakan untuk pertanggalan dan mengecek usia benda-benda bersejarah yang ditemukan," kata Kepala Organisasi Riset Arkeometri BRIN, Sofwan Noerwidi, saat ditemui di kantor BRIN, Senin, 19 Agustus 2024.
Ihwal pemanfaatannya, kata Sofwan, quantulus radio karbon difungsikan sebagai mencatat dan melihat pertanggalan pada sebuah benda bersejarah. Metode ini menurut dia mampu untuk menentukan usia material organik yang mengandung karbon.
Para ilmuwan biasanya memanfaatkan pengukuran usia suatu tumbuhan atau benda bersejarah, dengan mengecek jumlah karbon yang tersisa di sampel tersebut. Sofwan menerangkan, sejak organisme tersebut mati, maka sampelnya tidak akan menyerap karbon baru. Maka quantulus radio karbon difungsikan untuk mengecek sudah berapa lama keberadaan karbon di sampel itu.
Selanjutnya, neutron beam yang disimpan di kantor BRIN Serpong. Sofwan menjelaskan, neutron beam dapat berinteraksi dengan berbagai jenis material dengan sifat penetrasi. Neutron dapat menembus ke dalam material tanpa merusak permukaannya, memungkinkan para arkeolog untuk melihat struktur internal benda tanpa membongkarnya.
Hadirnya neutron beam berkat adanya proses fisi nuklir. Secara ilmiah, neutron beam disebut aliran partikel subatomik yang dikenal dengan neutron. Neutron tidak memiliki muatan listrik, sehingga mereka bisa menembus material tanpa terpengaruh gaya rilis.
Sedangkan untuk teknologi gamma e-radiator, Sofwan menyebut sangat berguna dimanfaatkan demi preservasi atau pengawetan benda arkeologi maupun temuan bersejarah lainnya di Indonesia. Dengan teknologi itu benda dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama untuk diletakkan di museum maupun ruangan khusus lainnya
"Ada banyak fosil, manuskrip, prasasti dan sejenisnya, yang kami awetkan dengan tembakan gamma dengan dosis-dosis tertentu. Pengawetan ini mampu menghindari dari jamur atau noda, lumut akibat basah atau udara yang lembab," ujar Sofwan menjelaskan.