BERTUALANG di ruang angkasa seperti tokoh kartun Flash Gordon ternyata belum semudah yang diinginkan. Paling tidak, begitulah kesimpulan yang didapat dalam seminar kesehatan angkasa luar di London, pertengahan bulan lalu. Ini bukan asal seminar. Para ahli ruang angkasa AS, Inggris, dan Rusia sempat melupakan dahulu perseteruan mereka, guna bertukar ilmu dan pengalaman. Sebab, ada kesamaan pendapat di antara mereka untuk satu hal: menjelajah ke planet Mars tak mungkin dilakukan sendirian. AS dan Rusia harus bekerja sama untuk melakukannya. Kedua negara adidaya ini memang memiliki perangkat keras untuk membawa antariksawan ke planet merah Mars. Namun, apakah sang angkasawan sanggup bertahan dalam jasmani dan rohani menempuh perjalanan sunyi selama sekitar 11 bulan sekali jalan ? "Mendarat di planet Mars bukan hal yang mustahil," kata Dr. Mike Harrison. "Tapi sesampainya di sana, sang penjelajah angkasa akan terlalu lemah untuk keluar dari kapsulnya," ujar ahli luar angkasa Inggris ini. Pasalnya, bila berlama-lama di tempat tanpa bobot, manusia bisa kehilangan banyak mineral di tubuhnya. "Untuk perjalanan jauh seperti ke Mars, mungkin seperempat mineral tubuh musnah," kata ahli yang pernah bekerja di badan ruang angkasa AS (NASA) dan Royal Air Force Institute of Aviation Medicine ini. Pendapat Harrison ditunjang oleh para pakar Uni Soviet. "Dalam keadaan tanpa bobot, kesehatan manusia hanya tahan delapan bulan saja," kata Oleg Gazenko Direktur Intitut Penelitian Biomedikal Moskow. Penyakit di ruang tanpa bobot biasanya dimulai dengan hilangnya keseimbangan tubuh, hingga penderita mengalami muntah-muntah. Ini karena indria keseimbangan manusia -- yang terdapat di telinga -- kehilangan pegangan arah, yang berupa gaya tarik bumi. Akibatnya, terjadi kekacauan mana yang disebut atas, bawah, depan, atau belakang. Koordinasi otot-otot pun jadi membingungkan. Selain itu, setelah dua minggu di ruang tanpa bobot, otot-otot utama melemah dan tulang merapuh. "Pada saat itu tulang mulai kehilangan kalsium sebanyak 0,75% sebulan," kata Oleg. Jumlah darah merah pun tiba-tiba anjlok dan detak jantung mulai tak teratur. Semua yang diutarakan Oleg ini berdasarkan pengamatan terhadap 23 kosmonaut Uni Soviet yang mengarungi ruang angkasa dalam waktu relatif lama, sekitar 1 hingga 8 bulan. Oleg sendiri belum puas betul dengan hasil pengamatannya ini. "Subyek pengamatan kami masih terlalu sedikit," katanya. Kendati demikian, hasil pengamatan para pakar Uni Soviet boleh dikata yang paling sahih untuk saat ini. Dalam jumlah antariksawan yang diamati maupun lamanya berada di ruang tanpa bobot, mereka jauh lebih unggul dibanding AS, yang baru mengamati sembilan antariksawan. Keberadaan astronaut AS di ruang angkasa paling lama 84 hari, sejak spacelab diluncurkan, 1973. Kosmonaut Uni Soviet memang pemegang rekor berlama-lama di ruang tanpa bobot. Adalah Leonid Kizim, Vladimir Solovyev, dan Oleg Atkov yang tercatat paling lama berada di ruang angkasa secara terus-menerus, 237 hari. Ketika ketiganya membumi kembali, 2 Oktober 1985, untuk beberapa hari ketiga angkasawan ini bagai tak berdaya. Untuk mengangkat tangan saja mereka tak mampu. Bahkan selembar selimut yang diletakkan di atas tubuh mereka pun serasa mengimpit dada. Selain itu, otot-otot mereka mengecil, termasuk otot jantung, yang mengerut hingga 20%. Sedangkan tubuh mereka memanjang hingga hampir 3 cm. Penderitaan ini masih ditambah lagi dengan perasaan tak enak karena cairan tubuh naik ke kepala. Akibatnya, muka menggembung, dan menyebabkan wajah mereka terdistorsi. Ternyata, hal ini berakibat buruk pada komunikasi antar-antariksawan "Sihir-sihir tanpa bobot mulai menampakkan diri. Muka kami menggelembung, membuat kami tak bisa mengenali diri ketika mengaca. Kepalaku terasa sangat ringan, dan aku merasa mual. Tak ada aturan pasti untuk hidup di ruang tanpa bobot, jadi sering terjadi benturan, terutama kepala kami. Segala sesuatu terbang pergi dari tangan dan menjadi kusut," demikianlah bunyi catatan harian Valery Ryumin yang sempat tinggal di angkasa luar selama 175 hari. Bagi Valery dan ke-22 konconya, keadaan tanpa bobot hanyalah satu dari banyak masalah yang dihadapi. Termasuk yang lumayan berat adalah upaya mengatasi kebosanan dan kesepian yang mengimpit di ruang sempit wahana antariksa mereka. Bagi Kosmonaut Vladimir Vasyutin, yang baru berusia 33 tahun, penderitaan ini tak tertahankan. Beberapa minggu di antariksa membuatnya sangat tegang dan akhirnya tak berdaya. Keadaannya yang semakin parah, kendati mendapat terapi dari ahli jiwa di bumi dan dua awak lainnya di stasiun ruang angkasa Mir, membuat misi yang telah berlangsung 167 hari itu terpaksa dibumikan 21 November tahun lalu. Vasyutin akhirnya harus dirawat di rumah sakit Moskow, karena pembengkakan dan pneumonia. Penyakit Vasyutin yang diakibatkan berlama-lama di angkasa luar ini ternyata juga mengakibatkan sistem pertahanan tubuh melemah. "Selain itu, bakteri yang tadinya tak berbahaya tiba-tiba mengakibatkan infeksi, dan beberapa mikroorganisme menjadi semakin tahan terhadap antibiotik." kata Oleg Gazenko. Fakta lain yang membingungkan para pakar adalah kecenderungan bahwa antariksawan yang paling bugar di bumi justru mengalami penderitaan paling berat di angkasa. Juga, kenyataan bahwa sekitar separuh antariksawan pria AS maupun Rusia mengalami mabuk angkasa. Namun, dari tujuh antariksawati AS yang mengangkasa, hanya satu saja yang mabuk. Menurut pakar AS, tingginya daya tahan antariksawati ini mungkin timbul karena wanita terbiasa mengalami ketidakseimbangan hormon tubuh, yakni ketika mengalami haid. Dan mabuk angkasa ini diduga terjadi karena kekacauan keseimbangan hormon akibat tak adanya gaya berat. Untung, Indonesia memilih Pratiwi! Yudhi Soerjoatmodjo (London) dan Bambang Harymurti (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini