Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KONTROVERSI karya instalasi yang satu ini ternyata belum berakhir. Kali ini justru ihwal keberhasilannya. Jumat pekan lalu, perjalanan They Give Evidence akan sampai di ruang pameran seni rupa kontemporer Asia di Art Gallery of New South Wales, Sydney, Australia. Inilah ruang pameran terbesar untuk karya seni rupa kontemporer Asia di Negeri Kanguru. Selama ini karya seni rupa kontemporer Asia (dan Pasifik) lazimnya tampil dalam acara rutin tiga tahunan Asia Pacific Triennial (APT) di Brisbane?sejak 1993?yang diselenggarakan oleh Queensland Art Gallery, Australia.
Ruang pamer di Sydney merupakan penambahan baru dari kapasitas ruang yang ada yang selama ini menyimpan koleksi seni rupa tradisi yang berasal dari Asia. Kendati tidak menghadirkan pameran permanen untuk karya seni rupa kontemporer dari Asia, ruang ini secara teratur akan diperuntukkan sebagai ruang pameran khusus bagi arus baru yang menantang itu. Di situlah karya They Give Evidence?menurut senimannya?akan menjadi "kunci" acara pembukaan dan peresmiannya. Itulah karya Dadang yang batal setelah diprotes sejumlah warga Kelurahan Gelora, Jakarta, dalam pameran tunggalnya The Unspeakable Horror di Bentara Budaya Jakarta tahun lalu (Lihat Hitam-Hitam untuk Dadang, TEMPO, 21 Juli 2002).
Dua tahun lalu, Jackie Menzies, kurator seni rupa Asia di Art Gallery of New South Wales, telah "mengincar" They Give Evidence. Berikutnya sang seniman beroleh undangan bertandang ke Sydney untuk menyaksikan proses pembangunan ruang pameran baru itu dan ditawari pula untuk memamerkan karyanya di situ. Kontan saja Dadang menyetujuinya. Sejak awal September lalu, Dadang Christanto telah berada di Sydney untuk menyiapkan dan memperbaiki karya itu, yang mengalami kerusakan cukup parah di beberapa bagian sejak perjalanan dari Yogyakarta. Ia baru saja usai mengikuti pameran Witnessing to Silence dan konferensi Art and Human Right, yang diadakan di Australian National University, Canberra, sepanjang Agustus lalu.
Di antara karya sejumlah seniman kontemporer terkemuka Asia yang juga akan dipamerkan di dalam ruangan baru itu, karya They Give Evidence dan performance The Journey of Evidence Dadang Christanto tampaknya akan menjadi pusat perhatian hadirin pada malam pembukaan nanti.
Performance The Journey of Evidence, yang akan menghangatkan acara peresmian ruang pameran Asia di Galeri New South Wales, adalah upaya seniman untuk membuka kembali seluruh selubung hitam yang membungkus tubuh-tubuh patungnya sebagai tanda duka cita yang merundung dari Jakarta. Dalam pertunjukan yang berlangsung 20 menit dan secara khusus akan dihadiri 400 tamu undangan yang telah memesan habis semua kursi untuk acara itu?dengan membayar A$ 400 per kepala?tanda perkabungan akan disingkap.
Memang, dalam pameran di Jakarta yang menimbulkan protes tahun lalu, Dadang Christanto akhirnya membungkus patung-patung itu dengan selubung kain dan kantong plastik hitam, mengikatnya dengan benang?benang wol merah yang digunakannya juga untuk mencurahkan hujan darah dalam karya instalasi ruangnya yang menyentuh Red Rain (2000). Tetapi protes warga adalah menggusur seluruh patung telanjang yang dianggap menimbulkan citra pornografis itu. Cuma sempat tampil selama setengah hari usai pembukaan pameran oleh T. Mulya Lubis, karya itu pun terpaksa menghuni gudang. Sebelumnya, tanpa alasan jelas, Museum Pelita Harapan di Indonesia pun batal mengoleksi karya itu, bahkan cuma menelantarkannya begitu saja di halaman kantin kampusnya di Karawaci, Tangerang.
Jumlah patung itu semuanya 20 buah. Empat buah di antaranya telah dibeli dan kini menjadi koleksi tetap Museum of Contemporary Art, Tokyo, Jepang. Kini 16 buah sisanya telah menjadi koleksi tetap Galeri of New South Wales. Dadang sendiri enggan menyebut jumlah uang yang diperolehnya dari pembelian oleh galeri terkemuka itu. Dia mengatakan, harga pembelian karya itu bahkan tak cukup untuk membuat lagi patung-patung yang bobot totalnya dapat mencapai satu ton lebih. Karya instalasi itu dibuatnya pada 1996 di Kampung Nitiprayan, Yogyakarta, dengan dukungan sepenuhnya dari The Japan Foundation.
Demikianlah secara historis karya They Give Evidence telah menapaki perjalanan dari Yogyakarta ke Tokyo, Hiroshima (Glimpses into the Future, 1997), Sao Paulo (Biennale XXIV, 1998), Jakarta (The Unspeakable Horror, 2002), dan akhirnya kini berlabuh di Sydney. Patung-patung berdada lebar dengan ekspresi wajah melongo itu tampaknya telah cukup lama berbesar hati untuk menanggung semua penderitaan dan sensor di negeri sendiri, sebelum akhirnya tertambat di dermaga pelabuhan asing.
"Pokoknya saya merasa senang bahwa ada lembaga berwibawa yang akan memelihara karya itu.... Dengan dibukanya selubung kain hitam itu, karya itu akan kembali telanjang seperti semula serta menemukan kembali habitat dan kebebasannya," ujar Dadang Christanto melalui surat elektronik.
Hendro Wiyanto, kritikus seni rupa
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo