Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Karya erotis sempat berjaya di masa 1970-1990-an. Di era 1980-1990 karya-karya Enny Arrow termasuk yang banyak dicari. Rupanya kala itu butuh upaya juga untuk mendapatkan novel Enny Arrow.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pasalnya novel Enny Arrow tidak dijual secara terbuka di toko-toko buku kenamaan. Sejak kemunculannya pada 1970-an, transaksi jual-beli stensilan mesum itu kerap dilakukan secara sembunyi-sembunyi di lapak-lapak pedagang koran, majalah, atau buku di pinggir jalan. Cara ini terus berlangsung hingga Enny Arrow mencapai puncak ketenaran pada 1980-1990-an.
Di Jakarta, novel Enny Arrow bisa dibeli di sejumlah lokasi, antara lain Blok M dan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, serta Jatinegara, Jakarta Timur. Tapi pusat penjualannya ada di kawasan Pasar Senen dan Pasar Baru, Jakarta Pusat. "Dua lokasi tersebut merupakan sentral untuk distribusi stensilan itu," kata Yudi Bachrioktora, pengajar di Jurusan Ilmu Sejarah Universitas Indonesia yang pernah meneliti tentang Enny Arrow, Selasa, 10 Oktober 2017.
Menurut Yudi, pada awal kemunculannya, harga satu novel Enny Arrow berkisar Rp 300-1.000. Tapi, pada akhir 1990-an, harganya melonjak menjadi Rp 3.000. Kendati harganya naik, bentuk novel itu tetap tak berubah: dicetak handpress dengan mesin stensil layaknya hasil cetakan mesin fotokopi. "Judul yang baru biasanya muncul dua-tiga bulan sekali," ujarnya.
Kawasan Pasar Senen yang dimaksudkan Yudi adalah lapak-lapak pedagang koran, majalah, dan buku di sekitar terminal. Tagor, yang sejak 1986 berdagang di tempat itu, mengatakan novel Enny Arrow memang dijual sembunyi-sembunyi oleh puluhan pedagang di sana, termasuk dirinya. Pembelinya kebanyakan para pemuda. "Biasanya pura-pura nyari yang lain dulu, baru deh nanya ada Enny Arrow atau enggak," ucap pria 53 tahun asal Medan itu, Kamis dua pekan lalu.
Beberapa kali novel Enny Arrow juga dicari kaum Hawa. Bahkan suatu ketika Tagor pernah melayani seorang perempuan paruh baya. Usianya kira-kira 40 tahun. Tanpa basa-basi, perempuan itu menanyakan novel Enny Arrow dan ingin membelinya. "Kata dia buat dibaca suaminya yang libidonya mulai berkurang," kata Tagor.
TIM TEMPO