Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Alam Versus Manusia

Seniman Singapura, Zen Teh, mengeksplorasi persoalan lingkungan, termasuk ketegangan dengan pertumbuhan ekonomi.

21 Januari 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pameran tunggal Zen Teh di Selasar Sunaryo Art Space Bandung berjudul Mountain Pass: Negotiating Ambivalence . (TEMPO/ Anwar Siswadi)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sepasang lereng gunung terpotong sekat tembok tepat di bagian tengah puncaknya. Lereng sebelah kanan terlihat utuh berupa gundukan tanah tanpa pepohonan. Adapun lereng di bagian kiri berhiaskan leleran emas. Tepat di kakinya ada lubang galian besar yang menggerus kekokohan gunung. Dari bentuk karya simbolis yang sederhana itu, pesannya terbaca jelas: alam dan kekayaannya selalu terancam keserakahan manusia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hubungan alam dengan manusia seperti itu menjadi tema besar pameran tunggal Zen Teh di Selasar Sunaryo Art Space, Bandung. Seniman asal Singapura kelahiran 1988 itu berpameran dengan tajuk "Mountain Pass: Negotiating Ambivalence" sejak 18 Januari hingga 17 Februari 2019. Kekaryaan terbarunya dipajang di Ruang Bawah dan Ruang Sayap. Karya lama Zen yang berjudul Garden State Palimpsest (2017) juga ikut ditampilkan sebagai pengait tema dan kekaryaannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kurator pameran, Chabib Duta Hapsoro, mengatakan, Zen merupakan seniman residensi di Selasar. Ia berproses selama dua bulan sejak akhir November 2018. Sasaran eksplorasi temanya adalah daerah perumahan di Dago Pakar, Bandung. Ia ikut ditemani seorang alumnus geologi dan fotografer, serta videografer sebagai pendokumentasi. "Basic saya fotografi dan melukis juga. Banyak material yang dipakai untuk menyampaikan cerita," kata Zen dalam bahasa Inggris, Jumat lalu.

Karya fotonya unik, dicetak pada bebatuan tepat di bagian yang rata atau hampir mulus permukaannya. Obyeknya beragam, seperti pepohonan, hutan, atau pemandangan. Agar tidak terlalu berjarak dengan karya hasil kamera, Zen ikut melukis gambarnya. Sebuah seri karya yang disebut "patung fotografis" itu berjudul Garden State of Palimpsest. Pada seri karya ini, dia menghadirkan sejumlah citraan fotografi yang diaplikasikan di atas puing-puing dan bebatuan olahan industri sisa konstruksi di Singapura. 

Foto-foto itu menampilkan beberapa citra keadaan alam di sekitar lokasi kampung-kampung di Singapura yang kini telah disulap menjadi permukiman susun, gedung bertingkat, dan lain-lain. Seri karya ini merupakan tanggapan Zen atas kebijakan pemerintah Singapura yang selalu memberi prioritas pada pembangunan baru demi pertumbuhan ekonomi. Praktik kekaryaannya mempertimbangkan bagaimana alam berada di dalam dan di luar masa Antroposen atau zaman sekarang. 

Zen Teh . (TEMPO/ Anwar Siswadi)

Selama residensinya di Bandung, Zen mempelajari geomorfologi Bandung dan situs-situs konstruksi di sekitar Bandung utara. Ia juga menyoroti ketegangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan hidup. Sejumlah karyanya tampil sebagai patung rakitan dari batu dan bahan-bahan bekas konstruksi, yang di beberapa bagiannya tercetak citraan-citraan fotografi berupa hutan lindung, tanah yang terekskavasi di situs konstruksi, dan bayangan tentang lingkungan alam purba. "Mereka adalah tanggapan artistik Zen terhadap perenungan waktu di dalam dan di luar usia manusia yang singkat," ujar Chabib.

Kekaryaan Zen mengingatkan soal peliknya kebutuhan mendasar manusia, seperti perumahan, juga pelengkap hidup berupa kesenangan yang menggerus lingkungan. Padahal alam dengan bersahaja menyediakan udara, air, dan hawa sejuk di daerah pegunungan. Kerusakan dan perubahan alam di Bandung ini ikut ditangkap Zen lewat tayangan sepasang video. Rekaman itu mengisahkan warga Bandung utara di daerah pegunungan yang belakangan makin kesulitan air. Kontradiksinya muncul dari cerita warga Bandung selatan yang selalu berkelimpahan air banjir tiap datang musim hujan.

Di tengah kecamuk kepentingan itu, Zen masih menyimpan harapan. Jika di negaranya alam liar sudah nyaris lenyap akibat penguasaan lahan, di daerah Bandung juga ada ketegangan lain antara manusia dan alam, ia yakin di suatu tempat di bumi ini ada masyarakat yang hidup harmonis dengan alam. "Saya mencarinya ke negara-negara dunia ketiga," kata dia ihwal penjelajahan barunya kelak. 

Pameran ini melibatkan kolaborasi interdisipliner dengan seniman muda Made Ananta, videografer dokumenter Aldiansyah Waluyo, penulis seni dan peneliti Hera, serta geolog Rinaldi Ikhram. Unsur batu yang termasuk irisan ilmu geologi dalam pameran ini memang terkesan kuat. Simak saja karya videonya di Ruang Sayap. Rekamannya tertuju pada dinding batu di Gua Belanda Taman Hutan Raya Ir H Djuanda, Bandung, yang diramaikan suara gemericik air. Kita boleh menyangka itu suasana saat turun hujan. Padahal sejatinya, kata Zen, itu rinai air yang menyusup ke batuan breksia. 

Zen mengaku tak punya latar ilmu geologi. Ia hanya sempat belajar biologi saat di sekolah menengah atas. "Saya tertarik sains sejak sekolah," kata lulusan Photography and Digital Imaging di Nanyang Technological University pada 2011 itu. Selain menjadi seniman, ia mengajar seni di sekolah menengah atas di negaranya. Karya-karyanya telah dipamerkan di banyak pameran bersama ataupun tunggal di Singapura, di antaranya di National Museum of Singapore, Singapore Art Museum, dan Art Science Museum.

Dia juga memamerkan karya-karyanya di luar negeri, seperti di Thailand, Taiwan, dan Cina, serta diundang sebagai pembicara tamu di konferensi-konferensi lingkungan regional, seperti ASEAN Powershift 2016 dan Hanoi Innovation Week 2016 on Sustainability. Zen pun pernah menjadi kampiun di 7th France+Singapore Photographics Art Award. Residensi dan pamerannya di Bandung ini ikut didukung oleh National Art Council dan Mizuma Gallery, Singapura. ANWAR SISWADI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus