Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagi Sekar dan ibunya, batik adalah dunianya. Ia mencium aroma malam alias lilin yang digunakan untuk membatik saat menunggui ibunya membatik. Ia merasakan angin yang mengeringkan helai-helai kain yang baru selesai direbus. Lewat jemari tangannya, ia meraba motif-motif indah yang dilukis dengan segenap cinta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tapi jarinya hanya diperbolehkan meraba motif yang digambarkan di kain. Sekar (diperankan oleh Sekar Sari) tak diperbolehkan membatik. Merasakan uap panas malam di wajan kecil saja dilarang. "Berapa ribu kali ibu bilang, jangan dekat-dekat malam," ujar sang ibu, yang diperankan oleh Christine Hakim. Tangan Sekar dituntun menyentuh lukisan malam di kain. Dibiarkannya tangan si gadis meraba dan menebak motif yang dilukis di atas kain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menyentuh malam yang membentuk beragam bunga dikombinasikan dengan hamparan keragaman seperti peta. "Buat siapa?" tanya Sekar kepada ibunya. Si ibu menjawab, untuk seorang gadis hebat yang akan menikah. Sang anak pun tersenyum dan bergumam kecil mengucap kata Sekar Jagad.
Sekar, gadis buta ini, senantiasa merasakan keindahan dan kecintaan dari goresan canting berisi malam pada kain-kain ibunya. Ibu-anak ini saling mengguyurkan kasih sayang, sambil membatik atau saling mengoleskan minyak cemceman di rambut mereka.
Namun suatu kali sang ibu menjadi cemburu, merengut tak senang, ketika Sekar mengutarakan isi hatinya tentang seorang pemuda anak perajin perak yang mencintai dan menerima dia apa adanya. Si ibu takut ditinggalkan anak gadisnya, khawatir nasib si anak ke depannya.
Film Sekar garapan Kamila Andini ini baru saja dirilis pada Hari Batik Nasional, 2 Oktober 2018. Cerita film ini sebenarnya sederhana, tentang cinta dan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Namun ada narasi perih yang muncul di sana: dunia batik tulis kian digencet oleh usaha batik cap. Hal itu menjadi latar dari kisah film tersebut. Akibatnya, para perajin batik tulis kian tergusur dan tidak mendapat tempat.
Andini menonjolkan "kecintaan menjaga batik" dengan karakter ibu yang berkukuh tetap memproduksi batik tulis meski usahanya melambat diserbu batik cap itu. Ibu-anak itu juga berbatik motif jumputan untuk pakaian keseharian, namun memakai kain motif yang bagus untuk basahan saat mengoleskan cemceman. Mereka membatik sembari menebarkan nilai filosofi dari motif-motifnyadari motif Sekar Jagad, Parang, Semen, hingga Kawung.
Lewat "mata dan jari" Sekar, sutradara kelahiran Jakarta, 6 Mei 1986, itu memperlihatkan kekayaan sehelai kain batik melalui motif dan maknanya. Namun film ini tak menggiring pada plot yang memuncak dengan klimaks tajam. Alurnya mengalir natural dengan sebuah akhir yang manis.
Soal kasih sayang ibu dan anak tak sekadar menjadi kisah untuk menghidupkan film, tapi juga menjadi analogi kecintaan para perajin batik tulis kepada batik dan pekerjaannya membatik. Meskipun gambaran perwujudan kasih sayang ibu kepada anak itu ditampilkan terlalu biasa. Maka, kita pun bisa melihat bagaimana seorang ibu menjadi terlalu protektif dan khawatir akan nasib anak gadisnya. Sebab, selama ini Sekar hidup berkecukupan, segala sesuatu tersedia. "Lalu siapa nanti yang akan menyiapkan bajumu, menyiapkan makanmu," kata si ibu.
Tentu saja kecemasan sang ibu itu tak istimewa. Itu kekhawatiran yang wajar, meskipun bisa membuat si anak menjadi tak mandiri. Namun jawaban Sekar sangat menohok, dengan mengatakan bahwa ia hanya buta tapi tidak sakit. Jawaban itu seperti memberi spirit dengan begitu kuat untuk mematahkan anggapan sementara orang bahwa ketidaksempurnaan identik dengan kelemahan dan ketidakberdayaan.
Selain soal batik, kisah film yang diproduseri oleh Happy Salma itu terasa pas pula dengan momentum Asian Para Games yang berlangsung di Jakarta pada 8-16 Oktober 2018. Sekar dan para atlet yang bertanding dalam pesta olahraga para penyandang disabilitas itu sama-sama memberi inspirasi bagi kita: mereka selalu optimistis menjalani hidup dan bisa mengambil peran sama baiknya dengan yang normal.
Kamila Andini adalah sineas muda yang film-filmnya kerap mendapat penghargaan di sejumlah festival di dalam dan luar negeri, seperti Festival Film Indonesia, Asia Pacific Screen Awards pada 2012, China International Children Film Festival pada 2013, serta Berlin Film Festival atau Berlinale pada 2018. Film-filmnya kental dengan warna lokal dan kebudayaan lokal Indonesia, misalnya Laut Bercermin dan Sekala Niskala. Sekar adalah film terbarunya yang mengangkat kekayaan lokal dan budaya Indonesia itu.
Versi pendek film Sekar, 7,50 menit, di YouTube sudah ditonton lebih dari 350 ribu kali. Berbagai apresiasi pun dihamparkan untuk Sekar, salah satunya dari penonton bernama Irvan. "Saya sering menemukan orang-orang yang hidupnya secara finansial tidak begitu baik. Bukan karena dia malas bekerja atau tidak punya pekerjaan, melainkan karena berusaha menjaga prinsipnya (idealisme) dalam berkarya atau bekerja. Dan saya melihat hal itu dalam film ini." DIAN YULIASTUTI
Sekar
Sutradara: Kamila Andini
Pemain: Christine Hakim, Sekar Sari, Marthino Lio
Produser: Ifa Isfansyah, Happy Salma
Durasi: 30 menit
Produksi: Fourcolours Films-Titimangsa Foundation
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo