Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Bayang-bayang muram daratan cina

Pengarang: simon leys new york: penguin books, 1977 resensi oleh: a. dahana. (bk)

10 Februari 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CHINESE SHADOWS Oleh: Simon Leys Penerbit: Penguin Books, New York, 1977 SUDAH banyak buku mengenai RRC yang ditulis oleh orang Barat. Namun sebegitu jauh buku-buku itu hanya dipenuhi dengan pujian dan kekaguman. Dan itu seringkali kelewat batas -- sehingga RRC menjadi mitos tentang masyarakat yang telah lama diidam-idamkan umat manusia. Akhirnya mitos itu dipecahkan oleh Simon Leys dengan bukunya Chinese Shadows. Judulnya agak puitis. Simon Leys memang nama samaran seorang pencinta keindahan. Nama sebenarnya adalah Pierre Ryckmans, seorang sinolog dan ahli sejarah kesenian Cina yang berasal dari Belgia. Kata pendahuluannya mengatakan ". . . 20 tahun dari seluruh kehidupanku dipersembahkan buat mempelajari Cina, bahasanya kan kebudayaannya, negeri yang kucintai lebih dari tanah airku sendiri." Pasal ia menggunakan nama samaran itu punya ceritanya sendiri. Leys telah menulis satu buku berjudul Les Habits Neufs du President Mao (Pakaian Baru Ketua Mao). Buku tersebut tidak bersahabat kepada Mao dan revolusi Cina. Dalam Chinese Shadows ia mengungkapkan nama sebenarnya, lantaran "agen-agen RRC di Eropa berhasil mengetahui rahasianya dan melaporkannya ke Beijing (Peking)." Tadinya ia berharap tak dikenal, supaya masih bisa bebas keluar masuk RRC. Jarum Pentul Chinese Shadows pun ternyata merupakan gambaran kelabu tentang Cina, seperti yang dialami Leys ketika ia mengunjungi negeri itu untuk kedua kalinya selama 6 bulan di tahun 1972. Ia mengatakan, di balik ribuan kata propaganda yang dilontarkan mesin hubungan masyarakat RRC dan para penulis Barat yang pro-RRC, tersembunyi suatu kebohongan. Ia beruntung berhasil bisa memergoki kepalsuan itu berkat kepandaiannya berbahasa Cina, sehingga bisa ngobrol --secara sembunyi-sembunyi -- dengan orang kebanyakan. Buat Leys, penulis-penulis Barat pengagum Cina tak lain dari orang-orang yang tak tahu-apa-apa dan menulis buku setelah membaca satu-dua nomorPeking Reviews, China Reconstructs dan People's China serta serentetan bahan propaganda terbitan Beijing. Edgar Snow, penulis buku klasik Red Stal Over China disebut Leys sebagai"orang naif". Satu hal menyolok. kata Leys, adalah kenyataan bahwa pemerintah RRC telah membuat Cina yang luas dengan sekian ratus juta penduduk tak lebih besar dari kepala jarum pentul. "Negeri itu punya ratusan kota, cuma selusin saja yang boleh dikunjungi orang asing. Dari 800 juta orang Cina, orang asing cuma boleh pasang omong dengan 60 orang saja." Dan anehnya 12 kota dan 60 orang itu ya itu-itu juga. Ini, menurut Leys, didasarkan pada ketakutan para penguasa Cina kalau-kalau suatu komunikasi bebas antara rakyatnya dengan orang asing akan merusak pikiran mereka. Dengan menyesal Leys' bercerita bagaimana pemerintah telah memperkosa segala aspek kebudayaan klasik Cina -- seperti seni lukis, drama, kesusastraan, musik dan lain-lain -- dan menggantinya dengan ideologi yang lempeng. Maoisme. Tujuannya, kata Leys, adalah untuk "menghilangkan rasa peka intelektuil, mencuci otak dan memompakan ideologi formil ke dalam tempurung kepala yang sudah dikosongkan." Leys menulis juga bagaimana realitas berbeda jauh dari teori. Prinsip "samarata sama rasa" seperti yang didengungkan propaganda cuma omong kosong belaka. Dalam birokrasi Cina sekarang ada tak kurang dari 30 hierarki. Untuk pembagian masyarakat itu Leys memberikan suatu ilustrasi. Seorang diplomat Asia harus meninggalkan RRC karena tugasnya telah selesai. Untuk kcnang-kenangan kepada pelayannya yang telah sekian tahun melayani dia, dibelinya sebuah fulpen buatan Cina. Tapi, para pejabat di Departemen Luar Negeri yang sebetulnya atasan si pelayan, merampas fulpen itu. Ketika sang pelayan melaporkan perampasan itu kepada si diplomat, ia mengatakan: "Mereka merampas fulpenku. Mereka merampas fulpenku." Insiden kecil itu cukup memberi isyarat pada Leys bahwa jurang antara pemimpin dan rakyat di RRC cukup dalam. Jadi, kata Leys, tak mengherankan apabila dalam setiap kampanye politik buat mengganyang seorang tokoh seperti yang kejadian atas diri Lin Piao, Liu Shao-chi dan lain-lain, "antusiasme massa" selalu meledak-ledak. Dari pandangan ini Leys mengemukakan pendapat berbau ramalan tentang hari depan para penguasa di RRC "Rakyat telah berpengalaman mengubur 20 dinasti. Dinasti ini pun pasti akan dikuburkan. Rakyat Cina tak berubah. Sebagai biasanya mereka sabar, tak terburu-buru. Mereka tahu lebih banyak ketimbang orang-orang yang menguasai mereka." Chinese Shadows adalah gambaran negatif dan demistifikasi Cina. Itu merupakan tamparan cukup 'keras buat mereka yang cuma memuji-muji sistim politik dan masyarakat Cina. Namun di balik itu Leys terlalu berat sebelah, sangat subyektif dan sedikit cengeng. Ia tak mau mengakui sukses-sukses yang telah dicapai pemerintah di daratan Cina. Leys pergi ke RRC tahun 1972 semasa "Komplotan Empat" Chiang Ching dan kawan-kawannya sedang jaya. Barangkali ia akan mendapat gambaran yang agak lain kalau ia pergi lagi ke RRC dalam dua atau tiga tahun terakhir ini. Sayangnya kemungkinan itu kecil. A. Dahana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus