Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Bola yang Menembus ke Awan

Sebuah film tentang anak desa di lereng Gunung Bromo yang mahir bermain bola. Perjudian, kompetisi, udara dingin, dan debu adalah tantangan utama.

22 Agustus 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tendangan dari Langit
Sutradara: Hanung Bramantyo
Skenario: Fajar Nugros
Pemain: Yosie Kristanto, Maudy Ayunda, Agus Kuncoro, Sujiwo Tejo, Yati Surahman, Joshua Suherman
Produksi: SinemArt Pictures

Seperti jatuh dari langit, bola itu melesat dan menggocoh gawang! Hanya dari kaki Wahyu, seorang siswa SMA Langitan, bola itu seolah menyapu awan dan melenting hingga akhirnya masuk gawang lawan. Segalanya disaksikan tanpa suara, yang kemudian berakhir dengan sorak gembira dan tepuk tangan penonton yang tak berkesudahan.

Siapakah Wahyu, yang seolah memiliki kaki yang begitu sakti? Datang dari sebuah desa di kaki Gunung Bromo, Wahyu tak banyak keinginan. Dia merasa bola bundar itu seperti magnet bagi sepasang kakinya. Dia tidak takjub pada kebesaran. Dia hanya menikmati perannya sebagai penyerang dalam permainan bal-balan itu.

Tapi, bagi Hasan (Agus Kuncoro), pelatih sepak bola di desa yang pincang tapi bermata tajam, Wahyu adalah berlian yang bisa diasah. Jika berlian itu bisa digosok, Hasan dan cukong kampung, Pak Gatot (Torro Margens), akan mendapat duit. Sepak bola di pojok desa itu juga menjadi ajang pertaruhan. Itu salah satu alasan yang menyebabkan ayah Wahyu, Pak Darto (Sujiwo Tejo), menentang keras putra semata wayangnya bermain bal-balan. Bukan hanya karena Pak Darto ingin menerapkan kedisiplinan agar anaknya belajar dan membantu dia berjualan minuman hangat untuk melawan udara dingin Bromo, tapi juga lantaran sang ayah mempunyai masa lalu yang gelap dengan sepak bola.

Film terbaru karya sutradara Hanung Bramantyo ini bukan saja menarik karena kepada kita disajikan kisah drama di balik serunya permainan sepak bola (yang didahului film Garuda di Dadaku karya Ifa Isfansyah), tapi juga karena lokasi lereng Gunung Bromo yang membuat kisah menjadi unik. Anak-anak yang begitu berbakat kemudian jatuh menjadi alat permainan judi. Tentu mereka mendapat duit jatah. Tentu Wahyu akhirnya bisa membelikan seekor kuda bagi ayahnya. Tapi sungguhkah itu yang diinginkan Wahyu? Dan bagaimana dengan Indah (Maudy Ayunda), si cantik kembang sekolah yang membuat Wahyu bergetar itu?

Tendangan dari Langit memang masuk deretan film inspirasional yang kini tengah menjadi tren sejak munculnya film Laskar Pelangi, karya Riri Riza (premis: anak desa, underdog yang kemudian melesat ke langit karena keinginan yang kuat dan upaya yang keras). Film-film yang bernada ”yes we can” ini memang masih dibutuhkan di negeri yang penduduknya gemar memilih jalan pintas dan hobi korupsi. Paling tidak tokoh seperti Ikal (Laskar Pelangi), Amek (Serdadu Kumbang), dan kini Wahyu dalam film ini adalah anak-anak desa berkemauan baja yang akhirnya bisa menembus langit untuk mencapai cita-cita melalui kerja keras, bukan jalan pintas.

Yosie Kristanto sebagai Wahyu adalah pemain baru yang terlihat asyik di layar maupun di lapangan. Adegan unik ketika Pak Darto bersedia mengajari anaknya itu yang memberi sebuah ciri khas. Sang ayah di atas kuda dan mengajarkan trik-trik tendangan bola. Adegan Wahyu yang berlatih naik-turun gunung sesuatu yang saya anggap simbolis. Wahyu, yang saat itu terasa sebuah titik kecil dalam Jawa Timur yang besar dan Indonesia yang lebih besar lagi, berlari naik-turun, bak garis yang bergerak-gerak mencoba meraih cita-citanya. Bravo.

Ada beberapa catatan. Serangkaian kebetulan dalam film ini sebetulnya bisa dihindari dari aliran plot (pertemuan Wahyu dengan anak-anak pelatih Persema itu, bukankah bisa dicari dengan cara pertemuan lain?). Juga berita buruk tentang situasi kaki Wahyu yang semula tampak dramatis, yang ternyata bisa diatasi dengan mudah, terasa dituntaskan agak terburu-buru. Drama problem fisik Wahyu sebetulnya menarik—terutama bagi orang awam yang tak terbiasa dengan dunia sepak bola.

Agus Kuncoro jelas bintang dalam film ini. Sejak melihat penampilannya yang bercahaya dalam film ? (Hanung Bramantyo), saya merasa Agus Kuncoro adalah seorang aktor bagus yang kurang diperhatikan. Dia adalah seorang aktor yang sesungguhnya.

Film Tendangan dari Langit adalah hiburan untuk masa liburan. Sekaligus menyelinapkan sesuatu yang penting (untuk anak-anak, karena kita sudah putus asa menasihati orang dewasa): bahwa sesuatu yang baik dicapai dengan kerja keras, bukan dengan jalan pintas.

Leila S. Chudori

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus