Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosok

Dari mimpi haji king-tek

Kang king tek, pengusaha yang sukses di bidang perkayuan. bermula dari seorang kuli, masuk islam setelah mimpi bertemu nabi muhammad. dan berganti nama menjadi muhammad jos soetomo.(tk)

24 Juli 1982 | 00.00 WIB

Dari mimpi haji king-tek
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
TIBA-TIBA krisis perkayuan, 1970, melanda dengan hebat. Beberapa perusahaan penebangan kayu di Samarinda mandek. Kang King-tek, direktur PT Sumber Mas, sangat prihatin, sebab dalam masa krisis itu ia juga masih harus menghidupi para pekerjanya. Tapi ia toh tidak tega menagih piutang sekitar Rp 350 juta pada rekan-rekan daangnya. Akhirnya piutang sebanyak itu relakan begitu saja. Setelah merelakan uang tersebut beberapa hari kemudian ia merasa mendapat petunjuk" dari Tuhan. Katanya suatu malam ia bermimpi berlayar bersama kedua orangtuanya ke satu tempat. Menurut perasaannya tempat itu seperti Arab Saudi. "Adakah orang Cina di sini?" tanyanya kepada seseorang yang ditemuinya dalam mimpi itu. "Cukup anak," ujar orang itu. Tak berapa lama turun sinar hijau dari langit -- begitulah peristiwa dalam mimpi tadi. Di tengah-tengahnya tamak seorang lelaki tampan. Ketika itu sayup ada suara yang berbisik di telinganya, bahwa lelaki tampan itu adalah Nabi Muhammad. King-tek lantas menyembahnya -- seperti halnya ia menyembah Sang Sidharta Gautama. King-tek memang beragama Budha. Tapi dalam mimpi itu, Muhammad menolak disembah. Rupanya cukup panjang mimpi itu. Sebab kemudian Nabi lantas berpesan: "Kalau engkau hendak pulang, lewatlah jalan ini." King-tek bersama kedua orangtuanya mengikuti jalan itu. Sejak itu pikiran King-tek selalu terpaut akan pribadi Muhammad. Dua tahun kemudian -- 1972, ketika ia berusia 27 tahun -- Kang King-tek sekeluarga masuk Islam. Namanya pun diganti menjadi Muhammad Jos Soetomo. Istrinya pun, Tan Jek Tjien, ganti nama menjadi Erna Megawati. Dua tahun lalu ia menunaikan rukun Islam kelima. Sebelumnya ia juga sudah menjalankan umroh dua kali ke Mekah. "Ibadat haji ternyata sangat nikmat. Hanya orang yang imannya kuat saja yang bersedia naik haji. Dan kalau orang kaya mau naik haji, itu tandanya ia mendapat petunjuk Allah," kata Jos suatu hari di rumahnya di kawasan Simpruk. Jakarta. Rumah yang bernilai Rp 125 juta itu tak kalah megah dengan Gedung Kedutaan Besar Korea di sebelahnya. Tiga Mercy Tiger nongkrong di sana. Lambang-lambang keagamaan menghias dinding-dindingnya. Ada potret Ka'bah di malam hari dan beberapa kaligrafi ayat Al Quran. Untuk masuk ke rumah ini para tamu dipersilakan melepas alas kaki, sebab setiap saat lantai bisa digunakan untuk bersembahyang. Di rumah inilah Jos mengontrol perusahaannya, PT Sumber Mas. Masing-masing mobilnya dilengkapi dengan telepon, radio CB dan radio telepon. Ia memang jarang hadir di kantornya di Jalan Pintu Besar, Jakarta. Semua persoalan dibicarakan melalui peralatan komunikasi modern. Jos sendiri lebih suka bila tamu-tamunya menemui dia di rumah. Jos lahir 37 tahun lalu di Senyiur, Muara Ancalong -- sebuah desa kecil yang hanya bisa ditempuh dua minggu dengan perahu dari Samarinda, Kal-Tim. Orangtuanya berasal dari Hokkian, RRC. Di desa itu yang hanya dihuni 200 kk, hanya keluarga Jos yang Cina. "Tapi kami sudah lama menyatu dengan penduduk," kata Jos. Pada usia 16 tahun, Jos merantau ke Surabaya. "Jadi kuli atau kerja apa saja. Ketika itulah saya belajar pahit-getirnya kehidupan," tuturnya. Kembali ke Samarinda -- setelah ia menikah pada usia 20 tahun -- pada 1966 Jos melanjutkan usaha ayahnya sebagai pengusaha kayu. Dalam waktu singkat ia sukses. Ia membuka usaha penebangan dan mengekspor kayu ke Hongkong. Lalu dibentuknya PT Sumber Mas yang kemudian berkembang jadi enam anak perusahaan yang cukup mau. Dari keenam perusahaannya, tiga di antarnya berkantor di Samarinda: Meranti Sakti Indah Plywood, Sumber Mas Timber dan Meranti Sakti Timber. Sumber Mas Indah Plywood di Surabaya dan Kayan River Timber Product di Tarakan, sedang PT Sumber Mas di Jakarta. Total produksi kayu lapisnya 1,5 juta lembar/bulan kayu glondongan 40.000 kubik/bulan, sebagian besar untuk ekspor. Sedang produksi kayu gergajian, khusus untuk keperluan dalam negeri, 15.000 kubik/bulan. PT Sumber Mas agaknya satu-satunya perusahaan kayu yang mendapat penghargaan dari International Award Export, AS, bulan lalu. Dari investasi US$ 65 juta, ia menarik keuntungan sekitar US$ 8 juta/tahun. Dana tersebut ia rencanakan untuk membangun pabrik mentega dan minyak goreng di Jakarta. "Apa yang saya capai sekarang ini, semakin membuat saya lehih berhati-hati terhadap amanat Allah. Harta benda itu kan amanat Allah yang dititipkan kepada kita. Kalau saya salah menjalankan amanat-Nya, saya takut mendapat kutukanNya," kata Jos. Sejak pulang haji ia mulai giat membangun sarana ibadat. Kini sudah berdiri 26 masjid di Kal-Tim dengan nilai massing-masing minimal Rp 50 juta. Di Jakarta ia sedang membangun tiga masjid. Satu di antaranya di kawasan perumahan megah Simpruk, dibangun bersama kedua saudara Presiden Soeharto, Probosoetedjo dan Soedwikatmono, dengan biaya Rp 175 juta. Di Kal-Tim ia juga membangun pesantren yang dipimpin Ustad Assegaf (guru agamanya yang pertama) dengan subsidi Rp 3 juta/bulan. Di sana ada perpustakaan bernilai Rp 40 juta. Di Kal-Tim ia mendirikan pula Rumah Sakit Islam Al-Ittihad dengan biaya Rp 2,5 milyar. Bukan hanya itu, ia juga membangun sekolah-sekolah umum mulai SD sampai SMA "Persatuan". Tak ketinggalan sebuah rumah yatim-piatu. "Dana sosial saya 30% dari seluruh penghasilan saya," kata Jos, ayah dari delapan anak ini. "Sesungguhnya saya sedih dan malu melihat keadaan umat Islam di Indonesia. Kita ini kan mayoritas, tapi nyatanya tidak punya apa-apa," katanya. Ia pun mendidik anak-anaknya secara Islam. Dan anak-anak itu, tertua di SMP Klas II, selalu menyapa dengan assalamuallaikum setiap bertemu dengan ayah mereka. Ia juga membangun sarana olahraga di Samarinda, membentuk klub bolabasket Sumber Mas yang pernah mengalahkan klub Tomang Sakti, Jakarta. Jos sendiri gemar bermain tenis, badminton, golf dan memancing. Untuk hobi mancingnya ia memiliki empat kapal pesiar. Bulan Maret lalu Jos menyumbangkan sebuah pesawat Cessna untuk keperluan da'wah di pedalaman Kalimantan. Upacara penyerahan tersebut diresmikan Menteri Agama Alamsyah dengan upacara adat setempat. Jos sendiri masih punya tiga Cessna lagi untuk keperluan bisnisnya. Sekitar 80% dari penduduk Kal-Tim yang 1,2 juta beragama Islam, sementara 50% di antaranya tinggal di pedalaman. Yang paling sulit dicapai ialah kawasan Hulu Bulungan dan Hulu Mahakam. Selain untuk memelihara kehidupan beragama umat Islam di pedalaman yang terpencil, pesawat Cessna pemberian Jos tadi juga untuk mengangkut juru da'wah ke tempat-tempat penghunian penduduk yang masih menganut animisme. Jumlah mereka sekitar 120.000 jiwa. Menyaksikan penggunaan pesawat tersebut, Haji Abdushamad (70 tahun) menangis. Sudah 50 tahun ia berda'wah ke tempat-tempat pemukiman Dayak di pedalaman. "Dulu berbulan-bulan saya berda'wah, keliling dari kampung ke kampung, masuk -- ke luar hutan. Dan baru pulang beberapa bulan kemudian. Sekarang, dengan pesawat itu, tentu tidak lagi begitu," katanya. Haji Muhammad Jos Soetomo juga akan membangun beberapa lapangan udara, terutama di Kutai dan Bulungan -- dua daerah yang paling sulit didatangi. Setelah masuk Islam, kebetulan saya punya kemampuan ekonomi. Hingga saya wajib memperhatikan kehidupan umat Islam," katanya tentang berbagai sumbangannya itu. MENGAPA ia tertarik akan Islam? "Karena ajaran dan persamaan derajat pemeluknya. Islam tidak membedakan suku, bangsa dan kekayaan," katanya. Sebelum masuk Islam Jos sering mendatangkan muballigh untuk mengisi pengajian para karyawannya. Setiap tahun ia juga memberangkatkan 2 sampai 5 orang karyawan untuk menunaikan haji. Di antara delapan saudaranya, hanya Jos yang menjadi WNI dan masuk Islam. "Ketika itu saya katakan kepada saudara-saudara saya bahwa saya memilih WNI. Dan kini, ternyata saya benar. Sekarang saya memilih Islam, ternyata saya benar pula," tutur Jos dengan bangga. Menurut Jos, masalah pribumi-nonpribumi tidak bisa diselesaikan dengan jalan pintas, kekerasan misalnya. Sebab bila nonpri bisa dibasmi misalnya, bukan mustahil Indonesia yang memiliki banyak suku itu akan mengalami persoalan yang sama di kemudian hari. "Sikap ekstrim itu mobil tua yang kere. Tak bisa dipakai sesuai dengan perkembangan zaman," katanya lagi. Sekarang, sebagian waktunya ia manfaatkan untuk mengurus kegiatan-kegiatan sosial dan da'wah. Misalnya melalui yayasan miliknya, Yayasan Ukhuwah Islamiah. Jos juga aktif di Bakom PKB (Badan Komunikasi Penghayatan Kesatuan Bangsa), dan menjadi salah seorang pengurus Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila yang dibentuk oleh Presiden Soeharto. Tidak merokok dan tak suka minum minuman keras, Jos Soetomo juga menjauhi hidup foya-foya. Katanya: "Cita-cita saya hanya ingin mati syahid. Kalau saya mati untuk urusan niaga berarti mati syahid. Sebab urusan niaga sudah saya tekadkan untuk mengabdi kepada Allah. Tapi jika saya mati di tempat plesiran, saya mati kafir."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus