Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Film

Delapan Menit yang Menentukan

Film kedua sutradara Duncan Jones yang menampilkan kisah seorang tentara yang digunakan untuk eksperimen besar.

23 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sutradara: Duncan Jones
Skenario: Ben Ripley
Pemain: Jake Gyllenhaal, Michelle Monaghan, Vera Farmiga

Tiba-tiba saja Colter Stevens terbangun di sebuah kereta api menuju Chicago. Dan tiba-tiba saja perempuan cantik yang duduk di hadapannya itu ngoceh berkepanjangan seolah mereka saling mengenal begitu lama. Yang lebih membingungkan, perempuan cantik itu, kelak dikenal dengan nama Christina Warren (Michelle Monaghan), memanggil Colter Stevens (Jake Gyllenhaal) dengan nama Sean. Apakah Stevens sedang bermimpi? Bukankah dia sedang bertempur di Afganistan? Lantas tiba-tiba saja dia menyaksikan ada penumpang yang menumpahkan kopi, penumpang yang menggerutu, dan petugas kereta api yang menagih tiket.

Mencoba menjawab kebingungannya, Stevens masuk ke toilet kereta api dan menyaksikan wajahnya pada cermin: bukan dirinya. Tubuhnya adalah tubuh lelaki lain. Kartu identitas diri di dompetnya menunjukkan bahwa pemilik tubuh itu adalah Sean Fentress.

Dalam keadaan dia mengalami krisis identitas itulah kereta api meledak. Stevens merasa tubuhnya terlempar begitu jauh ke sebuah dunia lain. Dunia "nyata" di mana dia terkurung di sebuah mesin kapsul yang sempit tanpa jendela. Terdengar suara seorang perempuan petugas Angkatan Udara bernama Colleen Goodwin (Vera Farmiga) yang berkomunikasi dengan Stevens melalui sebuah layar komputer. Meski berkali-kali Stevens mempertanyakan apa yang tengah terjadi pada dirinya, baik Colleen maupun atasannya, Dr Rutledge (Jeffrey Wright)-pemimpin eksperimen ini-hanya memberi informasi minim: telah terjadi pengeboman sebuah kereta api yang berjalan menuju Chicago. Semua penumpangnya tewas, termasuk Christina, si cantik dengan bibir indah. Tapi yang lebih mengejutkan, tugas Stevens adalah "menyelinap" masuk ke tubuh Sean selama delapan menit, hanya delapan menit. Selama waktu yang pendek itu, Stevens-di dalam tubuh Sean-harus mencari tahu pengebom kereta api tersebut. "Ini bukan mesin waktu yang melemparku ke masa lalu," kata Colleen, meski faktanya dia selalu terlempar ke "masa lalu" yang sama. Di lokasi yang sama. Tugas ini urgen karena Amerika terancam bom nuklir oleh pelaku yang sama.

Alangkah berat beban yang disangga Stevens seorang. Dia harus mencari orang yang menghancurkan seluruh isi negara sendirian, dibantu nyonya cantik Colleen dan ilmuwan yang menjengkelkan.

Maka Stevens di-transport kembali ke kereta api, kembali ke hadapan si cantik Christina. Tapi kali ini dia sudah tahu apa yang akan terjadi, tahu kalimat apa yang akan diucapkan Christina, kopi yang akan tumpah, dan penumpang yang menggerutu. Bedanya, kini Stevens bisa mengubah beberapa hal, misalnya mencium Christina dan mengajaknya pergi bersama menjelajah ke sebuah dunia baru.

Film ini hampir seperti ramuan film Groundhog Day (Harold Ramis, 1993), Inception (Christopher Nolan, 2010) dengan akhir film yang mengejutkan, seperti The Sixth Sense (M. Night Shyamalan, 1999). Bayangkan film komedi Groundhog Day yang menggambarkan tokoh Bill Murray yang setiap hari bangun pada hari yang sama dan mengalami peristiwa yang persis, sehingga dia bisa mengubah apa yang sudah terjadi. Konsep itu diramu dengan thriller. Ketegangan mendeteksi pelaku bom kereta api itulah yang dieksploitasi karena setiap delapan menit kita senantiasa berdebar karena kita tahu kereta api itu akan meledak (lagi). Bahwa Stevens akhirnya jatuh cinta pada Christina yang sudah tewas itu sebetulnya mengharukan, karena dia ingin membalikkan segala eksperimen itu untuk menyelamatkan kereta api yang telanjur kena bom.

Duncan Jones, yang selama ini dikenal sebagai putra penyanyi legendaris David Bowie, sebelumnya menghasilkan film Moon (2009). Tapi Source Code adalah sebuah pertanda bahwa kita tak boleh lagi menghubung-hubungkan Jones dengan kebesaran ayahnya. Duncan Jones layak tampil sebagai dirinya sendiri. Tentu saja, karena sudah didahului Inception (juga Groundhog Day puluhan tahun lalu), konsep Source Code bukan sesuatu yang orisinal. Tapi, sebagai sutradara film thriller, Duncan layak diperhatikan. Film ini adalah sebuah pengalaman penjelajahan ke dunia alternatif. Nikmatilah.

Leila S. Chudori

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus