Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebuah mainan kincir angin bergerak pelan dengan bantuan mesin jam dinding di bagian belakangnya. Gambar sepotong tangan memegang kincir itu terlihat di ujung tangkainya. Ornamen putih dari kertas yang di antaranya berbentuk kubah melatari alat itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagian yang mengusik mata adalah bentuk kincir tersebut. Baling-balingnya berbentuk siluet delapan senapan berwarna hitam. Judulnya pun membuat bergidik: All Children Go to Heaven. Karya Mujahidin Nurrahman buatan 2017 itu berbicara soal perang dan anak-anak yang menjadi korban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di sudut ruangan pamer, karya instalasi perupa senior Setiawan Sabana juga mengabarkan cerita duka. Lewat judul Instalasi Pulang #02, ia mengenang istrinya yang wafat. Dari sepasang lingkaran yang bisa dianggap sebagai dunia, meluncur sepuluh kapal dari kertas lewat dua jalur. Adapun di kotak kaca, terpampang foto sang istri di antara tiga buku kecil yang tebal.
Karya belasan seniman berbasis kertas seperti itu kini tengah dipamerkan di Galeri Soemardja Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 27 Agustus hingga 2 September 2018. Berjudul “Papersphere”, kurator pameran A. Rikrik Kusmara memilih karya para seniman yang serba kertas. Tidak selalu bermedia kertas, karya yang terkait dengan persoalan kertas pun jadi.
Patra Aditia, misalnya, membuat karya video berjudul (un)Paper dengan durasi tiga menit yang diputar ulang secara otomatis. Video itu menayangkan proses pembuatan gambar secara digital. Dia membuat sebuah robot perkasa dengan tameng di dada berwajah tokoh wayang golek Si Cepot.
Seniman undangan lain yang berpartisipasi antara lain Tisna Sanjaya, Patriot Mukmin, Oco Santoso, Wayan Sujana “Suklu”, Zusfa Raihan, Nandang Gawe, dan Intan Soebagio. Umumnya karya yang ditampilkan berupa gambar (drawing), lukisan, ada juga kolase, grafis, serta patung dari kertas.
Intan Soebagio membuat karya dengan gaya yang disebut paper cut shadow box. Ia mengolah kertas yang datar menjadi berlapis-lapis hingga timbul dan berefek seperti citra tiga dimensi. Salah satu karyanya yang menarik adalah Rama Shinta. Intan menampilkan sosok sepasang penari lelaki dan perempuan yang saling berhadapan.
Adapun perupa Tisna Sanjaya dengan teknik etsa membuat lima karya grafis bertema religius yang berjudul Yang Maha Pengasih, Yang Maha Penyayang, dan Yang Maha Merajai. Cap tapak kaki dan tangan berwarna hitam membekas di sekujur kertas berukuran 120 x 70 sentimeter.
Seniman lain, Patriot Mukmin, menempelkan jejak lawatannya ke Korea Selatan lewat karya berjudul Gwanghwamun Rally. Seperti kekaryaan sebelumnya, ia membuat foto yang dianyam sehingga citranya menjadi buram.
Kegiatan ini disajikan dalam konteks riset dan pengembangan subsektor seni rupa dalam acara Bekraf Creative Labs. Acara itu merupakan kerja sama Deputi Riset Edukasi dan Pengembangan Bekraf bersama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat ITB. Bekraf Creative Labs, kata Rikrik Kusmara, dalam pengantar pameran, kali ini berfokus pada wacana dan karya berbasis kertas, kondisi, potensi, dan tantangannya.
Rikrik menyatakan, pada awalnya kertas dipandang sebagai lembaran kosong untuk menggambarkan dan menyimpan pandangan seniman melalui pendekatan menggambar. Sekarang, muncul gejala diversifikasi kreativitas pemanfaatan media kertas.
Pameran ini ingin menunjukkan spektrum dunia kreatif seni rupa berbasis kertas, potensi, dan tantangannya yang bisa ditemukan dalam beragam karya konvensional dan kontemporer. “Pameran ini diharapkan menjadi jalan untuk menemukan berbagai realitas dalam konteks ekonomi kreatif dan seni rupa.” ANWAR SISWANDI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo