SELERA Jakarta lain dengan selera Yogya, ini semua orang tahu.
Di Yogya seleranya pelajar, mahasiswa atau barangkali bisa juga
disebut selera kebudayaan. Itulah sebabnya, film Erika dengan
bintang Patrizia dan Benrnard Devries yang amat "panas" itu,
tidak dapat pintu di Yogyakarta. Keputusan adan Pembinaan Film
menghendaki demikian, dan ini sampai dua kali diputuskan.
Pertengahan Pebruari 1973 lalu film itu didatangkan ke Yogya
oleh bioskop Ratih. Sebelum main diteliti Panitia Pengawas Film,
waktu itu. Keputusan yang ditelorkan, "film boleh main selama 3
hari dengan batas umur 21 tahun ke atas". Tapi film ini tidak
boleh diekstra-show-kan dan setelah ini, film tidak boleh masuk
lagi ke Yogya. Tapi 5 Mei 1976 lalu, Erika ternyata muncul lagi
di Yogya, di bioskop Indra dan Permata. Tentu saja tiada maaf
bagimu. Film yang terlanjur diputar untuk maine itu harus
cepat-cepat menghindar dari layar. Lho kok begitu, pak? "Soalnya
kita tidak tahu keputusan badan itu untuk Ratih, dan demikian
pula sebaliknya", ujar Toposubroto, Direktur NV Perfebi pemilik
film untuk Indra dan Permata .
"Hal itu merupakan pelanggaran", kata Sis Dibroto, Sekretaris
BPF, "karena tanpa ijin putar lebih dulu". Kata Sis pula:
"Pengusaha film mestinya sudah tahu tiap pergantian film harus
minta ijin lebih dulu dari Badan Pembinaan Film dan
Kepolisian". Namun menurut Toposubroto, film itu memang
rencananya belum main hari itu tapi tiga hari lagi . Tapi karena
film West World yang dibintangi Yul Brynner sudah harus turun
layar, sebagai gantinya dimunculkan Erika. Kata Toposubroto:
"reklame berupa spanduk sudah dipasang jauh hari di muka gedung
itu. Mestinya, pihak team operasionil Badan tersebut sudah
melihat dan sudah harus menegur hari-hari sebelumnya". Dan pagi
sebelum main matine memang ada telepon dari Badan Pembinaan
Film, tapi yang terima petugas Perfebi. Namun yang terima
telepon pengertiannya lain. Dikiranya boleh main dengan batas
umur 21 tahun ke atas. "Baru siangnya saya terima langsung
telepon dari sekretaris BPF DIY, yang menyatakan film tidak
boleh main", ujar Toposubroto. Ia berusaha minta kebijaksanaan,
namun tetap ditolak. Apa daya, bioskop terpaksa meliburkan diri
satu malam.
13 Orang
Badan yang bergerak dalam awas mengawasi film Yogya ini ada
sejak zaman SOB dulu. Asal mulanya, 3 Juli 1967 Ketua DPRD-GR
kirim surat pada Panglima selaku penguasa perang daerah Jawa
Tengah dan DIY agar di Yogya didirikan lagi Badan Sensor Film.
Lalu 10 September 1967 itu juga turun keputusan maksud itu
dikabulkan. Dan 27 Maret 1968 turun lagi Surat Keputusan dari
Komandan Korem 072 selaku penguasa Perang DIY/Kedu, tentang
pembentukan Team Pengawas Film DIY. Maka 25 Juli 1970 terbentuk
Panitia Pengawas Film pengganti badan yang dibentuk lewat SK
Kepala Daerah DIY nomor 172/1970, berlandaskan film ordonansi
1940, di mana Kepala Daerah punya wewenang untuk menolak atau
menerima suatu film yang dipertunjukkan dalam daerahnya.
Karena adanya keputusan bersama: Menteri Penerangan, Menteri P &
K dan Menteri Dalam Negeri tentang wajib edar dan wajib putar
film nasional serta penertiban reklame film, maka Kepala Daerah
DIY 10 Oktober 1975 lalu dengan SK no. 378/1975 membentuk Badan
Pembina Film DIY menggantikan badan yang ada sebelumnya. Badan
ini keanggotaannya bersifat instansiil, yang kini 13 orang. Dan
baru bekerja bila ada film yang diperkirakan berat, baik dari
Badan Pembina Film DIY maupun pengusaha bioskop.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini