INI seperti sebuah gelombang yang menarik, yang dikemudikan oleh
anak-anak. Sementara para seniman senior sibuk mengumpulkan
kekayaan, mencari jabatan dan ,memasuki dunia lain yang bukan
bidangnya lalu jadi tumpul, anak-anak meneruskan ekspresi dengan
murni . Mereka menyanyi, main film dan melukis. Tak jarang
seniman dewasa kemudian terkesima lalu mengeluarkan berbagai
pujian. Mereka menamakannya keajaiban, kadangkala hanya untuk
menutupi kenyataan bahwa mereka sebenarnya telah kalah karena
memang sudah lama tidak bekerja lagi.
"Firdaus yang telah hilang", kata WS Rendra memberi komentar
lukisan Lini Nataliniwidhiasi -- anak 11 tahun dari Surabaya
yang pernah mengadakan pameran di museum Affandi Yogya bulan
April yang lalu. Pelukis kawakan Affandi sendiri, yang lebih
banyak diam kalau melihat lukisan orang lain, sampai tak kuasa
menahan diri untuk mengatakan: "Saya ngiler melihat
coret-coretan Lini. Sayang saya sudah kakek. Kepingin anak-anak
lagi dan melukis sama-sama Lini". Lebih dari itu tukang plotot
ini dengan gairahnya menunggu Lini melukis patungnya, untuk
kemudian membubuhkan sebuah tanda tangan. Sementara pelukis
kawakan lain yang bernama Batara Lubis menulis sajak: "Lini,
usiamu masih muda belia/Ciptaanmu menggetarkan
hatiku/Peliharalah bakatmu yang cemerlang/Kau seumpama bunga
mengharum". Waduh.
Medali Emas
Anak pelukis Tedja yang bermukim di kota buaya ini, benar-benar
menjadi buah bibir sekarang. Matanya yang sipit tapi gigih,
dengan sebuah hidung yang mencuatkan ambisi, serta bibir yang
menampilkan kegetolan bekerja, muncul banyak kali dalam koran
dan menjadi figur yang populer. "Nama saya Lini, lahir 25
Desember 1964. murid kelas 5 SD. Mulai senang menggambar umur 5
tahun. Menggambar adalah kesenangan saya seperti bermain-main.
Saya selalu pameran setiap liburan karena undangan", tulis anak
ini, yang pernah mendapat penghargaan medali perak dari
sayembara melukis anak-anak 'Shankar's Internalional Children
competition di India 1973.
Rumahnya di jalan Lapangan Darmawangsa 2, di mana ia sering main
layangan, sekarang suka dikunjungi wartawan. Anak ini telah
memenangkan medali emas sayembara melukis untuk anak-anak yang
diselenggarakan oleh pemerintah Italia bulan Mei yang lalu. Ia
termasuk salah satu dari 20 jagoan pilihan untuk kompetisi
internasional tersebut, dan juga sebagai pengikut satu-satunya
dari Indonesia dengan mengirimkan 3 buah lukisan. Ny. Inge
Zimmermann dari Goethe Institut Surabaya telah ikut andil untuk
Lini dalam memilihkan lukisan yang bertema Perdamaian, itu --
meskipun ternyata ketiganya bukan lukisan kesukaan anak ajaib
ini. "Untung bukan lukisan yang saya senangi. Kalau tidak, 'kan
lukisan-lukisan itu tidak akan dikembalikan lagi", ujar Lini. Ia
tampak dingin-dingin saja kejatuhan kemenangan dan hadiah dari
Lion's-Club Vesovio Neapte Italy. Maklum bukan sekali ini ia
menerima penghargaan. Tahun 1973 ia sudah memenangkan sayembara
melukis POR Seni tingkat SD -- dan belum lama ini ia menjadi
juara kedua untuk tingkat SD sayembara melukis motif batik --
tercatat beberapa peserta dari Singapura. Hongkong dan Jerman
Barat.
"Saya belum pelukis". kata Lini. "Saya hanya senang bermain
ketika sedang ada waktu senggang, waktu timbul keinginan untuk
bermain dengan garis-garis dan warna. Itulah permainan yang saya
gemari". Ucapan ini membersitkan bahwa anak ini tidak melukis
tanpa pengertian. Garis dan bentuk-bentuk yang dihasilkannya,
yang menampilkan ketrampilan kekayaan imajinasi, mengutarakan
juga sikap bahwa gambar telah menjadi bahasa yang telah dipilih
dengan sadar. Ini normal, karena ia sejak lahir telah
bergelimang dengan kehidupan melukis dari ayahnya sendiri, dan
mendapat dukungan moril yang mungkin tidak dijumpai.Anak-anak
lain dalam lingkungan keluarga. Ini sekedar menerangkan bahwa
anak ini tidak ajaib. Semuanya beralasan untuk mendapat
penghargaan, karena hasil-hasil lukisannya memang bagus dan
punya harapan besar di masa depan kalau saja proses
perkembangannya tetap deras sebagaimana sekarang.
9 Juni yang lalu, Lini mengulurkan tangan untuk menerima hadiah
medali emas Italia itu. Barangkali ia akan perlu mengulurkan
tangan beberapa kali lagi, semasih ia melukis dalam katagori
anak-anak -- karena ia memang jauh lebih mencuat dari rata-rata
anak seumuruya. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi pada
lukisannya setelah ia menjadi dewasa, kecuali berharap segala
yang baik tentunya. Sementara anak kecil ini sempat bicara:
"Jangan menulis berita tentang Lini panjang-panjang. Lini sudah
terlalu sering ditulis di koran dan majalah, sehingga Lini jadi
sungkan sama teman-teman".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini