Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Etsais dari sungai Rijn

Pameran karya asli pelukis belanda, rembrandt vanrijn di pusat kebudayaan belanda erasmus huis, merupakan pameran kedua kalinya di indonesia. rembrandt lebih populer sebagai grafikus etsa. (sr)

9 Mei 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

NAMA Rembrandt van Rijn mengingatkan pada gambaran seniman yang klasik -- yang menjelang akhir hidupnya bangkrut, banyak utang dan kesepian. Pelukis Belanda yang hidup di abad ke-17 itu tersohor sebagai seniman potret yang luar biasa. Ciri khasnya: hampir semua karyanya menggambarkan wajah orang dari samping, agak miring atau agak menunduk. Jarang dari depan. Tapi sesungguhnya semasa hidupnya ia lebih populer sebagai grafikus etsa. Teknik grafis yang satu ini, yang cetakannya dibuat dari lempeng tembaga atau seng yang dilapis lilin atau sejenisnya dan baru digores jarum etsa untuk membentuk gambar --memang berkembang di abad ke-17 itu. Kini ada kesempatan menyaksikan karya-karya asli tersebut -- bukan reproduksi -- 7-28 Mei ini di Pusat Kebudayaan Belanda Erasmus Huis. Beberapa karya etsa pelukis sezaman, J.B. Jongkind misalnya, juga menyertainya. Teknik etsa dalam seni grafis pertama kali dibuat oleh seorang pelukis Swiss sekitar 1540. Perlahan-lahan jenis ini dikenal -- dan sebagaimana lazimnya barang baru, kemudian menjadi perhatian khalayak. Toh baru sekian puluh tahun kemudian etsa berkembang dan digemari. Rembrandt, lahir 15 Juli 1606 di Leiden, dan mulai bereksperimen dengan etsa pada usia 20-an, wajar bila tertarik pada media baru ini dan agaknya pun cocok dengan tekniknya. Seekor Anak Domba Empat etsa potret dirinya, dibuat 1630, pada usianya yang ke-24, menunjukkan penguasaan dan ketelatenannya menggoreskan garis. Dan dalam perkembangan artistiknya seterusnya, ia memang tampak klop dengan media ini. Kegemarannya membuat kontras gelap terang (bagian yang terang seperti benar-benar menyala, dan ini membuat ia dijuluki 'pelukis cahaya'), menjadikan etsanya susah dilawan. Bayangkan, etsa yang dibentuk segores demi segores itu di tangan Rembrandt bisa memberi kesan gelap terang dengan pas. Hingga beberapa rekan mencurigainya -- menyangka ia menggunakan 'obat rahasia' pada lempeng tembaga atau sengnya. Seirama dengan zaman seniman besar dari pinggir Sungai Rijn ini pun banyak memperoleh ide dari kisah dalam Injil. Yang terkenal serial etsanya tentang suami istri Tobit dan Anna, dan anaknya, Tobias. Cerita keluarga Yahudi yang menjadi tawanan Assiria ketika yang belakangan itu menyerang Israel ini sendiri, menarik. Tinggal di daerah musuh, Tobit tetap saja menjalankan ibadat, tetap menolong sesama. Tapi aral tak dapat ditolak. Suatu hari ketika Tobit sedang menolong seseorang, matanya kena kotoran burung. Ia pun buta. Tanggungjawab rumah tangga kemudian jatuh pada Anna, yang bekerja memintal benang. Suatu hari Anna mendapat hadiah seekor anak domba dari majikannya. Tobit mengira Anna mencuri. Anna marah, mereka bertengkar. Kemudian oleh Tobit kejadian itu dianggapnya sebagai isyarat, bahwa umurnya tak panjang lagi. Kepada anaknya, Tobias, ia berpesan macam-macam. Antara lain dimintanya ia mencari istri orang sebangsa, dan dimintanya menagih utang kepada orang Media (wilayah baratdaya Iran, kini) yang dulu pernah berutang kepadanya. Dalam perjalanannya Tobias ditemani seorang lelaki -- yang konon malaikat. Di tepi Sungai Tigris seekor ikan menyambar Tobias. Ikan itu ditangkapnya. Oleh temannya Tobias diminta mengambil jantung, hati dan empedu ikan itu. Sebab, jantung dan hati ikan, bila dibakar, baunya bisa "mengusir kekuatan jahat". Dan empedu bisa menyembuhkan kebutaan. Mereka bertemu Sarah, seorang yang masih gadis meski pernah menikah tujuh kali. Soalnya, dalam diri gadis itu mendekam kekuatan jahat yang selalu membunuh suaminya menjelang malam pertama. Tobias ingin mengambil Sarah sebagai istri. Sampai di sini akhir cerita sudah bisa ditebak. Rembrandt, dalam melukiskan cerita ini, memang meyakinkan. Sebuah etsa 6ertahun 1651 menggambarkan Tobit berjalan dengan tongkat hendak menyambut kedatangan anaknya. Dengan cermat Rembrandt memilih bagian yang harus digelapkan atau dibuat terang, hingga fokus gambar cepat bisa ditangkap. Dan meski ukuran etsa ini tak begitu besar, ekspresi Tobias yang buta terasakan. Agaknya ini pun termasuk kekuatan Rembrandt bagaimanapun ukuran gambar ia tetap mampu menampilkan ekspresi wajah yang diinginkan. Anak Kecil, Anjing Kecil Masih etsa tentang Tobit, dibuat 1641, melukiskan kepergian teman berjalan Tobias, sang malaikat, setelah keluarga Yahudi ini kembali mengalami kebahagiaan Tobit bisa melihat lagi berkat empedu ikan, dan Tobias selamat menikahi Sarah berkat jantung dan hati ikan tadi. Dalam karya itu sang malaikat telah terbang -- hanya diperlihatkan kakinya yang menggantung. Sementara Tobias, dengan kedua tangan di dada, mengucapkan terima kasih. Dan sesungguhnya baru saat itulah ia tahu bahwa teman berjalannya adalah malaikat pelindung. Sebuah peti menggeletak di sudut kanan bawah. Tentulah itu dimaksud Rembrandt sebagai harta yang akan dibayarkan kepada teman berjalan anaknya, yang telah menolong keluarganya. Tapi yang paling menarik adalah ekspresi Anna di situ: kedua tangannya terangkat sebatas pinggang, kepalanya menengok ke arah malaikat terbang, seperti tak percaya semua yang telah terjadi. Tobit sendiri, sebagai orang saleh seumur hidup, memang wajar kalau menjadi yang paling tenang. Ia berlutut mengucapkan syukur, lebih kepada yang Maha Kuasa daripada kepada si malaikat, agaknya. Dan fokus etsa Rembrandt ini memang pada keluarga itu-bukan malaikat. Dalam menangkap kehidupan seharihari, agaknya Rembrandt cukup cermat pula. Seniman yang konon menderita di akhir hidupnya itu ternyata cukup jeli menangkap hal-hal yang lucu. Lihat misalnya Wanita Pembuat Kue, 1635. Meski fokus etsa ini tentu saja pada si wanita, digambarkannya seorang anak kecil yang sedang makan kue dan seekor anjing kecil yang mencoba meminta kue itu dari si anak, menjadikan etsa ini hidup. Juga dalam etsa pemandangannya, seperti juga lukisannya. Bukan pemandangan yang mati tentu ada makhluk hidup yang dimunculkannya. Sementara Tiga Pohon, yang dibuatnya tahun 1643, memang jelas-jelas menggambarkan tiga pohon. Tapi di kejauhan tak susah dilihat sebuah gerobak ditarik kuda, sapi-sapi yang berkeliaran, orang sedang mengail -- dan seorang pelukis sedang membuat sketsa. Rembrandt agaknya memang mencintai kehidupan yang nyata. Itulah mengapa ia suka mengejek karya Zaman Renaisans, yang melukiskan manusia dengan anatomi dan proporsi yang sangat ideal. Bagi Rembrandt, bentuk ideal jauh dari kenyataan -- karenanya merupakan kebohongan. Etsa dan lukisan wanita telanjang Rembrandt memang biasanya tak menyuguhkan bentuk yang mengajak orang bermimpi. Tubuh yang digambarkan hampir selalu tubuh gembrot, dengan perut bak orang sedang hamil dan paha yang mengesankan si empunya tak pernah bergerak. Tapi menurut Rembrandt, begitulah wanita Belanda sebetulnya. Ada satu hal menarik dalam karya yang bernapaskan keagamaan. Rembrandt lebih menekankan suasana daripada, cerita. Mungkin ini yang menyebabkan seorang kritikus di zamannya menyebutnya pelukis yang paling berhasil melukiskan sekumpulan orang sebagai satu kesatuan -- dan bukan gambar satu demi satu orang yang dikumpulkan pada satu kanvas. Misalnya dalam Tiga Salib. Dengan gampang bisa dilihat, mes ki fokus etsa pada Yesus di tiang salib, suasana keseluruhan tetap yang pertama tampil. Dunia menjadi gelap ketika Yesus dipakukan ke palang, itulah yang hendak digambarkannya. Penjaga Malam Pula, dalam karya Penjaga Malam, bukan etsa tapi lukisan, kesatuan lebih dipentingkan. Karya yang termasuk masa akhir Rembrandt ini, 1642, konon membuat marah para modelnya. Memang bisa dipahami -- kalau benar. Di situ bukan saja perorangan menjadi tidak penting, tapi suasana yang digambarkan adalah suasana urakan. Tambahan lagi Rembrandt sangat tanggap terhadap segala yang menimpanya. Seorang gadis kecil yang muncul di antara 'orang-orang kasar' itu, sebetulnya wajah istrinya, Saskia, yang meninggal waktu lukisan itu dalam penyelesaian. Dan lukisan ini pula yang menjadikan nama Rembrandt kembali diperbincangkan sekitar lima tahun lewat -- ketika seorang yang dinyatakan sakit jiwa menyayat robek lukisan yang digantungkan di ruang khusus Rijksmuseum, Amsterdam. Entah misteri apa yang ada di situ. Tapi benarkah jagoan etsa ini, yang paling sedikit telah membuat 90 karya potret diri, menderita pada akhir hidupnya? Benarkah gunjingan sejumlah orang: karena kegagalan lukisan Penjaga Malam yang terkenal, ia menjadi bangkrut dan dijauhi orang? Bahkan, kata orang, karena kepepet, ia pernah menjadi model bekas muridnya? Barangkali kematian istrinya yang sangat dicintainyalah yang membuatnya menarik diri dari khalayak -- dan ini yang menimbulkan berbagai gunjingan. Seorang penulis Prancis tak terkenal pernah mewawancarainya di masa itu. Tapi tak terungkap sepenuhnya mengapa Rembrandt menjadi surut. Dikatakan misalnya, ia suka membersihkan kuas cat dengan baju yang dipakainya. Hanya saja, sebuah jawaban dari seniman yang hanya punya seorang anak dari istri yang sah -- dan seorang lagi dari pembantu yang suka dijadikannya model - mungkin bisa dijadikan kunci. "Jika saya hendak hidup tenang, saya tidak mencari pujian, tapi kebebasan," katanya. Ia yang meninggal dengan tenang pada 4 Oktober 1669, agaknya memang seniman besar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus