Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mendadak Dangdut Pemain: Titi Kamal, Kinaryosih, Dwi Sasono, Sakurta H. Ginting Skenario: Monty Tiwa Sutradara: Rudi Soedjarwo Produksi: Sinemart Pictures, 2006
Lagu baru itu membuat Patrice terbelalak. Lirik lagu itu ber-kisah tentang seorang gadis yang berangkat ke pesta, tapi pu-langnya olala... sudah berbadan dua. Ju-dulnya aneh: Jablai. ”Apa itu Ja-blai?” Patrice bertanya.
”Jarang dibelai,” jawab Rizal.
”Najis!” Patrice mengumpat.
Penyanyi pop yang namanya te-ngah melambung di MTV itu merutuk atas nasibnya lantaran tiba-tiba harus menghafal lagu yang norak abis itu: sebuah lagu dangdut. Selama ini Patrice (Titi Kamal) telah dikenal se-ba-gai penyanyi yang mengharamkan dang-dut. Tapi sekarang di hadapannya terhidang sebuah lagu yang dari judulnya saja, ih, amit-amit!
Yulia (Kinaryosih), kakak dan ma-najernya, terus membujuk agar ia mencoba menyanyikannya. Semen-tara Rizal (Dwi Sasono dengan pe-nam-pilan bagus), pemilik organ tung-gal Senandung Citayam, terus me-main-kan musik, sembari me-nyerocos, ”Ayo, cengkok dangdutnya mana?”
Patrice tak bisa menghindar dari si-tuasi menyebalkan itu. Ia dan Yulia te-ngah menjadi buron polisi setelah di mobilnya ditemukan bubuk he-roin. Mereka melarikan diri ke sebuah kam-pung di pinggiran Jakarta dan -akhir-nya bertemu dengan Rizal. Mere-ka memutuskan untuk menyamar se-bagai penyanyi dangdut. Pucuk dicin-ta penyanyi cantik tiba, Rizal pun men-dapat rezeki nomplok. Ia meng-ajak Patrice pentas keliling dan mem-per-kenalkan lagu-lagu dangdut baru yang membuat Patrice ”mual-mual”: Dangdutkah Kita, Mars Pembantu, Buronan Cinta, dan lagu gadis berba-dan dua yang jarang dibelai itu.
Inilah drama komedi sutradara Ru-di Soedjarwo (Ada Apa Dengan Cinta?, Mengejar Matahari, Tentang Dia, 9 Naga) yang renyah diku-nyah.
Ide cerita film ini tentang kehidup-an penyanyi dangdut di sebuah kampung. Rudi hendak memotret warnawarni kehidupan mereka sembari membenturkannya dengan ”kehidup-an orang kota” yang serba tak sabar dan sok suci melalui sosok Patrice yang egois, cepat marah, dan senantiasa meremehkan orang lain.
Melalui dangdut pula, Rudi kemudian menyelusup ke problemproblem kom-pleks masyarakat bawah. Masyarakat yang dihimpit kemiskinan, orang-orang kecil yang diperas calo te-naga kerja, tenaga kerja wanita yang pulang dari bekerja di luar nege-ri dengan muka lebam, anak-anak kecil di gang-gang sempit yang doyan omong jorok, hingga cerita orang se-per-ti Rizal yang pelitnya bukan main mau mengeluar-kan uang banyak demi bisa membesar-kan alat syahwatnya.
Dengan persoalan-persoalan pelik dan penuh ironi itu toh kalangan jelata ini masih bisa saling menolong saat tetangga mendapat musibah. Mereka ini menjadikan dangdut sebagai alat untuk melupakan masalah. Mereka tak mempersoalkan apakah judul dan lirik lagu tersebut amat begitu seronok. Tak penting juga bila nama penyanyi di atas panggung dibikin asal-asalan oleh sang pemimpin orkes: da-ri Tati Asgar yang berarti Asli Garut, sampai Patrice Maduma, singkat-an dari Masuk, Duduk, Mabuk.
Mungkin karena keinginan besar un-tuk menghibur, se-te-lah film ”berat” seperti 9 Naga, ma-ka duo Rudi-Monty lantas agak me-lupakan proses. Perubah-an ka-rak-ter Patrice—dari si ketus menja-di per-em-puan yang penuh empati—terja-di be-gitu tiba-tiba. Adegan Patrice yang tiba-tiba menangis hebat saat melihat tubuh ibu Mamat penuh luka se-pulang dari Arab Saudi terasa akibat ku-rang sabarnya pe-nulis skenario (dan sutradara) untuk segera membe-ri tahu penonton: ”se-betulnya Patrice anak baik, loh.”
”Bagi saya film bukan seni. Film adalah alat komunikasi,” demikian- kata Rudi Soedjarwo yang kini te-ngah menyiapkan dua film yang juga kepingin komunikatif dan ”membela pasar”, berjudul Pocong dan Maaf, Saya Menghamili Istri Anda, itu.
Film yang masa syutingnya ha-nya seminggu ini berhasil mengolah dang-dut menjadi juga se-dap ditonton ”orang-orang kota”. Titi Ka-mal, yang bermain lepas dan me-nyanyikan sen-diri semua lagu dang-dut ciptaan Monty Tiwa, sebetul-nya pilihan jeli untuk meng-gaet kalang-an ini, bahkan bagi re-maja yang meman-dang dengan sebe-lah mata pada mu-sik ini. Titi memang menarik, tapi te-tap ku-rang sensual. Lalu, apakah dela-pan buah lagu sepanjang film tak kebanyakan?
Berbeda dengan film-film Rudi ter-dahulu yang penokohannya lebih kom-pleks, film Mendadak Dangdut ada-lah sebuah suguhan cepat saji ala Rudi-Monty yang ringan dan renyah. Lezat, tapi belum cukup bergizi.
Yos Rizal S., Evieta Fadjar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo