Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Gebrakan bekas dedengkot

Konser ke-2 ipmj diikuti 27 penyanyi. sebagian besar bekas bintang radio untuk jenis seriosa. mereka berhasil tampil dengan kompak dihadapan sekitar 100 orang penonton.

12 Maret 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KONSER ke-2 Ikatan Pencinta Musik Jakarta (IPMJ) yang disaksikan oleh sekitar 100 pasang telinga di auditorium LIA, bolehlah. Gerombolan yang berwarga 27 penyanyi tersebut - sebagian besar bekas dedengkot bintang radio jenis seriosa - muncul bersama konduktor F.X. Soetopo dan para solois macam Pranawengrum Katamsi, F.X. Rusmin, Janto Soedarjanto, Edward Hutapea, Sutedjo, Margo Yudho Utomo dan Abimanyu. Sementara piano dimainkan oleh Soenarto Soenardjo S.H. Hari itu - 24 Pebruari diberondongkan karya-karya komponis pribumi seperti Kupinta Lagi (C. simanjuntak), Batu Nisan, Lebur (F.X Soetopo) dan Api Kemerdekaan (Djoko Lelono). Semuanya berhasil dijinakkan dalam paduan suara yang kompak. Kombinasi 10 soprano, 11 alto dari para wanita yang menyanyi dengan serius, telah rangkul-merangkul dengan 9 pria yang memiliki suara tenor serta 7 orang lainnya dengan suara bariton. Sang konduktor pun, dengan wajah bersungguh-sungguh, dengan mantapnya tegak di trap dan mampu menempatkan diri sebagai titik pusat penampilan. Haydn Malam di LIA itu mencapai tanjakannya tatkala diumbar 2 buah karya Haydn. In Vollem Glanze Steirget Jatzt dan Die Hemmel Erzahien die Ehre Gottes. Lagu yang disebut belakangan tampak begitu banyak menyita konsentrasi dan enerji sang konduktor. Dengan penopang Pranawengrum (tenor), Hargo Yudho Utomo (tenor), Abimanyu (bariton), kita mendengar suara-suara lincah berseliweran dengan trampil dan manis. Dengan kata-kata agak berlebihan, nomor ini memang menjadi nomor emas dan pantas dihajar dengan tepuk tangan panjang, dan tidak lupa karangan bunga sebagai basa-basi. "Belum pernah saya melihat paduan suara sekompak ini. Bagaimana anda memimpin, sehingga semua mata anggota kelompok terus menyimak setiap gerak dan ekspresi anda?" tanya seorang penonton asing menyatakan penghargaan. Soetopo, seperti kebanyakan orang Jawa, hanya menggosok dahi, lalu membalas dengan senyum kecil. Ehm. Orang kelahiran Surabaya itu (26 April 1936), memang sudah sejak lama dikenal sebagai konduktor dan juga komponis. Sehari-hari bisa ditemui di Kostrad dengan pangkat mayor atau di Direktorat Pembinaan Kesenian P & K. Masih tetap tajam sebagai pencipta sampai sekarang. "Dipakai atau tidak dipakai, meskipun kondisi penciptaan musik serius lagi lesu, saya tetap menulis komposisi", ucapnya kepada TEMPO. Dialah orangnya yang telah menggarap ilustrasi musik untuk film Cintaku Jauh diPulau dan Takkan Kulepaskan. Banyak lagi komposisinya untuk ansambel orkes kamar, paduan suara atau suara solo yang menunggu jamahan seorang penerbit. Penampilan kali ini, bersama IPMJ, ia anggap sebagai usaha untuk menggapai penggemar. "Kita ini sebenarnya punya potensi sebagai kelompok paduan suara", katanya, setelah menyatakan bahwa memang ada kelesuan dalam jenis musik seriosa. IPMJ yang pada dasarnya tidak lebih dari perkumpulan arisan, kenyataannya telah menumpuk banyak bekas dedengkot seriosa. Soetopo sendiri menyatakan memang sulit menyatukan bekas raja dan ratu seriosa tersebut. "Dalam teknik vokal mereka sama. Perbedaan hanya dalam soal warna suara. Ada tipe untuk solo dan tipe untuk kelompok. Tanggung jawab sesama rekan, berat", kata Soetopo. Ada juga di antara anggotanya yang belum pernah ikut pergelaran sama sekali. Toh jalan tetap lancar. Ini mungkin karena penggabungan itu bukan lantaran permintaan, di samping tidak ada konsekwensi untuk memberi imbalan. Sifat non komersiil ini barangkali yang justru membuat mereka profesional dalam kwalitas. Pranawengrum (juara tahun 64, 65, 66, 68, 74, 75), yang sempat disamper TEMPO, menyatakan ikut sertanya dalam IPMJ karena sampai saat ini tidak ada tempat untuk menyalurkan kegiatan seriosa. "Di paduan suara saya merasa cocok, karena bisa meningkatkan kemampuan. Misalnya kita harus bersikap menahan diri, menghargai rekan lain. Saya kira tidak gampang seseorang yang mulanya solois, bergabung dalam paduan suara", ujarnya. Ditambahi oleh Soetopo: "Saya ingin beri pengertian, bahwa paduan suara itu tidak selalu jelek, atau lebih rendah dari nyanyi solo".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus