Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Getar Gelombang Masa Depan

Pameran karya seni berbasis teknologi digital kembali hadir di Ibu Kota. Karya futuristik berpadu dengan kreasi bernuansa tradisional.

26 Desember 2019 | 00.00 WIB

Karya berjudul Dissemination.
Perbesar
Karya berjudul Dissemination.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Pameran seni dalam balutan teknologi digital kembali menyapa khalayak di Jakarta. Pameran bertajuk "Wave of Tomorrow" untuk kedua kalinya menghadirkan karya seni media baru dari para kreator dalam dan luar negeri. Penonton dapat menikmati pengalaman unik dari karya para kreator tersebut di The Tribrata Darmawangsa, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 20- 29 Desember 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Pameran kali ini menampilkan 14 karya seni media baru ciptaan 13 kreator. Para pencipta itu menampilkan berbagai konsep dan teknik, dari instalasi audiovisual, sensor, realitas virtual, robotik, hingga kecerdasan artifisial. Mereka yang menampilkan karyanya adalah Rubi Roesli, Sembilan Matahari, Kinara Darma x Modulight, Maika, U Visual, Ricky Janitra, Motionbeast, Notanlab, Farhanaz Rupaidha, Nonotak, Tundra, Ouchhh, dan Jakob Steensen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Begitu memasuki gedung, pengunjung-yang usianya dibatasi minimal 18 tahun-akan disambut karya Rubi Roesli yang berkolaborasi dengan Deden J. Bulqini berjudul Space and Boundaries/Resonance 2 String Composition Serie 5. Karya arsitektur itu menyerupai pembatas ruang dengan instalasi visual tiga dimensi. Banyak pengunjung yang berfoto di depan karya Rubi ini.

Karya Maika.

Yang terbilang spektakuler adalah Data Gate karya Ouchhh Studio asal Turki, pemenang penghargaan lintas disiplin seni, sains, dan teknologi. Karya berupa kotak semacam dadu raksasa itu berdiri miring, memadukan unsur bentuk, cahaya, dan ruang. Karya seni media baru ini menggunakan data hasil penelitian misi kepler oleh Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA).

Melalui Date Gate, penonton bisa mengamati planet ekstrasurya-yang mengorbit di sekitar bintang lain-sambil duduk di pinggir ruangan ballroom tempat pameran. Penonton akan melihat susunan batuan yang pecah, pendaran cahaya, tonjolan pipa-pipa, dan imaji lain yang dieksplorasi sang kreator.

Karya berjudul Tundra.

Karya Tundra dari St. Petersburg juga disukai banyak pengunjung. Tundra menyajikan instalasi rumput artifisial yang terpasang di langit-langit ruangan. Karya yang menyerupai lukisan surealis dengan rumput-rumput panjang tertiup angin ini berjudul The Day We Left Field.

Melalui instalasi berukuran 9 x 12 meter itu, Tundra menyisipkan pesan bahwa di era mendatang, ketika harmonisasi alam dibawa ke dalam lanskap urban, manusia bisa menantang realitas melalui imajinasi mereka. Dalam sorotan enam proyektor, bilah-bilah material terlihat seperti bergerak, bergelombang, menciptakan padang rumput yang luas, yang diperkuat dengan desir angin. Pengunjung bisa dengan relaks menikmati goyangan rumput ini sambil duduk berselonjor di atas kantong-kantong bantal.

Karya Ouchh.

Jacob Steensen, seniman asal Denmark yang kini berbasis di New York, menampilkan karya yang juga mengambil inspirasi dari lingkungan. Karya berjudul Re-Animated itu merupakan hasil kolaborasi Steensen dengan ahli biologi, etnografi, dan seniman lain. Steensen mencoba menghadirkan burung asal Hawaii yang sudah punah, Kaua’I, dalam teknologi digital. Pengunjung harus menggunakan teknologi realitas virtual (VR) untuk melihat burung dan menikmati habibatnya di pedalaman Hawaii.

Yang tak kalah menarik adalah karya Sembilan Matahari berjudul Rhyme. Karya ini menampilkan instalasi seni kinetik gabungan teknologi, mekatronika, dan gerakan robot. Menghasilkan gerakan berirama, instalasi kinetik ini didukung oleh suara dan arsitektur cahaya.

Pengunjung bisa melewati instalasi Rhyme, yang seperti bunga-bunga mekar ketika ada seseorang berjalan di dekatnya. Pengunjung juga melihat gerak papan instalasi yang terhubung dengan tuts piano. "Karya ini untuk menjawab tantangan masa depan manusia yang mengadopsi teknologi," ujar Elwin, Associate Technology Partner dari Sembilan Matahari. "Ini juga menjadi pengingat agar kita konsisten menjaga harmonisasi alam."

Karya Sembilan Matahari.

Tak hanya yang berbau teknologi elektronik digital, nuansa tradisional juga dihadirkan. Misalnya, ada karya seni instalasi berbalut kain merah dan janur melengkung. Di dalam selubung kain merah terdapat instalasi kaca berundak dengan hiasan bambu yang melengkung di atasnya. Karya studio Maika berjudul Arka Niskala itu terinspirasi oleh Candi Borobudur.

Lalu, ada karya Farhanaz yang mengkombinasikan gambar, gerak, dan suara pada tiga papan interaksi. Karya interaktif bertajuk Re-Imagining Tribhuwana itu berupaya menggambarkan Ratu Kerajaan Majapahit, Tribhuwana Tunggadewi.

Pameran ini dikurasi oleh Mona Liem, kurator seni media baru yang tinggal di Swiss. Menurut Liem, pemilihan para kreator didasari konsistensi mereka yang berani berkarya di tengah dunia yang terus berubah. "Bagaimana mereka bisa selalu bereksplorasi dengan seni media baru," ujar Liem dalam pengantar buku katalog pameran itu.

DIAN YULIASTUTI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus