Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Glodok Plaza Bisa Juga

Lebih dari 80 buah karya mahasiswa LPKJ: grafis, patung, lukisan dipamerkan di glodok plaza. Berbagai kecenderungan seni dipelihara. Tempat pameran memberikan suasana lain & peminat yang lebih luas. (sr)

18 Juni 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI daerah Glodok, yang lebih banyak beredar adalah uang dan para pedagang. Tapi pengelola Glodok Plaza -- sebuah bangunan yang barangkali akan menjadi salah satu ciri kemewahan Jakarta - merasa perlu juga turut memelihara seni. Lalu kesempatan diberikan kepada para mahasiswa senirupa LPKJ untuk menyelenggarakan pameran. Wiyoso, pemimpin Akademi, menulis dalam buku pengantar: "Kehadiran karya seni merupakan penyegaran suatu daya imbang dari ketegangan yang sedang melandanya" - atau kalimat apa sajalah yang bisa dicari. Lebih dari 80 buah karya, meliputi grafis, patung dan lukisan, berada dalam ruangan yang pembangunannya telah menghabiskan begitu banyak duit. Meskipun tidak ada kerjasama yang intim antaM ruang dan barang-barang yang dipajang, pameran ini boleh dilihat sebagai salah satu gebrakan menggembirakan dari Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta. Beberapa nama seperti Ugo Haryono, Indra Safrin, Clemens Alliandu, menunjukkan bakat dan ketekunan. Ugo telah mencapai tahap di mana teknik sudah mulai terkuasai dan dimensi - jangkauan - telah diperhatikan. Ia melukis Wajah-wajah Topeng, Wajah dan Bayangan, yang boleh dianggap isyarat bahwa mahasiswa ini tidak hanya belajar teknik tapi juga mengembangkan jiwa. Hal itu kadang sukar dijumpai dalam akademi kesenian -- manakala mahasiswa tidak ikut andil dan aktif dalam mencari-cari. Untuk patung kita lihat keseriusan pada setiap peserta. Terutama Dolorosa, Yani, Hanung, Berthy dan Ibnu. Yang disebut terakhir ini menampilkan Torso -- torso wanita yang buah dadanya telah kempes. Di sini Ibnu tidak lagi hanya terlibat dalam pengejaran anatomi. Ia merasuk ke dalam modelnya, mencoba menampilkan hidup yang termakan usia. da kelembutan dalam polesan-polesannya. Tekstur yang dijumpai di permukaan patung bukan sekedar akal teknis untuk mencapai efek tertentu melainkan hasil dorongan rasa haru. Roh, darah, jiwa -- atau apa saja istilahnya memang tidak seharusnya terganyang habis dalam kebersihan dan keformilan akademis. Bila ini sempat terpelihara, karya-karya akan melejit. Dalam karya-karya grafis kita lihat pengaruh Senirupa Baru. Misalnya pada karya Miryam M.S. yang bernama Adieu (cetak saring). Di sana kita melihat jeruji, lalu sebuah tangan menjulur. Juga pada karya Sita Damajanti yang bernama Kucing Biru (cetak saring) yang melukiskan pengalaman sehari-hari seekor kucing. Pengaruh tentu saja tidak perlu dianggap kekurangan. Meskipun jurusan ini kelihatan belum semaju jurusan patung, kita cukup menaruh harapan karena adanya berbagai kecenderungan yang sengaja dipelihara. Pemilihan tempat pameran, boleh menandai usaha LPKJ untuk mengeluarkan kegiatan seni dari ruang pameran seperti TIM -- saja. Kesenian pihak sana tentu patut diberi terimakasih. Di tengah barang-barang rumah tangga dan dagangan lain, benda-benda ini sempat mengundang pengunjung yang mungkin juga belum sekali melihat pameran lukisan. Tentu ada juga yang baru tahu, bahwa lukisan, patung atau grafis memang dikerjakan untuk dilihat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus