DI daerah Glodok, yang lebih banyak beredar adalah uang dan para
pedagang. Tapi pengelola Glodok Plaza -- sebuah bangunan yang
barangkali akan menjadi salah satu ciri kemewahan Jakarta -
merasa perlu juga turut memelihara seni. Lalu kesempatan
diberikan kepada para mahasiswa senirupa LPKJ untuk
menyelenggarakan pameran. Wiyoso, pemimpin Akademi, menulis
dalam buku pengantar: "Kehadiran karya seni merupakan penyegaran
suatu daya imbang dari ketegangan yang sedang melandanya" - atau
kalimat apa sajalah yang bisa dicari.
Lebih dari 80 buah karya, meliputi grafis, patung dan lukisan,
berada dalam ruangan yang pembangunannya telah menghabiskan
begitu banyak duit. Meskipun tidak ada kerjasama yang intim
antaM ruang dan barang-barang yang dipajang, pameran ini boleh
dilihat sebagai salah satu gebrakan menggembirakan dari Lembaga
Pendidikan Kesenian Jakarta.
Beberapa nama seperti Ugo Haryono, Indra Safrin, Clemens
Alliandu, menunjukkan bakat dan ketekunan. Ugo telah mencapai
tahap di mana teknik sudah mulai terkuasai dan dimensi -
jangkauan - telah diperhatikan. Ia melukis Wajah-wajah Topeng,
Wajah dan Bayangan, yang boleh dianggap isyarat bahwa mahasiswa
ini tidak hanya belajar teknik tapi juga mengembangkan jiwa. Hal
itu kadang sukar dijumpai dalam akademi kesenian -- manakala
mahasiswa tidak ikut andil dan aktif dalam mencari-cari.
Untuk patung kita lihat keseriusan pada setiap peserta. Terutama
Dolorosa, Yani, Hanung, Berthy dan Ibnu. Yang disebut terakhir
ini menampilkan Torso -- torso wanita yang buah dadanya telah
kempes. Di sini Ibnu tidak lagi hanya terlibat dalam pengejaran
anatomi. Ia merasuk ke dalam modelnya, mencoba menampilkan hidup
yang termakan usia. da kelembutan dalam polesan-polesannya.
Tekstur yang dijumpai di permukaan patung bukan sekedar akal
teknis untuk mencapai efek tertentu melainkan hasil dorongan
rasa haru. Roh, darah, jiwa -- atau apa saja istilahnya memang
tidak seharusnya terganyang habis dalam kebersihan dan
keformilan akademis. Bila ini sempat terpelihara, karya-karya
akan melejit.
Dalam karya-karya grafis kita lihat pengaruh Senirupa Baru.
Misalnya pada karya Miryam M.S. yang bernama Adieu (cetak
saring). Di sana kita melihat jeruji, lalu sebuah tangan
menjulur. Juga pada karya Sita Damajanti yang bernama Kucing
Biru (cetak saring) yang melukiskan pengalaman sehari-hari
seekor kucing. Pengaruh tentu saja tidak perlu dianggap
kekurangan. Meskipun jurusan ini kelihatan belum semaju jurusan
patung, kita cukup menaruh harapan karena adanya berbagai
kecenderungan yang sengaja dipelihara.
Pemilihan tempat pameran, boleh menandai usaha LPKJ untuk
mengeluarkan kegiatan seni dari ruang pameran seperti TIM --
saja. Kesenian pihak sana tentu patut diberi terimakasih. Di
tengah barang-barang rumah tangga dan dagangan lain, benda-benda
ini sempat mengundang pengunjung yang mungkin juga belum sekali
melihat pameran lukisan. Tentu ada juga yang baru tahu, bahwa
lukisan, patung atau grafis memang dikerjakan untuk dilihat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini