MENARI sambil melukis. atau melukis sambil menari, mungkin tidak
begitu penting artinya bagi Bagong Kussudiardja. Dia melakukan
kedua-duanya dengan semangat yang sama. Orang banyak barangkali
lebih mengenalnya sebagai pencipta tari. Tetapi 80 buah
lukisannya di Ruang Pameran TIM - 2 s/d 7 Juni - menunjukkan
banyaknya waktu yang diberikannya kepada senilukis. Sementara
itu dua malam berikutnya ia muncul dengan tari Ratu Kidul di
Teater Arena.
Dengan lukisan-lukisan cat minyak dan brons, tak pelak lagi
Bagong sangat produktif. Enerjinya menggebu. Ia memiliki
keterampilan teknis untuk menemukan komposisi dramatik. Melukis
rupa-rupanya hampir sama baginya dengan menaburkan gerakan di
gelanggang. Ia peka terhadap kemungkinan cahaya, gruping,
sehingga kanvasnya selalu punya disiplin buat menggarap
keseimbangan: dari pengerjaan ruang, kadangkala dari warna,
ataupun tekstur. Sehingga komposisi dalam setiap kanvas terasa
tergarap selesai.
Roh Gentayangan
Jiwa yang merasuk ke dalam lukisan Bagong adalah jiwa tontonan.
Cara pendekatannya pada masalah adalah pendekatan untuk
memberikan pesona beberapa saat. Ia tidak mengusik, juga tidak
mengkili-kili, hanya memaparkan selintas. Kekayaan warnanya
kadangkala menjadi sedemikian mahir dan manis, sehingga
masalahnya bisa tertutup oleh "semangat atraksi".
Kelebihan-kelebihan itu dengan segera pula mengakibatkan
beberapa hal yang mungkin tidak dikehendakinya. Biarpun kanvas
penuh lincah, enerjetik, lukisan tak membuka dialog. Dia diam
seperti wanita cantik dari porselin.
Barangkali itu tidak benar. Karena lukisan yang dari segi teknik
tergolong rapi ini mungkin memang makanan orangorang bahagia. Ia
juga melantunkan suasana hati yang bahagia dari pelukisnya.
Sehingga bentuk-bentuk abstrak bukan lagi puncak kegalauan hati
yang penuh konllik. Bentuk-bentuk sudah menjadi gaya
semata-mata, dari problim biasa untuk mencapai keindahan.
Demikian kita terpaksa membatasi harapan pada Bagong yang
sebenarnya spontan dan penuh tenaa ini. Dia sedang bahagia.
Ada beberapa lukisan yang lebih sederhana, seperti Pemandangan
Tanah Lot Bali, Wonosobo II, Di Belakang Honzon, Gudang-gudang
di Pelabuhan, Kuda Lumping, Komposisi Tari, Jejeran Wayang dan
Rumah-rumah Tua di Roma. Di sana ada pembatasan penggunaan
warna, ada perhitungan bidang, ada peluang bagi yang melihat
untuk ikut bicara. Ini menunjukkan bahwa Bagong sesungguhnya
tetap memiliki potensi untuk menjotoskan sesuatu yang tajam.
Kalau saja ia sempat menekuni setiap kanvas, mungkin bukan hanya
keahlian yang mencuat. Tapi juga roh yang gentayangan dari lubuk
di dalam.
PW
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini