Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Honeysuckle Rose dengan Tuba

Komposisi menarik disuguhkan jazz kamar Iwan Hasan. Tuba menggantikan bas.

16 Agustus 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di tengah permainan empat saksofon dan flute, perempuan muda dengan sackdress hitam berbalut kain merah di pinggangnya masuk panggung. Setelah duduk, Mery Kasiman, perempuan itu, langsung menekan bilah-bilah piano, memainkan melodi yang sama dengan lima musik tiup. Nada rendah dari tuts piano berubah menjadi tinggi, diselingi akor miring di oktaf rendah.

Tak lama masuklah Enggar Widodo. Dengan tuba, ia menghasilkan na da rendah yang menjadi bas permainan kolektif, dan kadang mengambil peran lead melody. Kelompok ini pun menjelma menjadi orkestra mini, memainkan jazz ringan yang menarik. Sekitar 60 penonton dibuat berharap melihat pertunjukan yang menarik.

Lalu masuklah Iwan Hasan, pemimpin jazz kamar itu. Gumamannya men jelma jadi rangkaian nada yang cepat dan selaras dengan permainan in stru men. Tiba-tiba mikrofon yang di gu na kan nya mati. Saat berganti mikrofon, kon disinya sama saja. Terpaksalah ia mem perbesar volume suaranya sambil sesekali mengetuk mikrofon dengan telapaknya. Hingga Andien (lead vocal) masuk, mikrofon Iwan belum pulih.

Lagu Menjelma menjadi tak maksimal dimainkan. Ditambah lagi, gitar Iwan juga tak terdengar keras karena kendala teknis. Pertunjukan jazz di Teater Salihara, Sabtu dua pekan lalu, seharusnya menyenangkan. Komposisi yang dihadirkan sebenarnya sangat menarik, sebagian besar hasil aransemen Iwan. Komposisi itu jauh dari sederhana. Kerumitan komposisi terlihat dari penggabungan permainan empat personel utama: Iwan, Mery, Enggar, Andien, dengan para personel Pitoelas Saxophone Section dengan alat musik tiup mereka.

Kita bisa melihat Honeysuckle Rose dimainkan dengan meriah. Tiadanya bas tertutup oleh permainan cemerlang Enggar. Pun pengaturan tempo yang biasa diperankan drum bisa diatasi lewat soliditas permainan semua personel. Perpaduan rhythm sederhana gitar dan piano kadang menjadi lead, dengan tekanan-tekanan permainan saksofon begitu hangat. Ditambah lagi kepiawaian vokal Andien yang kadang melengking meski terdengar lembut.

Instrumentalia dalam Falling Grace juga ditampilkan dengan porsi yang pas. Melodi dari quintet tiup terasa halus, lalu memberikan ruang duet Iwan dan Mery yang bergantian memainkan rhythm dan melodi. Duet yang berlanjut pada All the Things You Are menghadirkan permainan cepat yang beraroma kanon atau sahut-menyahut. Iwan juga menunjukkan permainan bas yang kuat dan mengalir meski menggunakan dawai gitar yang lebih tipis.

Sayang, konsistensi penonton tak bisa dijaga dengan baik sepanjang pertunjukan berdurasi sekitar dua jam itu. Vokal Andien dalam lantunan Javanese Suite sedikit terasa kurang pas. Mungkin karena cengkoknya tak terlalu njawani. Toh, gabungan tembang yang antara lain berisi Tak Lelo-Lelo Ledung, Padang Mbulan, dan Cublak-cublak Suweng ini tetap unik dan melebur dengan gaya jazz. ”Ini proyek baru, dan kami baru latihan beberapa kali,” kata Andien.

Peran Iwan mengenalkan Mery sa at ber main solo malah mengganggu keasyikan penonton. Penonton tentu lebih mengharapkan penampilan gemilang Iwan seperti ditunjukkannya dalam per mainan gitar harpa, alat musik dengan dua lubang resonansi dan memiliki 21 senar—tujuh senar bas harpa di atas, dan delapan senar di bawah enam dawai gitar. Alat musik yang mungkin hanya ada satu di negeri ini tersebut begitu nyaring dan hangat menyapa kuping saat dipetik Iwan.

Untunglah, orkestra mini di akhir pertunjukan kembali membuat penonton terkesan. Waters of March dimainkan dengan mengalir. Penampilan solo para personel Pitoelas menunjukkan teknik permainan dan napas yang luar biasa. Begitu bersemangat, jauh ketimbang awal pertunjukan yang mengganggu.

Pramono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus