Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat Ramadan tiba, keakraban kaum muslim dengan Al-Quran cenderung semakin intim. Malam-malam yang tenang menyediakan suasana yang lebih bernas untuk menyelami kalam Ilahi, dengan bertadarus di antaranya. Ramadan menjadi momen yang dinantikan siapa pun yang amat mengharapkan rahmat serta ampunan Allah, dan membaca Al-Quran merupakan salah satu jalannya. Seperti ditulis Fazlur Rahman dalam karyanya ini, Tema-tema Pokok al-Qur'an: "Kesan kuat yang segera dirasakan orang ketika membaca al-Qur'an adalah adanya keagungan dan kepengasihan Tuhan yang tak terbatas."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagaimana agar keagungan dan kepengasihan yang tanpa batas itu dapat dirasakan manusia? Ialah dengan meng(k)aji Al-Quran sebagai hudan li al-nas atau "petunjuk bagi umat manusia"-petunjuk kepada jalan yang lurus. Meng(k)aji, dengan demikian, bukanlah tuntutan yang tidak masuk akal atau berlebihan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam ikhtiar memahami petunjuk Tuhan ini-dalam hal ini Allah, nama sejati yang ribuan kali disebut dalam Al-Quran-para ulama dan sarjana berusaha menggali isi Al-Quran dengan berbagai pendekatan. Fazlur Rahman menyinggung secara sepintas bahwa tafsir Al-Quran karya para ulama umumnya mendekati teks Al-Quran ayat demi ayat dan kemudian menjelaskan maknanya. Dengan tetap menghargai upaya tersebut, dalam pandangan Rahman, metode ini tidak mampu menghasilkan cara pandang Al-Quran yang terpadu mengenai alam semesta dan kehidupan.
Rahman juga mengritik pendekatan para sarjana Barat dalam menelaah Al-Quran. Literatur Barat modern paling awal tentang Al-Quran, menurut Rahman, dapat dipilah ke dalam tiga kategori besar. Pertama, karya-karya yang berusaha menelusuri pengaruh ajaran Yahudi atau Kristen atas Al-Quran. Kedua, karya-karya yang berusaha merekonstruksi urutan kronologis Al-Quran. Ketiga, karya-karya yang bertujuan menjelaskan kandungan Al-Quran, baik secara keseluruhan maupun aspek-aspek tertentu saja. Dalam pandangan Rahman, sekalipun karya sarjana Barat bermanfaat, itu tidak memungkinkan pembaca memahami dan menghayati Al-Quran secara benar, mendalam, serta komprehensif.
Situasi inilah yang mendorong Rahman untuk memikirkan pendekatan lain dalam ikhtiar memahami Al-Quran, yakni secara tematik. Ketika buku ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris, Rahman dipandang telah menawarkan pendekatan yang belum pernah ada. Rahman menguraikan delapan tema kunci yang, menurut dia, terkandung dalam kitab suci ini. Tema ini meliputi Tuhan, manusia sebagai individu, manusia dalam masyarakat, alam semesta, kenabian dan wahyu, eskatologi, setan dan kejahatan, serta kelahiran masyarakat muslim. Inilah kontribusi terpenting, sekaligus unik, karya Rahman tersebut. Rahman sendiri meyakini bahwa pemaparan sintetik ini merupakan satu-satunya cara untuk menyajikan cita-rasa asli Al-Quran sebagai kalam Tuhan bagi manusia.
Melalui pendekatan tematik, dalam mendiskusikan tema Tuhan, misalnya, gagasan tentang tauhid digunakan sebagai fondasi bagi seluruh penafsiran, sedangkan semua gagasan Al-Quran yang lain tentang tema Tuhan mesti berakar atau ditinjau dari kerangka tersebut. Dalam penilaian Rahman, ini menjadi cara terbaik untuk membangun pemahaman mengenai Tuhan. Rahman mengelompokkan ayat-ayat tentang Allah dan menunjukkan sentralitas tauhid, keagungan dan kekuasaan-Nya, serta betapa besar kasih sayang Allah kepada manusia. Penciptaan manusia dan alam semesta ini merupakan wujud kasih sayang-Nya.
Dengan cara yang sama, Rahman menunjukkan bagaimana Al-Quran menjelaskan peran dan tanggung jawab manusia sebagai individu maupun makhluk sosial. Al-Quran, kata Rahman, secara konsisten tidak banyak menyebut setan sebagai kekuatan anti-Tuhan (walaupun setan jelas membangkang Tuhan), melainkan lebih sering menyebutnya sebagai kekuatan anti-manusia. Setan terus-menerus berusaha menyeret manusia dari jalan fitrahnya yang lurus ke perilaku menyimpang. Inilah fakta moral penting yang menjadi tantangan abadi bagi manusia. Dalam konteks ini pula, menurut Rahman, Al-Quran mengklaim dirinya sebagai ajakan kepada manusia untuk memilih jalan yang benar (hudan li al-nas).
Meskipun tidak lepas dari kritik dari sarjana lain, seperti yang ditulis Ebrahim Moosa dalam pengantar buku ini ("Rahman membuat pernyataan-pernyataan idealis berdasarkan teks-teks terpilih al-Qur'an tetapi pada saat yang sama mengabaikan hal-hal lain, misalnya terkait isu gender."), Tema-tema Pokok al-Qur'an telah menawarkan pendekatan yang sistematis dan rasional (bahkan ketika Rahman menjelaskan betapa alam semesta ini merupakan wujud kasih sayang Allah kepada manusia, sesuatu yang sangat spiritual). Di samping karena latar belakang dan pengalaman hidup Rahman, penjelasan rasional ini dipilih oleh karena Rahman meyakini bahwa Al-Quran (seharusnya) dapat dipahami oleh akal manusia.
Sebagai catatan, karya yang diterbitkan Mizan ini diterjemahkan dari edisi kedua Major Themes of the Qur'an yang diterbitkan The Chicago University Press pada 2009. Di Indonesia, karya ini pernah diterbitkan oleh Pustaka Salman pada 1983 berdasarkan edisi yang diterbitkan Bibliotheca Islamica pada 1980. Menjelang usia 40 tahun, karya yang telah menjadi klasik ini masih memperoleh perhatian dengan segenap pujian atas kontribusinya maupun kritik atas kekurangannya. Betapapun, Rahman telah membantu pembaca Al-Quran dalam melihat benang merah yang menghubungkan ayat-ayat yang bertebaran dalam surah-surah yang berlainan. DIAN BASUKI
Judul: Tema-tema Pokok Al-Qur'an
Penulis: Fazlur Rahman
Penerjemah: Ervan Nurtawab dan Ahmad Baiquni
Penerbit: Mizan
Cetakan: I, Desember 2017
Tebal: 276 halaman
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo