Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Inggris dan amerika, dulu itu

Australia: james cook univ., 1981 resensi oleh: r.z. leiressa.(bk)

4 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAR AND DIPLOMACY IN INDONESIA, 1945-1950 Penulis: Oey Hong Lee Penerbit: James Cook University, Australia, 1981,273 halaman. DR. Oey Hong Lee adalah sarjana ilmu politik (belajar di Amsterdam) pada Hull University (Inggris). Ini adalah bukunya yang keempat mengenai Indonesia. Alasannya untuk menulis buku ini petama-tama bersifat pribadi: di masa yang dilukiskannya, ia berdiam di Bandung. Selain itu sejak 1970-an telah tersedia sejumlah kumpulan dokumen rahasia dari masa itu yang diterbitkan pelbagai pihak: Dari Amerika Serikat ada beberapa jilid dari Foreign Relations of the US. Dari pihak Belanda ada beberapa jilid Officiele Bescheiden (sampai Mei 1947), yang bisa dilengkapi dengan arsip yang sama di negara itu. Selain itu Inggris juga sudah mengizinkan penggunaan arsip resminya mengenai periode tersebut Dokumen-dokumen itu "seolaholah meminta untuk digarap agar rahasianya terungkap." Penulis membagi bukunya dalam dua bagian. Pertama peranan Inggris sampai dengan Linggajati, dan kedua peranan AS sampai dengan KMB. Nampak bahwa sejak semula Inggris telah mengakui kenyataan adanya RI. Tetapi demi sekutunya (Belanda), hal ini tidak bisa dikemukakannya dengan gamblang. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya di Indonesia (memulangkan pasukan Jepang dan membebaskan tawanan perang), Inggris mendapat serangan pasukan-pasukan Indonesia--Surabaya adalah contoh yang utama. Sebab itu sudah sejak semula Inggris memaksa Belanda berunding dengan RI. Setelah berusaha mengelak, Belanda pun akhirnya mengakui kenyataan. Untuk menyaksikan perundingan-perundingan ini, Inggris mendatangkan diplomat-diplomat kawakannya. Ini menghasilkan Linggajati, sehingga Inggris bisa meninggalkan Indonesia dengan lega -- akhir November 1945. Tetapi sepeninggal Inggris, Kabinet Belanda berusaha mengucilkan RI. Semua usul dalam perundingan pelaksanaan Linggajati ditujukan untuk mengecilkan tuduhan RI. Untuk menghindarkan perang, Inggris lalu mengajak Amerika menyediakan jasa-jasa baiknya. Tetapi Amerika, yang sejak semula kurang memperhatikan Indonesia (perhatiannya ke Jepang dan Cina), malah menganjurkan RImenerima saja usul-usul Belanda. Ini mengakibatkan Agresi Militer I. Keraguan Amerika dalam periode pertama itu mungkin disebabkan karena konsulnya di Jakarta memihak Belanda, dan menyangka "Sjahrir adalah komunis". Tetapi akibat agresi ini Menlu Marshall mengusulkan pada RI dan Belanda untuk menerima jasa-jasa baik AS, agar bisa berunding lagi. Belanda menolak, karena ingin melaksanakan gagasannya. Rl juga menolak, karena ingin arbitrase PBB. Menyadari hal itu bisa membawa campur tangan pihak-pihak lain di wilayah yang secara tradisional menjadi wilayah pengaruh Barat, AS lalu mengusulkan agar PBB membentuk suatu Panitia Jasa Baik yang terdiri dari tiga negara yang dipilih oleh yang bersangkutan. Dalam panitia ini Prof. Graham, wakil AS, ternyata memang berhasil menyelamatkan RI dengan usul 6 pasal tambahannya dalam Perjanjian Renville. Namun perundingan pelaksanaan Renville juga tersendat-sendat. Perubahan sikap AS dari pasif ke aktif disebabkan munculnya kekuatan komunis di Indonesia. Sekembalinya Muso dari Moskow, PKI digiatkan kembali untuk menjatuhkan Kabinet Hatta. Sebab itu Menlu Marshall menginstruksikan Cochran (wakil AS dalam Panitia) agar terang-terangan menyokong Hatta. Cochran juga berhasil mempengaruhi Belanda untuk berbuat yang sama (Cochran Plan). Tetapi setelah RI berhasil menumpas Pemberontakan PKI/Madiun, Belanda kembali bermusuhan dengan RI. Alasan: bahaya komunis telah berlalu. Malah mereka mengajukan usul-usul yang maksudnya mematahkan seluruh kekuatan politik RI. Mula-mula AS berusaha menghindarkan perang dengan mengancam menghentikan bantuan keuangan (Marshall Plan) pada Belanda. Tapi usaha ini digagalkan diplomasi Belanda. Dan ini menllbuka jalan bagi Agresi Militer II. Agresi Militer II benar-benar mengejutkan AS. Untuk menghentikannya, mereka membatalkan untuk sementara Marshall Plan bagi Belanda (hanya bagian yang digunakan di Indonesia). Selain itu, sekalipun ditentang keras oleh Belanda, AS melontarkn usul resolusi di PBB. Resolusi itu . mengharuskan Belanda mengembalikan para pemimpin Indonesia ke Yogya, dan segera berunding untuk membentuk RIS seperti yang dijanjikan sejak Linggajati. Belanda mencoba mengelak dengan mengeluarkan usul rundingan, yakni KMB. Perundingan-perundingan yang dipimpin Rum macet karena soal "kembali ke Yogya". Sebab itu Cochran mengusulkan untuk mendatangkan Hatta dari Bangka. Sehingga timbullah Van Royen Rum Statement (istilah Cochran). Kompromi ini membuka jalan bai KMB antara pihak Belanda, RI dan BFO, disalesikan Panitia Jasa Baik. Sebelum KMB berlangsung, Menlu AS Dean Acheson telah menginstruksilian Cochran agar berusaha keras sehingga kali ini benar-benar ada hasil. Urgensinya, menurut Acheson, adalah stabilitas Asia Tenggara, kepentingan ekonomi, dan bahaya komunisme. Dengan ancaman pembatalan seluruh Marshall Plan, KMB berjalan. Namun hanya karena usul-usul kompromis Cochranlah kebanyakan deadlock bisa diatasi. Buku ini tidak mudah dibaca. Susunan yang kronologis, dan rangkaian kutipan dari dokumen-dokumen autentik, membuatnya tergolong bacaan berat. Maksud penulisnya memang hanya menyuguhkan fakta-fakta yang tercecer dalam kumpulan-kumpulan dokumen Amerika dan Belanda serta arsip-arsip Inggris dan Belanda. Namun, sudahkah semua - dokumen rahasia yang relevan diterbitkan? Kita juga bertanya-tanya apakah RI tidak memiliki dokumen-dokumen yang sama. Seharusnya ada, mengingat dokumen-dokumen RI yang jatuh ke tangan Belanda kini diterbitkan dalam kumpulan tersebut pula (diterjemahkan). Sudah banyak orang Indonesia menulis mengenai tema ini, tetapi sedikit yang menggunakan dokumen-dokumen autentik, apalagi yang rahasia. Sekalipun demikian, buku ini sangat herharga sebagai tambahan literatur mengenai permasalahan diplomasi di masa Perang Kemerdekaan/Revolusi kita. Selain itu juga menyadarkan kita, sejak dulu prinsip-prinsip politik luar negeri Amerika terhadap Indonesia khususnya Asia Tenggara umumnya, tidak banyak berubah. Prinsip-prinsip itu adalah stabilitas, bahaya komunisme, dan ekonomi. R.Z. Leirissa

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus