WAR AND DIPLOMACY IN INDONESIA, 1945-1950
Penulis: Oey Hong Lee
Penerbit: James Cook University, Australia, 1981,273 halaman.
DR. Oey Hong Lee adalah sarjana ilmu politik (belajar di
Amsterdam) pada Hull University (Inggris). Ini adalah bukunya
yang keempat mengenai Indonesia. Alasannya untuk menulis buku
ini petama-tama bersifat pribadi: di masa yang dilukiskannya,
ia berdiam di Bandung. Selain itu sejak 1970-an telah tersedia
sejumlah kumpulan dokumen rahasia dari masa itu yang diterbitkan
pelbagai pihak:
Dari Amerika Serikat ada beberapa jilid dari Foreign Relations
of the US. Dari pihak Belanda ada beberapa jilid Officiele
Bescheiden (sampai Mei 1947), yang bisa dilengkapi dengan arsip
yang sama di negara itu. Selain itu Inggris juga sudah
mengizinkan penggunaan arsip resminya mengenai periode tersebut
Dokumen-dokumen itu "seolaholah meminta untuk digarap agar
rahasianya terungkap."
Penulis membagi bukunya dalam dua bagian. Pertama peranan
Inggris sampai dengan Linggajati, dan kedua peranan AS sampai
dengan KMB. Nampak bahwa sejak semula Inggris telah mengakui
kenyataan adanya RI. Tetapi demi sekutunya (Belanda), hal ini
tidak bisa dikemukakannya dengan gamblang. Dalam melaksanakan
tugas-tugasnya di Indonesia (memulangkan pasukan Jepang dan
membebaskan tawanan perang), Inggris mendapat serangan
pasukan-pasukan Indonesia--Surabaya adalah contoh yang utama.
Sebab itu sudah sejak semula Inggris memaksa Belanda berunding
dengan RI. Setelah berusaha mengelak, Belanda pun akhirnya
mengakui kenyataan. Untuk menyaksikan perundingan-perundingan
ini, Inggris mendatangkan diplomat-diplomat kawakannya. Ini
menghasilkan Linggajati, sehingga Inggris bisa meninggalkan
Indonesia dengan lega -- akhir November 1945.
Tetapi sepeninggal Inggris, Kabinet Belanda berusaha mengucilkan
RI. Semua usul dalam perundingan pelaksanaan Linggajati
ditujukan untuk mengecilkan tuduhan RI. Untuk menghindarkan
perang, Inggris lalu mengajak Amerika menyediakan jasa-jasa
baiknya. Tetapi Amerika, yang sejak semula kurang memperhatikan
Indonesia (perhatiannya ke Jepang dan Cina), malah menganjurkan
RImenerima saja usul-usul Belanda. Ini mengakibatkan Agresi
Militer I.
Keraguan Amerika dalam periode pertama itu mungkin disebabkan
karena konsulnya di Jakarta memihak Belanda, dan menyangka
"Sjahrir adalah komunis". Tetapi akibat agresi ini Menlu
Marshall mengusulkan pada RI dan Belanda untuk menerima
jasa-jasa baik AS, agar bisa berunding lagi. Belanda menolak,
karena ingin melaksanakan gagasannya. Rl juga menolak, karena
ingin arbitrase PBB.
Menyadari hal itu bisa membawa campur tangan pihak-pihak lain di
wilayah yang secara tradisional menjadi wilayah pengaruh Barat,
AS lalu mengusulkan agar PBB membentuk suatu Panitia Jasa Baik
yang terdiri dari tiga negara yang dipilih oleh yang
bersangkutan. Dalam panitia ini Prof. Graham, wakil AS, ternyata
memang berhasil menyelamatkan RI dengan usul 6 pasal tambahannya
dalam Perjanjian Renville.
Namun perundingan pelaksanaan Renville juga tersendat-sendat.
Perubahan sikap AS dari pasif ke aktif disebabkan munculnya
kekuatan komunis di Indonesia. Sekembalinya Muso dari Moskow,
PKI digiatkan kembali untuk menjatuhkan Kabinet Hatta. Sebab itu
Menlu Marshall menginstruksikan Cochran (wakil AS dalam Panitia)
agar terang-terangan menyokong Hatta. Cochran juga berhasil
mempengaruhi Belanda untuk berbuat yang sama (Cochran Plan).
Tetapi setelah RI berhasil menumpas Pemberontakan PKI/Madiun,
Belanda kembali bermusuhan dengan RI. Alasan: bahaya komunis
telah berlalu. Malah mereka mengajukan usul-usul yang maksudnya
mematahkan seluruh kekuatan politik RI. Mula-mula AS berusaha
menghindarkan perang dengan mengancam menghentikan bantuan
keuangan (Marshall Plan) pada Belanda. Tapi usaha ini digagalkan
diplomasi Belanda. Dan ini menllbuka jalan bagi Agresi Militer
II.
Agresi Militer II benar-benar mengejutkan AS. Untuk
menghentikannya, mereka membatalkan untuk sementara Marshall
Plan bagi Belanda (hanya bagian yang digunakan di Indonesia).
Selain itu, sekalipun ditentang keras oleh Belanda, AS
melontarkn usul resolusi di PBB. Resolusi itu . mengharuskan
Belanda mengembalikan para pemimpin Indonesia ke Yogya, dan
segera berunding untuk membentuk RIS seperti yang dijanjikan
sejak Linggajati.
Belanda mencoba mengelak dengan mengeluarkan usul rundingan,
yakni KMB. Perundingan-perundingan yang dipimpin Rum macet
karena soal "kembali ke Yogya". Sebab itu Cochran mengusulkan
untuk mendatangkan Hatta dari Bangka. Sehingga timbullah Van
Royen Rum Statement (istilah Cochran). Kompromi ini membuka
jalan bai KMB antara pihak Belanda, RI dan BFO, disalesikan
Panitia Jasa Baik.
Sebelum KMB berlangsung, Menlu AS Dean Acheson telah
menginstruksilian Cochran agar berusaha keras sehingga kali ini
benar-benar ada hasil. Urgensinya, menurut Acheson, adalah
stabilitas Asia Tenggara, kepentingan ekonomi, dan bahaya
komunisme. Dengan ancaman pembatalan seluruh Marshall Plan, KMB
berjalan. Namun hanya karena usul-usul kompromis Cochranlah
kebanyakan deadlock bisa diatasi.
Buku ini tidak mudah dibaca. Susunan yang kronologis, dan
rangkaian kutipan dari dokumen-dokumen autentik, membuatnya
tergolong bacaan berat. Maksud penulisnya memang hanya
menyuguhkan fakta-fakta yang tercecer dalam kumpulan-kumpulan
dokumen Amerika dan Belanda serta arsip-arsip Inggris dan
Belanda. Namun, sudahkah semua - dokumen rahasia yang relevan
diterbitkan?
Kita juga bertanya-tanya apakah RI tidak memiliki
dokumen-dokumen yang sama. Seharusnya ada, mengingat
dokumen-dokumen RI yang jatuh ke tangan Belanda kini diterbitkan
dalam kumpulan tersebut pula (diterjemahkan). Sudah banyak orang
Indonesia menulis mengenai tema ini, tetapi sedikit yang
menggunakan dokumen-dokumen autentik, apalagi yang rahasia.
Sekalipun demikian, buku ini sangat herharga sebagai tambahan
literatur mengenai permasalahan diplomasi di masa Perang
Kemerdekaan/Revolusi kita. Selain itu juga menyadarkan kita,
sejak dulu prinsip-prinsip politik luar negeri Amerika terhadap
Indonesia khususnya Asia Tenggara umumnya, tidak banyak berubah.
Prinsip-prinsip itu adalah stabilitas, bahaya komunisme, dan
ekonomi.
R.Z. Leirissa
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini