Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Islam vs komputer

Penerjemah : ae priyono & ilyas hasan bandung : mizan, 1988 resensi oleh : jalaluddin rahmat.

30 Juli 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANTANGAN DUNIA ISLAM ABAD XXI: MENJANGKAU INFORMASI Oleh: Ziauddin Sardar Penerjemah: A.E. Priyono dan llyas Hasan Penerbit: Mizan, Bandung, 1988, 144 hlm. + Indeks ALKISAH, seorang muslim dari Dunia Ketiga melakukan tawaf di Masjidil Haram. Berbeda dengan peziarah yang lain, ia berdoa sangat spesifik. "Tuhan berilah aku uang satu juta dolar dan sebuah sedan Mercy." Tentu saja ia ditegur keras. Berani amat berdoa yang materialistis di samping Baitullah. Ia dianjurkan memohon iman dan takwa. Dengan kalem, peziarah itu menjawab, "Saya tidak butuh iman dan takwa. Itu saya punya. Yang saya perlukan uang dan kendaraan." Cerita yang memancing ketawa ini dituturkan Dr. Ziauddin Sardar dalam acara diskusi bukunya di Pengkajian Islam, Universitas Islam Nusantara, Bandung. Umat Islam tengah bangkit. Kecintaan dan kesalehan sudah mereka miliki. Tetapi untuk menghadapi tantangan era informasi sekarang ini, iman saja tidak cukup. Dalam beberapa hal, kesalehan malah sering menjadi pelarian dari ketidakmampuan. Bukankah orang yang paling saleh di tengah masyarakat -- kata Sardar -- umumnya orang yang paling tidak kompeten? Dalam bukunya ini ia mengusulkan strategi umat Islam menghadapi abad informasi. Datangnya teknologi informasi membenturkan dunia muslim dengan suatu dilema yang mengerikan. Jika teknologi informasi ini dilalaikan, umat Islam akan sangat bergantung pada negara maju dan masuk ke kolonialisme baru. Jika dunia Islam ingin mengembangkan teknologi informasi mereka sendiri, mustahil mereka melakukannya secara terlepas dari negara industri. Teknologi informasi, yang menggabungkan komputer dengan telekomunikasi, telah diiklankan sebagai pembawa rahmat. Belakangan, di Barat orang pun mulai melihatnya sebagai penyebar laknat. Sardar prihatin karena kaum muslimin lebih banyak melihat teknologi informasi ini dengan takjub. Mereka melupakan sisi negatifnya. Sardar berupaya meyakinkan umat Islam akan bahaya teknologi informasi. Sebagian besar kritiknya tidak baru. Yang baru adalah ulasan Sardar tentang bahaya teknologi informasi mutakhir, khususnya komputer, pada penghancuran etika Islam. Komputer merusakkan konsep sentral tahwid. Siapa lagi yang akan memerlukan Tuhan, jika komputer dengan otak supernya dengan daya prosesnya yang luar biasa menjadi pemelihara dan penopang masyarakat? Komputer menggerogoti gagasan khalifah. Jika semua aspek sosial dikendalikan komputer maka manusia tidak lagi diperlukan. Kekhalifahan menjadi khayali, karena manusia bukan lain makhluk yang menentukan, tetapi makhluk yang ditentukan. Komputer merampas kesempatan kerja warga masyarakat, mengabaikan sistem padat karya, yang relevan dengan dunia Islam yang padat penduduk. Karena itu, komputer menjadi zhalim dan menghancurkan konsep dasar etika Islam: adil (keadilan). Lalu, seperti contoh Iran, akses pada data base akan terpusat pada kelompok elite. Mereka menguasai basis data dan menggunakannya untuk memanipulasi warga negara yang lain. Ini jelas merusakkan dasar etika Islam berikutnya: istislah (kepentingan umum). Terakhir, komputer menyembunyikan kompleks kenyataan dengan menjadikannya kategori-kategori logis. Keterbukaan, ketajaman memahami sesuatu secara holistik, digantikan oleh solusi-solusi linear. Dengan demikian, komputer merusakkan konsep etika Islam tentang informasi, yakni hikmah. Dengan kerangka etis yang sama, Sardar mengusulkan strategi umat Islam menghadapi tantangan abad informasi. Pertama, sesuai dengan asas hikmah dan syura, negara-negara muslim harus mengembangkan lembaga-lembaga riset dan pengembangan. Untuk melepaskan diri dari negara-negara industri, mereka harus melakukan kerja sama dengan sesama negara muslimin. Kedua, sesuai dengan asas istislah, negara-negara muslim harus mengembangkan struktur informasi yang menyediakan informasi yang relevan bagi konsumen lokal atau nasional. Ketiga, sesuai dengan asas 'adl, bagian infrastruktur yang didesentralisasi harus memberikan jasa untuk mengembangkan kemampuan berpartisipasi pada seluruh warga masyarakat muslim. Keempat, berdasarkan prinsip 'ilm -- yang didefinisikan sebagai pengetahuan distributif -- komunikasi sains dalam umat harus digalakkan. Penghormatan terhadap ulama harus diwujudkan dalam pemenuhan kebutuhan ilmuwan dan cendekiawan Islam. Kelima, sesuai dengan prinsip syura dan ummah, diperlukan kerja sama para peneliti dan cendekiawan lewat Jaringan Informasi Muslim Internasional dan Jasa Informasi Referensi Islam. Keenam, para cendekiawan dituntut tampil sebagai penjaga gawang peradaban Islam dan penyedia gagasan. Inilah peranan ilmuwan yang diturunkan dari konsep khalifah. Terakhir, berdasarkan prinsip syura, hikmah, dan ijma', para ilmuwan muslim harus mengembangkan sistem informasi yang efektif dan ekonomis, seraya menyadari dimensi informasi yang filosofis, kultural, dan subyektif. Inilah bagian yang saya rasa orisinil dari Sardar. Pada bagian lain, Sardar lebih mirip sebagai penjaga gawang ketimbang pemasok gagasan. Teori-teori pembangunan kelihatan terlalu dipaksakan untuk menjadi satu bab khusus. Rasanya, lebih bijak kalau ia menambah informasi tentang warisan Islam pada Bab II. Tetapi barangkali saya berbeda dengan peziarah dalam cerita Sardar. Saya memerlukan iman dan takwa, tetapi Sardar menawarkan uang dan Mercy. Jalaluddin Rakhmat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus